Reuni untuk Mameng
Ada setitik harapan ketika undangan reuni SMA diterima Mameng.....apakah dia bisa mewujudkan asanya?
![Reuni untuk Mameng](https://thewriters.id/uploads/images/image_750x_63d866696db02.jpg)
Hampir 30 tahun Mameng tak lagi bersua dengannya. Dulu Mameng memang naksir gadis ayu pujaan hati di sekolahnya. Parasnya ayu, body semekel mirip artis Michael Yeoh. Rambut ikal pelit, pinggulnya seksi bak buah pir. Senyumnya memancarkan aura kehangatan. Wajar kalau siswa pria satu sekolah banyak yang sakit tipus memikirkannya . Meski sepihak, Mameng memendam perasaannya dengan sakral. Diapun tertekan, tak ada lagi wanita lain yang bisa meruntuhkan sosok Dessy.
“Saya sangat mendambanya. Kuharap dia cinta pertama dan terakhirku!” papar Mameng sambil memagut dirinya di depan cermin.
Mameng belum punya keberanian untuk mengungkapkannya. Cintanya pada Dessy dia kubur terlalu dalam. Dan diusianya yang hampir 50 tahun, masih membujang! “Aku bersumpah, akan kupersembahkan keperjakaanku buat Dessy!”, gumamnya diiringi suara petir yang menggelegar. Saat itu Mameng masih muda dan ganteng. Dia gak peduli jika Malaikat mencatat sumpahnya.
Membutuhkan 30 tahun untuk membingkai mozaik rasa rindunya yang terberai. Sebuah pesan mampir ke handphone Poco nya. Dia membaca sambil mengernyitkan dahi. Dilayar handphone muncul teks, undangan reuni dari SMA nya!
“Berjuta gunung telah kudaki! Beribu candi tlah kubuat! Tapi satu keinginanku sebelum tiada. Aku akan m engungkapkan perasaanku ke Dessy! Gak peduli meskipun dia sudah bersuami. Lebih baik mati terkubur tanah, daripada tak sempat menyatakan perasaanku”
Kini rasa kangen dan idam Mameng untuk bertemu sang pujaan mengaduh lagi. Dia bilang sakit karena hatinya. Mameng juga nestapa karena mengharapkannya. Tapi kita tak tahu, apakah bahagia Mameng masih sama? Apakah rasa rindu yang berkecambah ini termasuk hitungan biji tasbih kehidupan si Mameng ?
Mameng memutuskan untuk memulai perjalanan panjang 450 kilometer ke kota tempat SMA nya dulu. Gelak dan riangnya acara reuni tak membuat Mameng berbaur dalam kegembiraan.
Mameng keluar dari aula sekolah untuk duduk di pojok kafe itu. Satu hal yang ditunggunya, kedatangan Dessy yang sudah dikontaknya sebelum datang. Dia menunggu 2 jam dengan gelisah! Dessy , bidadari yang ditunggu selama 30 tahun belum menampakkan raganya.
Tetiba sebuah Pajero Sport berhenti di depan kafe. Seorang pria metropolis berkalung emas, menghampirinya.
“Ini Mameng ya, apa kabar!”, sapa nya sambil menyodorkan tangan untuk salaman.
Mameng sebenarnya masih aras arasan ngobrol dengan orang asing. Tapi dia sadar, karena momennya lagi reuni, diapun berbasa basi balik menyapanya: “Hai, kabarku baik. Maaf ini siapa ya?”, tanya Mameng.
“Waduh.....masa sih kamu lupa. Aku Deni! Dulu namaku Dessy”, kata pria itu.
Keduanya bersitatap sekian detik. Mameng tetap memaksa mulutnya tersenyum sedih. Tetapi kita tau itu bukan rona yang sesungguhnya. Mameng mengkonfirmasi perasaan redupnya, tidak ada kehidupan tandus dan musim kemarau. Tak ada gemericik api lagi disana. Mata tak pernah salat, meski senyumnya berusaha mengelabui. Tapi bahagia adalah selalu bisa tersenyum. Tak hanya di bibir, melinkan juga tampak di mata. Dan netra mameng kosong.
Ya, semilir angin di aula sekolah, mengkompil kesedihan Mameng. Dan rupanya hidup punya kejutannya sendiri. Dessy, wanita yang dulu ditaksir dan dicintainya, kini sudah bertransformasi menjadi seorang transgender, berganti nama menjadi Deni.
Perih......
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.