Karena Piala AFF, Mental Health Lisa Blackpink Terganggu

Piala AFF 2020 Membuat Kesehatan Mental Lisa Blackpink Terganggu

Karena Piala AFF, Mental Health Lisa Blackpink Terganggu
lisa blackpink

“Jadi, itu alasanmu ga pernah posting tentang Piala AFF?”, tanya Rose pada Lisa, saat keduanya kencan makan malam akhir tahun. Lisa terdiam. Matanya yang bulat besar itu tiba-tiba sayu. “Iya, aku takut…”

 

Lisa sedang dalam dilema besar. Dia adalah gadis Thailand yang dibesarkan industri Korea sekaligus memiliki jutaan fans di Indonesia. “Ya tinggal bela Thailand aja, dong. Kan KTP-nya Thailand!” Mungkin itu pendapat sebagian besar kita. Sayangnya, bagi Lisa, urusan ini tidak semudah itu. 

Akhir-akhir ini, Lisa sedang mengidap sociotropy. Atau yang populer dengan istilah “People Pleaser Syndrom” alias “Ga enakan karena pengen nyenengin semua orang.” Dalam bahasa Jerman, gejala ini disebut dengan: Pekewuh.

Orang-orang yang takut melukai perasaan orang lain hingga ia lebih mengutamakan pendapat orang lain tentang dirinya, ketimbang pendapat dirinya tentang dirinya sendiri.

Lisa pengen bela timnas Thailand, tapi pekewuh dengan fans-fansnya di Indonesia. Apalagi, tim Indonesia dilatih oleh Ahjussi STY. Seorang pelatih kebanggaan Korea karena berhasil memukul mundur Jerman 2-0 saat Piala Dunia 2018. Terang-terangan berseberangan dengan klub yang dilatih Shin Tae Yong? Bisa-bisa Lisa dapet SP nih dari YG Entertaintment.

Beberapa hari lalu, Lisa mendapat dua telepon dari pemerintah Thailand. Telepon pertama dari Kepala Dispora (Dinas Pemuda dan Olahraga), Narong Songkarn. 

“Sawatdee Krap, Nduk Lisa. Jadi gini, Nduk. Memang pasukan Gajah Putih ini juara bertahan, ya berkat kinerja, ehem, Bapak, ini. Makanya, besok nyoblos Bapak ya? Eh, maksud Bapak, besok tunjukkan dukungan untuk Timnas ya? Supaya nanti foto Nak Lisa bisa saya pajang di poster timnas. Bersebelahan dengan foto saya. Oya jelas, nanti ukuran foto kita lebih besar dari foto atlet-atlet kita. Memang sudah begitu adat eh, aturannya, hehehe….”

Tapi, kalo ngedukung Timnas Thailand, tidakkah Lisa menyakiti hati penggemar dari Indonesia? Menyakiti hati, apalagi penggemar, adalah pantangan terbesar bagi People Pleaser sepertinya. Saat dilanda kebingungan itulah, telepon kedua datang. 

Kali ini, dari Thitiphan Sinawatra, Menbudparekraf. Menteri yang masih muda ini di pemilu lalu mencalonkan diri sebagai PM. Tapi gagal. Mestinya, dia jadi oposisi. Tapi rezim yang sekarang merangkulnya. Dia diberi jabatan Menteri. Pesannya untuk Lisa sungguh di luar dugaan. 

“Sudahlah, Nak Lisa. Tidak usah tunjukkan dukunganmu untuk Thailand. Cukuplah mendukung dalam diam. Dalam doa. Lanjutkan taqiyahmu. Biarkan persepsimu sebagai artis korea lebih kuat daripada wanita Thailand. Justru itu yang saya butuhkan darimu. Sebagai duta budaya Thailand, kamu jangan terlalu nafsu memamerkan ke-Thailand-anmu. Harus tetap elegan. Harus soft-selling. Kalo perlu covert-selling. Biar market sendiri yang penasaran lalu mencari-cari tahu tentang Thailand. Jualanlah tanpa kelihatan jualan.”

Lisa sempat bingung mendengar istilah-istilah itu. Tapi memaklumi. Menteri yang satu itu memang datang dari background pebisnis. Dulu, dia mastah internet marketing. Kini, dia ditugaskan menggenjot wisata Thailand. Wajar kalo percakapannya penuh istilah marketing yang tak ia pahami. Tapi, Lisa mengerti maksud Pak Menteri.

Dia teringat peristiwa 4-5 tahun lalu. Saat viral berita bahwa,”Terungkap, Artis KPOP ini ternyata dari Thailand!”. Saat itu, dia sudah menduga. Bully-an itu akan muncul juga. Dia pantau komen netizen. “Lisa dari Thailand? Waduh, asli cewek kan?”

Itulah kenapa dia tidak terlalu menonjolkan Thai-nya. Selain kurang selaras dengan konsep K-Pop, memang saat ini persepsi publik tentang Thailand itu beraneka ragam. Dari aneka persepsi itu, anggapan itulah yang mengganggu Lisa. “Tapi gimana lagi, emang brand equity Thailand emang kayak gitu.” tutur Lisa sambil kaget kok dia juga tahu istilah-istilah branding. 

Rose menegur Lisa,”Heh, ngalamun mulu. Kalo ada apa-apa, cerita dong. Kesehatanmu ki dijogo, cuk.”

“Iya nih, Rose. Aku takut mental health aku keganggu. Semoga ga sampe panic attack lagi ya..”

Rose hanya tertawa. Lucu sekali Lisa. Dia takut mental health-nya terganggu. Bagi Rose, itu lucu. Ambil contoh, orang yang “Takut di-PHP”. Itu ruginya dua kali. Sebelum di-PHP, di-ghosting betulan, dia sudah takut. Setelah itu, dia masih di-ghosting. Macam anak kecil yang takut jatuh saat naik sepeda. Bahkan, belum jatuh pun, dia sudah takut. Sebelum tersiksa karena jatuh, anak kecil tersebut sudah tersiksa oleh pikirannya sendiri. 

Nah, ini Lisa ga kalah seru. Dia takut mental health-nya terganggu. Lha belum keganggu, kok sudah takut? Saat sudah beneran terganggu, tersiksanya dua kali. Sebelum terganggu sudah takut, saat sudah terganggu dia jadi panik. Lisa terpenjara rasa “khawatir kalo nanti panik”. Bukankah ini siksaan berganda?

Sebagai member yang paling suka baca buku, Rose sebenarnya tahu. Dari kacamata psikologi, Lisa galau karena ingin menyenangkan semua orang. Dan sifatnya itu dari sudut pandang kajian budaya, membuat Lisa merasakan krisis identitas. Lisa pasti sedang bingung, dia ini sebenarnya siapa? Rose menilai, Lisa adalah orang Thailand yang jadi TKW di Korea tapi dipuja-puji orang Indonesia. Artinya, setidaknya, ada tiga unsur identitas di situ. Orang Thai. Artis Korea. Idola Indonesia. 

Dari tiga identitas itu, mana yang paling penting bagi Lisa? Bagi kebanyakan orang, pertanyaan ini mudah dijawab. Bagi pengidap sociotropy akut macam Lisa, jawaban lugas akan sulit keluar dari lisan Lisa.

Kalaupun Lisa berani menjawab lugas: “Saya orang Thailand.”, Rose pun masih punya langkah berikutnya. Dia akan memberikan godaan intelektual padanya.

 “Memangnya, kamu yakin kamu orang Thailand?”, itu akan jadi pertanyaan pembuka. Lalu, Rose akan melanjutkan dengan: “Emangnya, Thailand itu apa? Yang mana? Yang secara astronomis terletak di 5-21 derajat LU dan 97-106 derajat BT? Siapa saja orang Thailand itu? Semua yang terlahir di Thailand, semua yang memiliki akta dan KTP Thailand, atau yang berdarah Thailand?”

Setelah bermain di ranah psikologi dan sosiologi, Rose akan datang dengan jawaban dari dunia biologi.  Rose akan menunjukkan artikel yang menunjukkan bahwa setelah dites DNA, Najwa Shihab kaget karena ternyata, dirinya hanya 3% keturunan Arab. Komposisi DNA Najwa Shihab ternyata 48,54% South Asian, North African 26,81%, African 6,06% dan seterusnya hingga Najwa bingung karena ternyata ada 10 keturunan. Tidak hanya Arab. Bagaimana kalau ternyata Lisa juga bukan “pribumi” Thailand? Bukankah wajar kalau Lisa ingin merasa jadi orang Korea, Eropa, bahkan Afrika?

Namun, belum sempat Rose bertanya, Lisa keburu melompat dari duduknya, lalu dengan riang berkata,”Aku sudah yakin! Aku ini orang mana, dan akan mendukung siapa!”

Rose bertanya,”Siapa?”

“Aku lelah dengan pengkotak-kotakan identitas di bumi ini. Makanya, aku akan masuk universe baru. Aku akan bikin avatar di metaverse, membeli tanah di sana, menjual karyaku dalam NFT, mengubah aset-asetku menjadi crypto, dan melupakan semua perbedaan di dunia yang toxic ini…”

Lisa masih mengoceh,”Jujurly, milenial sepertiku ini, harus berpikir seperti Gen-Z yang siap menjalani revolusi industri 4.0, 5.0, agar big data kita bisa menciptakan algoritma yang peduli privacy dan mental health. Karena seperti kamu tahu, love language aku tu words of affirmation 45% dan physical touch 34%.

“Selain itu, work-life balance harus dijaga. Aku ga mau overwork hingga akhirnya punya pikiran suicidal. Sebagai self-reward, aku akan istirahat sejenak di metaverse. Aku butuh healing…”

Rose tercengang. Setelah menguasai keadaan, Rose memaksakan diri untuk tersenyum pada Lisa. Lalu berkomentar dalam hati,”See? Lisa bukan pribumi Thailand. Dia ada keturunan pejabat Indonesia. Tepatnya, dia anak Jaksel…Which is.. literally..” 

 

 


 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.