"Kalo anak2 batch 11 lebih cerdas lagi. Mereka bikin buku antologi berupa kumpulan cerita pendek yang ditulis oleh 10 orang…........."
Itu penggalan kata- kata Om Bud yang diucapkan, eh dituliskan, pada 9 Oktober 2020, jam 22.00, di hari pertama kelas WA batch 12 The Writers. Di mana saya adalah salah satu pesertanya.
Widih!!! Ketohok bener, entah kenapa. Mungkin, karena ka-er (kecil rasa) bahwa kami yang batch 12 ini jangan-jangan nggak cerdas nih. Haha, saya lupa kalau kami baru memulai sebuah proses belajar. Ya tentu saja harus bodoh dulu donk ah...
Atau, apakah ini tantangan? Mungkin sebaiknya dianggap begitu saja. Maka, dalam diri saya timbul niat untuk bisa menerbitkan buku bersama teman-teman sekelas. Harus! Masakan dari sekitar 40-an lebih peserta di batch 12, tak ada satupun yang berniat sama? Tak mungkiiiiiin...
Kelas WA selama 8 minggu itu tak terasa akhirnya selesai juga. Sebelum kami ‘berpisah’ saya berhasil menjaring 14 orang (termasuk saya jadi total 15 orang) yang punya niat serupa untuk membuat buku bersama. Senang sekali!!!
Tentu saja, sebagai orang yang paling berisik soal niat penerbitan bersama ini, saya merasa bahwa saya harus bisa terus menjaga nyala semangat teman-teman dalam frasa sebelum mati, minimal buatlah satu buku. Agar kejadian!
Semula, saya kira saya akan sendirian saja dalam menjaga nyala lilin semangat itu. Tapi, segera saya menemukan bahwa ternyata tak demikian. Ada mBak Binny Buchori, yang selain ikut menjaga nyala, juga menjadi cambuk buat saya dengan kata-kata emasnya: buku kita.
“’Buku kita’ kita itu maksudnya buku gue dan mBak Binny berdua saja, ataukah buku batch 12 kita?”
Demikian tanya saya suatu saat, karena sempat mengira mBak Bini ngajak bikin buku berdua. Dih, kege’eran!
Dengan adanya mBak Binny di samping saya, modal bacot lantang saya menjadi lebih terarah. Kami sering teleponan, berbicara melalui zoom, bahkan sempat bertemu luring alias kopdar pada 14 Juni 2021. Timing yang pas bener, karena beberapa hari kemudian covid-19 varian delta menghajar keras tanah air kita.
Hasil pertemuan luring itu semakin lebih membulatkan rencana. Hasilnya, ada dua hal penting yang kami capai. Ehe…
Pertama adalah, menentukan jadwal perkiraan penerbitan yang lebih pasti dan terarah. Idealnya, buku terbit 9 Oktober 2021. Itu tanggal sakti, tepat setahun setelah batch 12 dimulai. Tapi, setelah dihitung-hitung (saya lupa pakai rumus hitung apa hehe…), mBak Binny menyatakan bahwa buku kita sebaiknya terbit pada Desember 2021 saja. OK.
Lalu, hal kedua yang tak kalah pentingnya adalah, membulatkan tekad untuk mengajak mBak Lily Setiadinata, untuk bergabung bersama dengan mBak Binny dan saya dalam tim hore-hore ini. Berdua saja rasanya kurang afdol juga, harus ada suara satu lagi. The more the merrier lah…
Namun, terutama saya, diam-diam punya kecemasan. Apakah teman-teman masih tetap punya semangat yang sama? Apakah menjaga nyala yang kami upayakan akan berhasil?
Sebagai back-up plan, kalau terpaksa, ya sudah, kami terbitkan buku bersama kami bertiga saja.
“Masing-masing dari kita bertiga nanti masukkan enam tulisan ya,” kata mBak Binny.
Sedangkan apabila jumlah partisipannya sesuai dengan rencana semula, maka ditentukan bahwa masing-masing bisa memasukkan maksimal 4 tulisan. Minimal 1 tulisan—ah ya tentu saja ya…
Di salah satu zoom di antara kami bertiga, kami juga membicarakan apakah calon buku kami ini perlu mempunyai tema tertentu. Sebagai arahan menulis buat teman-teman yang lain.
“Bagaimana kalau temanya adalah ayah-ibu?” usul mBak Lily.
Kami setuju. Meski dalam bingkai tema, sifatnya sangat bebas, cair, dan luas tanpa batas. Terserah sang penulis untuk mematok pagar-pagarnya. Tema ini segera direspon orang beberapa rekan. Meski membesarkan hati, tapi masih belum sesuai dengan harapan. Masih sepi kiriman tulisan.
Melihat kenyataan ini, kami berpikir bahwa jangan-jangan penetapan tema malah menghalangi kreatifitas teman-teman. Jadi, kami memutuskan untuk menghapuskan tema tersebut. Teman-teman yang sudah menghasilkan tulisan berdasarkan tema itu, tentu saja bisa mempertahankannya. Tak harus berubah.
Semakin mendekati deadline, satu per satu kawan batch 12 mulai menyetor tulisannya. Hati ini rasanya bahagia sekali! Pada akhirnya, dari 15 yang terdaftar, memang hanya 9 orang yang akhirnya muncul. Itu sudah cukup! Tapi, di luar dugaan, 1 orang yang tak pernah bersuara sama sekali, menyatakan hendak ikutan juga. Wah! Senangnya!!!
Maka, walhasil, dari batch 12 The Writers ini, ada 10 orang yang bergabung bersama untuk menerbitkan sebuah antologi. Jumlah tulisan 21. Keren!
Menjelang masuk ke tahap berikut, ketika semua tulisan sudah berkumpul, lagi-lagi saya bersyukur karena ada mBak Binny dan dan mBak Lily. Saya pribadi mulai menjadi sangat sibuk, konsentrasi dan tenaga saya untuk urusan penerbitan buku ini menjadi sangat menurun. Akibatnya, saya menjadi tak sabaran, dan maunya urusan cepat-cepat selesai saja. Padahal, judul bukunya saja belum ada.
Sekali lagi, untung bagi saya, ada mBak Lily yang bersedia menjadi CP, yang berhubungan dengan Mas Andung Yulianto dari Penerbit Bravebooks sebagai penerbit kami, dan segalanya. Ini bukan masalah gampang lho! Namanya juga menerbitkan antologi alias buku beramai-ramai. Belum lagi, ada yang harus memberi pencerahan soal rencana kami ke Uni Devina, Om Bud, dan Kang Asep; think tanks The Wirters yang adalah para pembuka jalan kami ke buku ini.
Soal judul buku, akhirnya kami mengikuti usul Om Bud: Kenangan Jambu Kluthuk. Sejatinya, itu judul salah satu tulisan saya. Bedanya, kalau yang saya pakai kata kluthuk-nya tanpa huruf H. Sengaja saya diamkan soal itu, biar berbeda sedikit lah, kawan…
Oya, di penerbitan ini kami tidak memakai penyunting dan proofreader khusus. Semua serba swalayan lho hehe…
Oleh mBak Lily, saya masih dilibatkan untuk memeriksa proof print dari Mas Andung. Saya lakukan dengan tergopoh-gopoh sekali, dan kemungkinan masih banyak hal yang terlewat. Maafkan! Tapi, ya sudahlah ah...
Ketika pada akhirnya, Mas Andung mengumumkan bahwa buku pesanan kami sudah menuju alamat kami masing-masing, wuaaaaah…, kagetnya!!! Senang!? Tentu saja!
Lega rasanya. Karena, buat saya pribadi, dan mungkin juga teman-teman se-antologi Kenangan Jambu Kluthuk ini, pada akhirnya kami punya buku bersama yang, lagi-lagi buat saya pribadi, antara lain akan menjadi kenangan akan batch 12-nya The Writers yang pernah saya ikuti. Ah, saya bangga dengan pencapaian kami bersepuluh! Saya bangga dengan teman-teman semua!!!
Nah, teman-teman, akhirnya kita bisa memenuhi semangat sebelum mati, minimal buatlah satu buku. Tapi, mari kita tak berhenti di sini. Ayo, singsingkan lengan baju, dan terbitkan buku selanjutnya. Lebih bagus lagi kalau buku kedua kita adalah buku kita sendiri. Setuju!? =^.^=