Serangga Purba

Serangga Purba

Eh ... ada apa itu? Tiba-tiba mataku menangkap sesuatu di celah bagian bawah pintu kamar mandi. Tampak seperti sepasang antena serangga yang melambai pelan. Spontan aku menghentikan aktivitas tangan pada aliran air keran wastafel. Pandanganku tak lepas dari objek bergerak itu. Aku sedang mengira-ngira, apakah benar sinyal yang baru saja disampaikan otak, bahwa itu adalah serangga coklat bersayap yang selalu berhasil membuatku bergidik?

Aku melangkah mendekati, sangat perlahan. Aku tak mau terdengar suara yang bisa memicu makhluk apa pun di bawah sana bereaksi. Namun, meski sudah berusaha mempertajam pandangan, aku tetap tak bisa memastikan. Sementara otakku terus mengulang pindaian pertamanya. Kecoak ... kecoak! Oh, bagaimana kalau memang benar itu, kecoak?!

“Kakk ... sssttt ... Kak!” Aku berbisik memanggil putri sulungku, yang sudah beranjak remaja. Aku tahu dia ada di ruang keluarga, tepat bersebelahan dengan tembok kamar mandi.

Tak lama terdengar langkah kaki mendekat.

“Ya, Mom … kenapa?”

“Kak, coba lihat di bawah pintu, ada kecoak? Dari dalam, Mom hanya bisa melihat antena saja.”

“Umm ... kayaknyaaa ... iya, Mom! Menempel di bagian bawah pintu!” 

Waaaks …! kini aku benar-benar bergidik, bulu-bulu halus di sekujur tubuhku berdiri. Spontan kakiku meloncat ke atas kloset, yang terletak tak jauh dari sisi pintu. Hanya itu satu-satunya tempat berlindung yang lumayan aman, meski tetap saja tidak mengurangi akselerasi degup jantungku. Bahkan, dalam sekejap otak malah membuka segala arsip kejadian-kejadian menegangkan yang pernah kualami bersama serangga purba itu. Bagaimana kalau nanti dia berjalan merayap di dinding? Atau bahkan terbang seperti waktu itu?  

“Mom, coba disiram!” Suara si sulung menyadarkanku untuk segera mengambil tindakan. Dia sangat mengerti aku tak pernah berdamai dengan jenis serangga yang satu ini.

“Iya Kak, sebentar!” Aku semakin merinding membayangkan reaksi ‘ajaib’nya bila mendapat usikan dariku.

“Kakak buka pintu, ya … Mom, putar dulu kuncinya.”

“Jangan Kak ... nanti kecoaknya bergerak! Ga usah dibuka dulu pintunya!”

Duuuh itu kecoak betah banget lagi di bawah pintu, untuk apa sih dia di situ! Batinku mulai mengomel tak karuan.

“Ga apa-apa, Mom, kecoaknya diam saja, kok.”

Begitulah, tak perlu menunggu lama, logikaku mulai bicara. Tarikan napas panjang mengawali aksiku. Jari jemari berusaha menjangkau kunci, sementara bola mata tetap fokus pada kedua antena yang masih melenggak-lenggok. Tak begitu sulit, memang luas kamar mandi di bagian bawah tangga ini tidak terlalu besar. Berhasil, pintu sudah tak terkunci. Perlahan si sulung membuka pintu, kuamati serangga bersayap lebar itu masih bergeming. Pintu semakin lebar terbuka, aku menahan napas, dan yak inilah saatnya … setelah merasa bukaan pintu cukup untukku, aku pun bergegas melompat keluar, berlari cepat meninggalkan kecoak yang mungkin masih bertanya-tanya, ada kejadian apa di sekitar yang mendorong instingnya untuk tetap diam, tak bergerak.

Ah, entahlah aku tak peduli. Aku tak mau mengingatnya lagi.

 

 

***

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.