Yakin semua tentang UANG?

Setelah melewati malam yang panjang, Si Nitro dan Si Carbon sama-sama membuka kedua matanya. Si Nitro dan Si Carbon memang berbeda, mereka mengisi ruang keberagaman yang ada di dunia menjadi lebih berwarna.
Kenalkan Si Nitro, manusia yang katanya beruntung. Bagaimana tidak? Hidupnya bergelimpang kemewahan dan kemegahan. Ibarat manusia langit, manusia bumi untuk sekedar memadang Si Nitro aja, harus mendongakkan kepala keatas keras-keras.
Oh ya kenalkan juga Si Carbon, manusia teraneh yang pernah dijumpai teman-temannya. Tingkah lakunya dan juga cara berpikirnya memang berbeda, ajaib, bahkan kadang terkesan magic. Mungkin inilah sebab yang membuat Si Carbon dianggap seperti Alien oleh manusia yang pernah berjumpa dengannya.
Kali ini Si Nitro terbangun di sebuah kapal pesiar megah. Pemandangan disekelilingnya sangat indah. Hamparkan lautan luas dihiasi perahu-perahu yang bergoyang diatas gelombang yang tenang. Walaupun demikian pandangan dalam dirinya tidak seindah pemandangan yang ada disekelilingnya.
Terbangun dari mimpi malamnya, Si Nitro seakan bercerita kepada teman seranjangnya, namanya Bunga. Bunga ini wanita kesekian yang dia beli dengan uang untuk sekedar menemani dan memuaskan nafsunya. Si Nitro berteriak kepada Bunga dengan nadanya penuh amarah. Mimpi malamnya sungguh menegangkan hingga membuatnya terbangun tengah malam,
“Anjing, berani sekali bandit itu mengincar harta dan bendaku yang ada di Simprug! Dia lupa apa siapa keluarga kami ini!”.
Bunga yang kaget, hanya terdiam dan menutupi tubuh telanjangnya dengan selembar selimut, seolah tidak tau harus bagaimana.
Si Nitro melanjutkan ocehannya seolah menggambarkan mimpi malamnya yang sengit,
“Bisa bisanya kapak si Anjing langsung mengibas kepala ayah, hingga darah ayah muncrat kemana-mana. Untung gue bisa menghindar, langsung bisa bangun, dan ga jadi mati.” ungkapnya sambil tersengal-sengal.
Tanpa berpikir panjang, Si Nitro langsung meraih ponselnya dan menelpon salah satu karyawanya.
“Lama sekali loe ngangkat telepon. Budek ya loe! Niat kerja ga sih!”, begitulah kalimat yang pertama kali diucap setelah tersambung dengan Joko.
“Maaf pak, ini masih jam 4 pagi, saya kan juga perlu tidur”.
“Udah gak usah banyak alasan loe kalau masih butuh duit. Denger baik-baik, jangan sampai salah! Loe harus cari secepatnya! Seorang pembunuh bayaran untuk melacak keberadaan Si Anjing Dodi!”
Hmmmm, memang apapun sangat mudah dijangkau oleh Si Nitro dan semua bisa dibelinya dengan uang. Sayangnya, Si Nitro tidak pernah merasa cukup dan puas. Orang-orang seakan datang lalu pergi begitu saja. Kebanyakan dari mereka hanya memanfaatkan kekayaan keluarga Si Nitro. Karyawan Si Nitro sekali pun tidak pernah mencarinya, justru nyaman ketika tidak nampak batang hidungnya, kecuali kalau ada butuh uang saja.
Sedangkan Si Carbon terbangun ditempat biasa dengan suasana yang tergolong ekstream. Si Carbon ini kalau tidur, tidak memakai apa-apa. Eh, tapi bukan berarti dia telanjang. Maksudnya Si Carbon lebih memilih tidur tidak beralaskan apapun, tidak ada kasur yang empuk, tidak memiliki bantal dan guling. Boro-boro ada AC, kipas angin pun tidak ada, tapi dia tidak sekalipun mengeluh di kondisi dan situasi apapun. Apapun yang datang kepada Si Carbon selalu disambut baik olehnya. Sesuatu yang dianggap Jackpot oleh orang lain pun, Si Carbon bisa hadapi dan selesaikan dengan tertawa.
Seringkali orang lain menggeleng-gelengkan kepala melihat cara kerja Si Carbon dalam menyelesaikan masalah, anehnya dia juga selalu dicari dan dirindukan keberadaanya. Idenya selalu dinanti, ketika yang ada disekelilingya pada kesulitan dia mampu hadir untuk mempermudahnya. Padahal kalau Si Carbon menghilang, paling-paling tidak akan jauh dengan Warkop. Energi Si Carbon ini sangat murah meriah, cukup terisi oleh secangkir kopi dan beberapa lembar roti tawar tanpa isian.
Hidup Si Carbon yang sederhana ini seringkali menebar manfaat pada sekelilingnya. Jam 12 siang waktu istirahat dari kerja, Si Carbon singgah ke Warkop Paiji, dia memesan secangkir kopi pahit dan mie instan dengan 3 telor.
Paiji seakan kaget dengan pesanan yang tak biasanya,
“Tumben bos, makan telor. Lagi diet apa nih?” sambil ketawa ringan
Si Carbon membalas candaan Paiji,
“E buset ji… Semalem aku mimpi ji, kalau siang ini aku makan telor 3 biji nanti daganganmu makin laris”
“Tuman deh Si Bos… klenik dari mana tu? Ga usah ngada-ngada dan berusaha menghibur! Eh, tapi doain ya bos, tiga hari ini lagi sepi nih. Orang-orang sombong amat dah, pada makan di cafe tuh, kalau tanggalan tua dikit ngutang deh kemari.”
Setelah melahap sajian sederhana dari Warkop, Si Carbon hendak melanjutkan rutinitasnya.
“Udah ji, mau berkarya dulu nih biar kayak orang YES MAN.”, Sambil memberi uang kepada Paiji.
“Eh banyak amat ji, ini mah ngembalikannya yang susah”
“Santailah Ji, Ambil aja sisanya! Racikkanmu selayaknya dihargai dengan lebih, Sampai jumpa lagi Ji”.
Demikian cuplikan kisah sehari-hari antara Si Nitro dan Si Carbon, hidup di ruang yang berbeda namun berpijak pada bumi yang sama. Konon katanya sih, tingkat kebermanfaatan seseorang bisa diukur dari sesederhana tingkat kerinduan terhadapnya, seperti selalu ada yang kurang kalau tidak ada dia. Hiduplah bermanfaat kawan agar dirindukan keberadaanmu, mungkin segalanya butuh uang, namun uang itu hanyalah pembantu yang sangat baik tapi majikan yang sangat buruk.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.