Pertama Kali

Cerpenting

Pertama Kali
Zaenal

Pagi sekitar jam 7, Saya, Aril, Amud dan Zaenal sudah berkumpul di halaman Masjid. Kami berempat akan mengikuti kegiatan sertifikasi guru Alquran metode UMMI, tidak jauh dari tempat kami bekerja.

Bagi Saya dan Aril hal ini memang suatu kewajiban, karena kami berdua sudah menjadi pengajar Alquran sejak 3 tahun yang lalu dengan metode tersebut meskipun belum memiliki kualifikasi yang seharusnya, yaitu harus mengikuti sertifikasi tersebut. Sedangkan Amud dan Zaenal mereka berdua sama sekali belum pernah mengajar.

Singkat cerita, kamipun tiba di tempat tersebut dan mulai mengikuti kegiatan dengan cukup baik, mendengarkan beberapa materi yang cukup mudah dicerna.

Bagi Saya mudah, karena Saya sudah mengajar dengan metode tersebut. Hanya beberapa saja yang perlu dibenahi berkat pelatihan tersebut.

Lalu saya memperhatikan kedua teman tadi, zainal dan Amud.... Di ruangan tersebut mereka duduk bersebelahan. Sesekali saya melihat mereka berdua sedang mengobrol. Dalam hati saya bertanya, "mereka berdua ngerti ga yah?"

Tapi mereka sangat antusias mengukuti semua materi yang diberikan oleh para pemateri hingga akhirnya sampailah pada pemateri yang terakhir.

Pembicara tersebut menantang para audiens untuk mencoba mempraktikan meteri dan juga contoh-contoh yg mereka sudah berikan.

Seperti biasanya, jika sudah seperti itu, para peserta sudah mulai gelisah, jangan-jangan dirinya yang ditunjuk. Tetapi pemateri punya cara lain untuk menunjuk salah satu di antara kami, Beliaupun berkata kepada para peserta. "Sekarang kita mulai berhitung yah, pada kelipatan tiga diganti dengan kata dor! Yang salah menyebutkan maka dialah yang akan maju."

Mulailah peserta berhitung dari peserta yang duduk paling kanan. 

"Satu, dua, dor!"

"Empat, lima, dor!"

"Tujuh, delapan, dor! Dor, eits!" Zaenal latah.

Ruangan yang tadinya sepi dan senyap mendadak riuh dengan suara tawa. Salah satu kawan saya yang bernama Zaenal tidak menyebutkan angka setelah dor tadi. Dia malah mengulang kata dor tersebut. Akhirnya dia pun maju kedepan dengan senyum-senyum. Malu dan terlihat sangat kebingungan.

Lalu, pemateri memberikan microphone dan juga alat tunjuk berupa almunium kemudian mempersilahkan Zaenal untuk mulai praktik mengajar dengan metode yang telah dipelajari.

Lama dia terdiam. Kemudian memberi salam, dan mulai banyak bertingkah lucu dengan kata dan kalimat yang spontan tapi mengundang gelak tawa para peserta lain, termasuk saya tentunya yang tahu persis dengan latar belakang dan keseharian dia.
Ruangan benar-benar ramai dengan suara tawa dan ada juga yang meneriaki Zaenal.

"Sapa dulu siswanya!" Teriak seseorang.

"Doa dulu!" Sahut yang lain.

"Apersepsi dulu!" 

"Hafalan dulu!"

Riuh sekali ruangan jadinya. Terlihat wajah Zaenal yang sangat grogi dan hanya bisa nyengar nyengir, tangan gemeteran, kakinya juga. Tapi dia tetap semangat mengulang semua yang telah dicontohkan oleh pemateri. Tak ketinggalan gaya sang pemateri diikuti olehnya dan hal itupun semakin membuat yang lain tertawa melihat Zaenal.

Akhirnya, diapun mengakhiri penampilannya itu dengan ucapan salam dan pengakuan diri kepada pemateri dan peserta yang lain bahwa dia sebelumnya belum pernah mengajar.

"Ini yang pertama kali." Aku Zaenal.

Saat dalam perjalanan, Saya dan Aril membicarakan aksi zaenal tadi.

"Dia itu sekolah tamatan apa sih?" Tanya Aril.

"Kayaknya SDpun ga tamat deh." Jawabku.

"Ketahuan sih, kalau orang ga pernah makan bangku sekolah." Pungkas Aril, sembari kami berdua masih terus tertawa membayangkan kembali peristiwa tadi.

Zaenal adalah marbut Masjid, salah satu dari dua marbot Masjid sekolah tempat saya bekerja. Sehari-hari, dialah yang mengumandangkan adzan dan juga sesekali menjadi imam salat. Bergantian dengan marbut yang satunya lagi.

Itulah Zaenal. Marbut kami yang sebentar lagi mengajar. Nantikan kedatangannya.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.