DUKUN WORKSHOP
Banyak workshop yang menjanjikan cara instan untuk sukses padahal pematerinya sendiri jauh dari kriteria sukses. Bagi saya itu sama dengan dukun yang menjanjikan menggandakan uang sementara dia sendiri hidup dari bayaran orang yang ingin menggandakan uang.

DUKUN WORKSHOP
Saya dari dulu paling males sekolah, saking malesnya SD aja 5 kali pindah sampai akhirnya lulus juga. Males sekolah ini terus berlanjut hingga kuliah, 4 perguruan tinggi baru akhirnya jadi sarjana. Males bukan karena bodoh sih, tapi bosen aja dengan cara mengajar guru yang ceramah melulu, menjelaskan isi buku yang sebenarnya bisa selesai dengan kita baca sendiri. Beruntungnya saya punya Aba dan Umi yang gak pernah masalahin anaknya rajin bolos, buat mereka itu tanggungjawab sendiri aja. Jadi tertulis angka 15 alpha di raport bagian kolom absensi, itu hal biasa.
Meskipun males banget sekolah formal, setelah dewasa saya justru paling rajin ikut workshop, seminar, kursus, training atau apapun ilmu praktis yang bisa langsung saya terapkan. Gak semua yang saya ikuti itu memuaskan, banyak juga yang bikin kecewa. Setelah saya evaluasi kenapa saya kecewa, sebagian karena cara penyampaian materinya garing membosankan atau banyak menggunakan istilah asing biar keliatan pinter atau keren padahal bikin kita bete, atau pemaparan teori yang berentet panjang. Tapi yang paling menyebalkan dari semua itu adalah bila ternyata pematerinya bukan pelaku langsung yang bisa disebut sukses sesuai materinya. Misalkan judul workshopnya, “Cara Cepat Mahir Menulis,“ padahal tidak satupun buku yang pernah dia terbitkan, atau “Strategi Ampuh Melejitkan Omset Milyaran,” padahal dia sendiri gak punya bisnis apapun. Jadi intinya, orang-orang ini profesinya memang jualan workshop. Materinya mungkin dari workshop yang pernah dia ikuti atau nyomot dari buku-buku yang sebelumnya sudah dia baca. Saat menyampaikan materi lancar jaya, tapi bila sudah sesi tanya jawab tentang kasus atau permasalahan yang terjadi, biasanya jawabannya standard banget dan sangat teoritis. Ya wajarlah karena mereka sebenarnya bukan praktisi jadi memang mereka gak mengalami masalah yang ditanyakan peserta.
Belajar dari kekecewaan itu, saya gak mau lagi tertipu dengan judul bombastis. Sebelum memutuskan ikut, saya akan cari tau dulu latar belakang pembicaranya, apa saja yang sudah dia lakukan dan pencapaiannya, serta Lembaga atau perusahaan mana saja yang sudah mengundang dia alias portofolionya. Maaf kate, saya ngibaratkan mereka ini kayak dukun yang janji bisa menggandakan uang, padahal dia sendiri mata pencariannya dari bayaran yang datang ke dia. Kalau memang dia bisa menggandakan uang kenapa gak dia lakukan sendiri. Samalah dengan pembicara dengan judul workshop bombastis itu, kalau memang semudah itu jadi milyader kenapa kehidupan ekonominya masih Senin-Kamis. Jadi saya mengistilahkannya “Dukun Workshop”! Nah saat covid ini, banyak banget tuh workshop online dengan judul : Tetap Sukses Menjalankan Bisnis Saat Corona, Corona Datang Omset Melambung, Cara Cerdas Menghasilkan Uang Saat Pandemi dan sebagainya. Sampai mual banget baca judulnya karena tau yang memberi materi adalah Nobody.
Satu lagi hal yang bikin agak males setelah workshop yaitu biasanya akan dibuat grup WA atau telegram. Grup WA yang rajin saya buka hanya yang kaitannya dengan kantor dan keluarga aja. Bayangkan dengan rajinnya ikut workshop, berapa banyak WAG di Hp saya, belum lagi WAG sekolah ke-3 anak saya, tiap anak minimal 5 WAG : kelas, khusus ortu, kelas pararel, panitia khusus acara, dan club. Saking malesnya baca grup, anak saya yang di SD sering banget salah kostum atau gak bawa perlengkapan yang sudah diumumkan di WAG. Ada lagi WAG ortu alumni kelas sebelumnya karena tetap ingin satu grup. Belum lagi WAG komplek dan WAG arisan. Saya sengaja tidak mau ikut WAG alumni sekolah, sejak SD sampai kuliah tidak ada satupun yang saya ikuti, soalnya sejak pilpres dan mabok agama, temen-temen saya jadi rada aneh, beda dengan yang saya kenal dulu.
Kenapa saya males dengan WAG setelah workshop? Karena kebanyakan isinya share hal yang gak jelas sumbernya, kadang serentak mengirimkan berita yang sama ada di semua WAG bahkan dikirimkan berkali-kali oleh orang yang berbeda hanya beda waktu sharenya sebab dia gak scroll sebelumnya bahwa berita itu sudah dishare.
Jadi sudah pasti saya tidak akan pernah tertarik dengan workshop via WA atau sering juga disebut KUlWAP. Hingga ketika tahun lalu membaca postingan Om Bud dan Kang Asep yang lewat di timeline FB saya tentang pembukaan Batch 1 Kulwap menulis, saya sekedar baca saja. Meskipun kedua orang ini bukanlah kriteria Dukun Workshop yang seperti saya tuliskan di atas. Toh banyaknya buku yang sudah diterbitkan Ombud sebenarnya sudah bukti tak tersanggahkan tapi saya tetap gak berminat.
Saya “mengenal” Om Bud sudah lama sekali lewat bukunya “Saya Ingin Jadi Copywriter.” Bukunya enak banget dibaca karena disampaikan seperti orang ngobrol. Sejak itu saya langsung follow FBnya dan memburu buku-bukunya. Beliau aktif menulis di FB, meskipun sering tulisannya panjang banget tapi kok saya mau aja ngikutin bacanya sampe abis, saya suka alur menulisnya yang santai tapi “ngena banget”, gak jarang plot twistnya keren abis. Banyak orang yang seperti saya, bisa diliat dari jumlah yang like, Icomment bahkan share tulisan beliau.
Saya akhirnya bertemu langsung dengan Kang Asep dan Ombud saat workshop “Copywriting 4D” yang diadakan oleh Pak Subiakto di rumah UKM. Sumpah itu workshop keren banget, setiap pemateri menyampaikan copywriting dengan style mereka masing-masing, lengkap banget. Satu lagi Om Jimmy dengan Pesantren Copywritingnya. Sayang workshop itu gak pernah diadakan lagi, gak tau kenapa. Setelah itu saya beberapa kali ketemu mereka berdua dengan judul workshop seputar menulis atau creative copywriting.
Kang Asep menurut saya pribadi yang sangat humble dan bersahaja, auranya tuh positif banget. Sepertinya wajahnya sudah dicetak olehNya untuk selalu senyum, gak cocok peran marah. Beliau baru keliatan berbeda pada saat sedang menghipnotis, beneran berubah mukanya. Lewat beliau saya banyak belajar memperbaiki dan membuang energi negative yang ada pada saya.
Lalu tepat pada akhir Ramadhan Juni tahun 2019, saya mendapatkan ujian mendadak tanpa kisi-kisi sebelumnya. Awalnya saya menemani suami untuk check up saja di Penang karena beliau merasa sangat tidak nyaman setiap kali BAB. Tiket pesawat pulang sudah dipesan karena kami pikir paling butuh 2 hari untuk check up betapa kagetnya ternyata hasil pemeriksaan menunjukkan suami saya divonis cancer colon dan cancer getah bening stadium 3C yang harus segera di operasi. Kami tidak siap sama sekali namun tidak punya pilihan lain. Akhirnya operasi langsung dilakukan tepat 2 hari sebelum Idul Fitri. Sepertinya itu lebaran tersedih yang saya rasakan, tidak bersama anak-anak, sendiri di negeri orang tanpa cukup pakaian dan tidak ada makanan.
Pasca operasi, suami masih harus diopname sekitar 2 minggu. Saya tidak membawa buku atau laptop yang bisa menemani membunuh waktu, rasanya waktu bergulir lama karena kebosanan yang begitu mengkristal.
Lalu saya baca postingan Mbak Devina di FB tentang kesempatan terakhir ikut Kulwap menulis Batch 2 karena keesokkan harinya kelas akan dimulai, materi disampaikan seminggu sekali selama 12x dengan biaya seikhlasnya. Saya menimbang-nimbang untuk ikut tapi saya pikir gak ada ruginya sama sekali kalau saya ikutan. Lalu saya langsung hubungi Mbak Devina, masih ingat saya menulis ke beliau : “Semoga saya bisa istiqomah ikut kulwap ini ya Mb karena biasanya saya males baca WA.”
Akhirnya saya ngikutin kulwap pertama oleh Ombud dengan moderator Kang Asep dengan nama WAG The writers, sampai selesai. Ajaib, sampai selesai….ini rekor pertama saya, loh. Setelah akhir kulwap pertama itu, saya jadi mikir kenapa saya bisa gak bosen. Saya tau karena materi disampaikan berdasarkan apa yang telah dilakukan Om Bud saat menulis, bukan teori-teori cara menulis yang pasti sangat membosankan. Peserta yang ikut juga asyik-asyik, keliatan dari pertanyaanya yang gak biasa dan bisa berkembang luas lagi dengan jawaban Om Bud.
Singkat cerita, saya berhasil menyelesaikan mengikuti kulwap itu. Keajaiban kedua, saya antusias mengikuti obrolan di grub tersebut bahkan ikutan nimpali. Meskipun materi telah selesai, Om Bud dan Kang Asep pun tetap aktif dalam grup setelah memberikan kita “benih” untuk menulis, mereka berdua sangat mendorong kita untuk menyemainya dengan cara menulis tanpa harus menunggu ide karena ide akan datang saat menulis . Lewat benih yang disemai, dikoreksi bila salah hingga akhirnya benih tersebut berhasil di panen berupa buku yang diterbitkan. Tidak sedikit yang akhirnya peserta yang menerbitkan buku.
Grup The Writers ini seperti makan nasi goreng komplit special saking lengkapnya. Ada peserta yang bisa bantu mengedit hingga menerbitkan buku, ada yang bisa bantu design dan kerennya lagi ada Mas Wicak yang dengan sukarela membuat website dan apps The Writers sebagai wadah bagi kami menulis. Saya merasa sangat bersyukur bergabung di sini, semua saling menyemangati bahkan kami sepakat bila ada yang menerbitkan buku maka kami akan membelinya sebagai bentuk dukungan positif. Lalu, dimana lagi bisa belajar menulis dengan atmosphere seperti ini ?
Dalam setiap ujian sepahit apapun itu, pasti terselip hikmah bagi orang yang mau mencarinya. Seperti ujian saat suami saya sakit, hikmahnya saya jadi bisa belajar menulis dan mematahkan dogma saya sendiri tentang grup WA. Dan tulisan ini adalah salah satu buktinya!
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.