Kenangan bersama Bapak

Bapak berasal dari desa Brumbun, kabupaten Madiun, Jawa Timur. Anak ketiga dari delapan bersaudara. Ayahnya mantri kehutanan yang bertugas di hutan-hutan jati di daerah sekitar Brumbun. Ibunya yang semasa kecil ndherek pada salah satu keluarga kraton di Surakarta, adalah ibu rumah tangga.
Pada tahun tiga puluhan Sekolah Rakyat yang ada hanya di Madiun. Bapak setiap hari berangkat jam tiga atau jam empat pagi bersama Man Jamino, tetangga bapak, pedagang yang akan berangkat ke pasar induk di Madiun. Mereka berjalan kaki diterangi nyala obor. Sampai di sekolah jam enam atau enam tiga puluh. Sekolah mulai jam tujuh.
Setelah menyelesaikan sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang setara dengan sekolah menengah pertama, bapak dan beberapa temannya melanjutkan sekolah di Yogyakarta. Mereka bersekolah di AMS (Algemeene Middelbare School) jalur A afdeling atau SMA bagian A atau sekarang Sastra Budaya.
Setelah lulus AMS bapak meneruskan sekolah di Universitas Gadjah Mada, Fakultas Sastra, jurusan Sastra Daerah (Nusantara atau Sastra Jawa). Bapak juga mengajar bahasa Daerah/Jawa pada beberapa sekolah menengah di Yogya sewaktu kuliah di UGM. Pada waktu itu bapak sudah menikah, kakak dan saya sudah lahir.
Sewaktu saya belum bersekolah, bapak ibu menyewa satu rumah kecil dari budhe Padmo di Bumijo. Rumah kami selalu ramai, ada empat adik bapak dan satu adik ibu yang tinggal bersama kami. Bapak ibu menyekolahkan adik-adiknya sampai lulus. Dua paman kami lulus dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Teknik dari UGM. Satu tante kami menikah setelah lulus sekolah sedangkan tante Nik meninggal karena kecelakaan di sekolah.
Setelah itu bapak dan ibu membeli satu rumah kecil di belakang pekarangan bu Maruti, di sebelah SD Tarakanita, sekolah Katolik di Bumijo. Kakak dan saya bersekolah di SD Tarakanita dan lulus dari sana. Rumah kami tetap ramai, dengan beberapa kemenakan bapak ibu yang ndherek dan melanjutkan sekolah di Yogya. Ibu sudah yatim piatu pada waktu menikah dengan bapak. Kakak sulung ibu, Rama Kanjeng Supandi dan paman ibu yang mewakili keluarga.
Sewaktu kami masih kecil, bapak ibu sering mengajak kami menjenguk simbah kakung dan putri di Madiun. Ada sungai dan parit di depan rumah simbah di Brumbun, banyak pohon melati, gambir dan kacapiring yang ditanam mbah putri. Di belakang rumah ada pohon mlinjo, bambu dan pohon-pohon besar lainnya. Kemudian di belakang lagi terhampar sawah dan sungai yang banyak batu-batu besar berserakan di tengahnya.
Mbah putri sering mengajak kami mencari jamur di kebun di belakang rumah. Kemudian jamur tersebut dibumbui dan digoreng, rasanya gurih seperti ayam goreng. Bapak sering mengajak kami berjalan-jalan di pagi hari ke hutan-hutan jati di mana mbah kakung dulu jadi mantri dan menangkap para pencuri kayu jati.
Bapak berjalan dan menunjuk tanaman-tanaman yang tumbuh di pinggir jalan. Bapak menerangkan nama tanaman dan kegunaannya, apabila tanaman tersebut bisa dipergunakan untuk obat. Beliau juga menerangkan beberapa serangga yang bisa digoreng dan dimakan. Pengetahuan bapak mengenai tanaman dan alam sangat menakjubkan dan berkesan bagi saya.
Bapak juga bisa menyebut nama-nama bintang di malam hari, bintang Gubug Penceng (Crux) sebagai penanda arah selatan, bintang Waluku (Orion). Bapak juga menerangkan serba sedikit mengenai "pranata mangsa" atau ketentuan musim yang antara lain berdasarkan posisi bintang, untuk petani, kapan waktu untuk memulai bertanam dan untuk nelayan, kapan waktu untuk melaut.
Dari bapak saya belajar mencintai buku. Sejak kecil saya lebih suka membaca dan bertamasya di dunia imajinasi bersama tokoh-tokoh protagonis dalam buku, daripada bermain gobak sodor dengan teman-teman sebaya. Bapak dan ibu mempunyai koleksi buku yang memuaskan dahaga saya. Uang jajan untuk sekolah saya tabung dan saya belikan buku "The Hobbit", "Narnia", petualangan Tintin dan Snowy sewaktu saya di Sekolah Dasar. Sedangkan buku-buku Karl May, pengarang Jerman yang terkenal dengan bukunya mengenai kehidupan "Wild West" di Amerika, petualangan Winnetou dan Old Shatterhand semua ada di rak-rak buku di rumah. Betapa semua pengembaraan itu membuat keinginan saya menggebu-gebu untuk menjelajahi negara-negara yang digambarkan dalam bacaan tersebut.
Buku-buku yang bapak dan ibu koleksi beragam dari pengarang Marah Rusli, N.H. Dini, Amir Hamzah, Hamka, A.A. Navis, Sutan Takdir Alisjahbana, bahkan komik-komik R.A.Kosasih juga ada. Buku-buku tersebut membantu saya sewaktu saya bersekolah di SMP dan SMA karena buku bacaan wajib sastra Indonesia sudah saya selesaikan sewaktu di SD.
Pada waktu bapak kuliah mendekati tugas akhir, bapak diminta untuk menjadi asisten dosen di jurusan Sastra Nusantara. Setelah bapak lulus, bapak menjadi dosen di sana. Pada tahun sembilan belas delapan puluhan, salah satu putera Sri Sultan Hamengku Buwana IX datang ke rumah. Bapak ditimbali Gusti Sinuhun untuk membantu tim yang dibentuk Sri Sultan untuk menyempurnakan tari Golek Menak gubahan Beliau. Bapak membantu Prof. Dr. R.M. Soedarsono beserta tim dari Kraton termasuk seniman tari pak Bagong Kussudiardja, dalam mengejawantahkan cerita dari Serat Menak ke dalam karya tari Golek Menak.
Kemudian tahun dua ribu sembilan bapak beserta pak Drs. Th. Supriya menyelesaikan kamus Unggah-ungguh basa Jawa yang diterbitkan oleh percetakan Kanisius. Prestasi bapak inilah yang memicu saya untuk menulis dan nantinya menerbitkan buku seperti halnya bapak yang mengamalkan pengetahuan beliau untuk dipergunakan bagi masyarakat yang memerlukannya.
Teriring doa Al Fatihah untukmu bapak dan ibu. Semoga Allah menempatkan panjenengan berdua disisi-Nya. Tulisan ini sebagai ungkapan kerinduan saya pada bapak yang seribu harinya nanti pada bulan Oktober tahun dua ribu dua puluh satu ini.
***skc***
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.