"Kan tadi pagi saya suruh kamu nyapu, koq nggak dilakukan," omel si abang.
"Kemarin kan sudah," si adik ngeles.
Putus asa, si abang mengambil sapu dan langsung memainkannya di lantai.
"Ya sudah, sini saya yang sapu," ujar si adik.
Tangannya terjulur dalam rangka meraih sapu dari tangan si abang. Alih-alih senang, si abang makin naik pitam. Serenceng kata-kata keluar, segembol suruhan terbit.
"Blaaaaaablaaaaaaablaaaaaaaa!!! Pokoknya abis ini kamu blabla, dan blabla, dan blabla. Setelah itu, jebus ragung!!!"
Di situ ia terdiam sejenak. Alisnya mengernyit lalu, "Eh...".
Gerakan menyapunya terhenti. Cerocosan mulutnya pun stop. Matanya melihat ke saya seperti minta tolong. Mukanya yang tadinya penuh amarah, memancarkan rasa bingung tak jelas. Sepertinya ia merasa ada yang salah dengan ucapan terakhirnya, tapi tak tahu yang mana atau di mana salahnya.
"Maksudnya, rebus jagung ya?' bantu saya.
"Iya, itu! Rebus jagung! Jangan tunda, ini sudah jam 5 sore," responnya penuh semangat.
Ngomel pun dilanjutkan. Sirat wajahnya kembali memancarkan amarah. Tanda-tanda kebingungan absurd yang tadi itu. Sirna sudah. Sikapnya seolah tak terjadi apa-apa selain harus marah-marah. Oh sungguh sangat Srimulatan! Meledaklah tawa saya. Keras dan panjang, tak bisa terhentikan, sampai-sampai saya jatuh tertidur kelelahan.
Bangun-bangun tahu-tahu sudah jam 8 pagi keesokan harinya. Aduh, tak hanya jagung rebus yang saya lewatkan. Seharusnya jam 8 malam kemarin saya hadir di pre-production meeting di sebuah PH. Mati gue!