PERBEDAAN TULISAN BLOGGER DAN STORYTELLER #2
Jam 12 tepat, kelas storytelling berhenti untuk beristirahat makan siang. Di depan pintu, Riziek sudah menunggu memegang kertas yang dipenuhi oleh huruf. Senyumnya lebar menyiratkan kemenangan yang lahir sebelum dimulainya pertandingan.
“Tulisan saya udah kelar, nih,” katanya sambil mengipas-ngipaskan kertas di tangannya.
“Hehehe….makan dulu, yuk? Kita ngobrolnya sembari makan siang.”
“Tapi saya kan bukan peserta? Masa ikutan makan?”
“Gapapa, biasanya panitia selalu belinya lebih untuk antisipasi,” kata saya sembari menyambar dua buah nasi kotak dan mengajaknya ke ruangan pribadi supaya gak terganggu oleh peserta yang lagi makan.
“Om Bud, udah nulis ceritanya?”
“Belum. Tapi ceritanya udah ada di kepala. Ntar gue tulis sembari makan.”
Di dalam ruangan saya yang sempit itu kami makan berdua. Riziek rupanya sudah sangat bernafsu sehingga tanpa minta persetujuan saya, dia membacakan ceritanya dengan suara lantang.
“Okay saya bacain tuisan saya, ya? Ceritanya begini, Om:
____________
KAFE MEMORI
Baru saja memasuki kafe Memori, udara dingin AC menyambut kedatanganku dan seketika membuat tubuh ini sejuk dan nyaman. Udara dngin dilengkapi dengan sapaan hangat dari seorang staff perempuan yang wajahnya dihiasi senyuman yang bukan main manisnya.
“Selamat datang di Kafe Memori. Untuk berapa orang, Bapak?” tanya perempuan itu. Suaranya begitu lembut membuat saya langsung betah sebelum waktunya.
“Saya sendiri,” sahutku.
“Baik, mari ikut saya.”
Di ruangan yang cukup besar itu, bau harum kopi mendominasi sementara sayup-sayup sebuah lagu jaman kolonial terdengar dari speaker-speaker yang ditempel di atas plafon.
Ini adalah pertama kali aku datang ke Kafe Memori. Seorang teman merekomendasikan tempat ini ketika kami mengadakan reuni SMA kemarin. Dan apa yang aku temukan ternyata jauh lebih bagus dari yang kubayangkan. Desain interiornya bergaya antik dengan campuran sentuhan modern masa kini.
Ketika pesanan datang, aku semakin takjub karena kopi dihidangkan dengan mug yang dulu sering dipakai oleh ayahku di kampung. Model dan obyek lukisannya sama tapi gaya lukisannya dibentuk dengan gaya vignette sehingga membuat mug itu seperti reinkarnasi tokoh lawas dengan enerji yang sangat kekinian.
Untuk menemani kopi, aku membeli kue-kue yang terdapat di depan yang letaknya tepat di samping bar para barista. Sambil berjalan, aku memperhatikan tamu-tamu di sana. Kebanyakan semua berdandan perlente. Mereka nampak happy sekali, bersenda gurau diselingi tawa yang berderai-derai.
Untuk kesekian kalinya, kembali aku tertegun. Di dalam etalase tedapat berbagai macam kue yang biasa aku makan waktu SD. Ada kue cucur, ada kue lumpur, ada kue tete dan masih banyak lagi. Seperti konsep yang tadi aku sebutkan, kue-kue ini juga mewakili jaman lawas dan jaman modern sekaligus. Entah bagaimana cara memasaknya tapi secara penampakan kue-kue tersebut jauh lebih keren dari kue aslinya.
Aku kembali ke meja menikmati Cappuccino yang terbuat dari kopi Illy dengan kudapan yang mengantarkanku pada masa lalu tanpa meninggalkan kekiniannya. Aku membatin di dalam hati, ‘Suatu hari aku akan bawa seluruh keluargaku dan menemukan quality time di tempat yang sangat homy ini.
Jadi buat Anda yang suka ngopi, aku anjurkan untuk datang ke sini. Kafe Memori adalah pilihan yang tepat. Selain penggabungan dua unsur masa lalu dan masa kini ternyata juga ada penggabungan yang lain lagi yaitu, Tempatnya mewah tapi murah. Hidangannya memukau tapi terjangkau. Kopinya manis tapi ekonomis.
Selamat menikmati.
____________
Plok…plok…plok….!!!!
“Keren-keren!” kata saya sambil terus bertepuk tangan.
“Thank you. Thank you. Jadi gak ada bedanya kan tulisan saya dengan storytelling?” tanya Riziek.
“Sebetulnya tulisan lo udah bisa dimasukin ke kategori storytelling.”
“Udah bisa? Jadi belum storytelling maksudnya?”
“Udah tapi storytellingnya kurang kentel aja. Tulisan lo masih terlalu fokus pada produk. Sementara storytelling lebih fokus pada story. Makanya namanya storytelling.”
“Maksud Om Bud tulisan saya jelek?”
“Lo gak usah terganggu sama omongan gue. Tulisan lo udah bagus banget terlepas dari storytelling atau tidak.
“Tapi pertanyaan saya belom terjawab. Saya beneran mau tau beda tulisan blogger dan storyteller,” desak dia lagi.“
"Okay. Bentar, ya?"
"Tulisan Om Bud udah kelar?”
“Belum. Gue tulis dulu, ya. Kasih gue waktu 5 menit. Lo lanjutin dulu aja makannya,” sahut saya lalu mencoret-coret kertas sementara orang tersebut melanjutkan ritual makan siangnya.
Bresambung...
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.