Pabrik Spaghetty Tua
Berdasarkan kisah nyata.
Suatu hari aku jalan-jalan bersama rombongan tour ke Whistler. Salah satu tujuan dari beberapa kota yang akan kami kunjungi.
Sebetulnya aku kurang suka ikut tour, lebih suka jalan jalan sendiri.
Agar bisa bebas memilih tempat wisata sesuai selera. Tidak perlu bosan lama saling menunggu atau malah terlalu lelah mengejar waktu.
Tapi kali ini aku diajak kakakku. Dengan membership di travel club ini, dia cuma bayar untuk 1 orang, bisa dapat jatah 2 bangku. Daripada mubazir, jadi ikut aja, mumpung gratis.
Sebetulnya kebanyakan turis datang ke kota ini untuk main ski.
Aku yang penakut tidak mau main ski. Aku cuma sekedar menikmati pemandangan saja, sambil minum kopi.
Seseorang menyodorkan foto foto hasil bidikannya untuk kulihat.
Dia adalah seorang tentara Amerika yang ingin ganti profesi jadi photographer. Selalu sibuk memotret dan memamerkan hasil bidikannya. Tiap hari kita harus melihat foto foto dia. Sambil mendengarkan kisah dibalik setiap foto foto itu. Walaupun sebetulnya bosan, terpaksa aku melihat-lihat fotonya.
“Bagus nggak?” tanyanya
“Bagus” jawabku. Sebenarnya biasa saja. Tapi biarlah basa basi membuat orang senang.
Cuaca yang dingin membuatku cepat lapar. Sedari tadi sudah beberapa kali kulirik jam tanganku, ingin cepat menuju jam makan siang.
Sekarang pukul sebelas tiga puluh.
“Setelah ini rencananya akan ke mana?” tanyaku pada si photographer, lupa namanya siapa.
“Ke Old Spaghetti Factory” jawabnya.
Huh ngapain sih ke pabrik spaghetti tua? Aku sudah lapar nih!
“Berapa lama kita akan di sana?” tanyaku pada tour guide yang sedang berada disampingku.
“Terserah aja sih, tidak saya tentukan waktunya.” jawab si tour guide.
“Kira kira berapa lama maksimum?” tanyaku ngeyel.
“Aduh kurang tau ya, seselesainya aja, tidak perlu buru buru.” jawabnya sabar sambil tersenyum manis. Walau tubuhnya gendut, tapi wajahnya ganteng. Mirip Matthew Broderick. Tapi versi gendutnya.
Lalu dia pergi menghampiri kelompok ibu ibu Korea yang memanggilnya untuk ikut berfoto bersama.
Wah ini alamat lama nih, ngapain sih ke pabrik spaghetti tua segala, apa menariknya sih liat pabrik spaghetti?
Tour guide ini banyak kelebihannya. Humoris, berwawasan luas, pintar ngomong, baik. Bisa dibilang ganteng juga. Tapi tidak pintar memilih tujuan wisata.
Siapa sih yang suka mengunjungi pabrik spaghetti tua ? Kayak tidak ada pilihan lain yang lebih menarik aja.
Untungnya tidak semua acara dijadwalkan. Ada juga acara bebas. Besok ada acara bebas, aku dan kakakku rencananya akan pergi bersama kelompok ibu ibu Korea itu.
“Ini sudah hampir jam 12, udah jam makan loh, kapan kita makan?” keluhku.
“Iya sebentar lagi, tinggal setengah jam lagi kita makan, sabar aja” jawab si photographer amatir, dia kembali asik memotret pemandangan.
“Katanya Jam 12 kita ke Old Spaghetti Factory?” ralat aku.
“Iya, ntar kita bisa makan di sana.” katanya.
“Memangnya bisa makan di sana? ada kantin di sana?” tanyaku.
Bisa juga sih makan di kantin. Tapi biasanya kantin pabrik kan enggak enak makanannya, seadanya. Aku mau makan di restaurant yang enak. Jauh jauh ke sini, masa cuma makan di kantin pabrik?
“Ya bisa makan lah, kan Old Spaghetti Factory!” jawabnya sambil tertawa kecil.
Beberapa menit kemudian kami pergi ke Old Spaghetti Factory.
Tempatnya kecil tapi interiornya nyaman. Bentuknya seperti rumah makan. Kami duduk di meja panjang yang sepertinya sudah tersedia untuk rombongan kami dan diberi menu untuk memesan.
“Aku kira pabrik spaghetti, ternyata restaurant!” kataku, perutku bersorak kegirangan. Rombongan tour tertawa mendengar pengakuanku.
“Ekspresi kamu priceless waktu masuk ke sini, mau kufoto tadi” si photographer mengodaku.
“Memangnya di kota kamu enggak ada Spaghetti Factory?” tanya Matthew Broderick gendut, diiringi senyuman.
“Hm... enggak tau.” jawabku tertahan.
Aduh malunya, ternyata aku kampungan .
Penasaran, aku google Old Spaghetti Factory di kotaku.
Ternyata banyak. Tapi karena aku tidak suka makanan barat dan selalu ke restaurant asia, jadi aku tidak tahu keberadaan Old Spaghetti Factory.
Ternyata lumayan enak juga. Salah aku yang suka menghakimi makanan barat. Karena terlalu sering makan makanan barat yang tidak enak.
“Besok kita ke mana?” tanyaku sambil melahap Seafood Fettuccine Alfredo.
“Besok kita ke Chinese laundry” jawab ibu dari Korea yang duduk di sebelahku.
Wajahnya terlihat ceria.
“Senang amat sih pergi ke laundry. Kan di hotel juga ada laundry, ngapain kita ke Chinese laundry?” bisikku ke kakakku. Dengan bahasa Indonesia agar ibu Korea itu tidak mengerti.
“Chinese laundry itu toko sepatu, non.” bisik kakakku.
Ah dasar aku kampungan.
Aku ini orangnya super irit, tidak suka belanja, jadi tidak tahu nama nama. Memang kreatif juga orang yang membuat nama. Malu aku sudah keburu sengit, padahal aku yang stupid.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.