NYAMUK BULE

NYAMUK BULE

Kenapa hanya aku yang digigit nyamuk? Padahal di ruang makan ada suami dan anakku. Mereka tenang di kursi meja makan menikmati susu hangat. Apakah karena posisiku di tempat gelap dan jauh dari lampu sehingga jadi sasaran empuk? Mau tidak mau, kuakhiri malam ini dengan olesan minyak kayu putih di seluruh badan. Alamat suami memunggungiku, secara dia benci aroma kulitku dengan minyak itu. Nasiib...

Benar saja. Sepanjang malam aku garuk-garuk, sementara suamiku terlelap menghadap tembok. Kucolek-colek punggung soulmateku itu. 

"Ay, madep Ibu, dong," aku merajuk. 

Suamiku membalas dengan dengkurannya. 

Meski aku perlu berjuang untuk bisa mengalihkan gatal nyamuk ke dalam kantuk, akhirnya aku bisa tidur juga. Jujur, detik-detik terakhir sebelum tidur, aku masih memeluk dendam mendalam. Bukan ke suamiku. Bukan. 

"Ngggiiing....."

Suara nyamuk jelas tertangkap telingaku. PLOK! Kutepuk sumber suara tapi hanya angin yang kudapat. Beberapa detik kemudian terdengar lagi. 

"Ngggiiing...."

Kulirik suamiku, masih sleeping beauty. Heran, kok bisa? Kenapa suamiku tidak terganggu oleh keributan nyamuk yang mengelilingiku? Kenapa juga suamiku tidak diganggu? 

Kutatap nyamuk yang melintas di depanku. 

"Woi! Muk!" panggilku dengan ketus. 

Ngggiiikkk! Nyamuk mengerem kepakan sayapnya. 

"Beg your pardon?" kata makhluk kecil itu. Dia menoleh kepadaku. 

Heh? Gaya banget nih nyamuk pakai bahasa Inggris segala. 

"Iye! Kamu. Sebentar, sini!" kataku sambil menepuk bantal di depanku. "Duduk sini. Ibu mau tanya. Sebelum Ibu kehabisan sabar." 

"Ow.. Ow.. Slow, Madam. Slow. Speak slowly, Please. Sorry, I'm not from here. What can i do for you, Madam? But hurry, i must continue my work." 

Wuidih! Dikira nyamuk import kali ya?! 

"But understand, kan, I punya talking-talking?!" tanyaku memastikan. Jangan sampai sudah berbusa, doi tidak paham. Buang-buang energi namanya. 

Si nyamuk manggut-manggut. Kuperhatikan tubuh mungilnya. Hmm, syukurlah, badannya mulus tidak belang-belang. Aku tiba-tiba ingat musuh bebuyutanku, yang sudah membuatku kena DBD dua kali. 

"Begini, Ibu penasaran. Why, You and your friends always gigit me? Not my suami or my  lanang? Why?" 

Sekuat ingatanku, kukerahkan bahasa Inggrisku yang pas-pasan. 

"You know, Madam, we only eat what we think is delicious." kata nyamuk dengan santai.

Apa? Aku lezat? Terus yang lain?!

"Ah, your smell is better than others," katanya lagi seolah mendengar teriakan batinku. 

"What? Tapi, tapi, why??" tanyaku antara kesal dan penasaran. 

"Search on google, the fact, mosquitoes only like skin with good microbiota. You know microbiota? Like bacteria on your skin?" 

Haaah! Makin tidak sopan aja nih, nyamuk bule! 

"Enak aja! You kira, I jorok apa?! Bakteri apaan? I mandi lebih rajin dibanding yang laen, asal you tahu ya!" 

Ngiiiing! Si nyamuk terbang sambil tersenyum nakal. Ngiiiing! 

"EH! EH! Wait, jangan cabut begitu aja, woi, nyamuk, woi, bulee!" 

Si nyamuk malah mengedipkan sebelah matanya. Dia terbang ke arah telapak kakiku. "I'm sorry, Madam, I need a little more. Ikhlasin yeee" 

Cih! Bener-bener ni nyamuk. Eh, apa? Ikhlasin? 

"Eh, situ bisa bahasa Indonesia?" tanyaku setengah keki. "Woi, jawab! Don't you isep terus, di telapak gatelnya 3 kali lipet, tahuu! Udeeh, setop! Balik ke negara you, sana! Gidaaah!" 

Tiba-tiba kurasakan tubuhku diguncang-guncang seseorang. Lamat-lamat kudengar suara yang sangat kukenal. 

"BU, IBU! BANGUN, BU! Ibu mimpi? Ibu ngomong sama siapa? Sampe teriak-teriak malem-malem. BU, BU...." 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.