“It’s Such a Splendid Sunny Day and I Have to Go.” Mengenang Sophie Scholl
Tulisan kedua dalam rangka Hari Perempuan Internasional berikut ini menceritakan kisah gerakan The White Rose dan Sophie Scholl, aktivis perempuan yang dihukum mati dengan guillotine pada Februari 1943 oleh rezim Nazi Jerman.

Sophie Scholl (9 Mei 1921–22 Februari 1943) adalah mahasiswa jurusan Biologi Universitas Munich, Jerman dan aktivis anti-Nazi yang pada 1942 dalam umur 21 tahun bergabung dalam gerakan The White Rose. Kelompok ini melakukan perlawanan pasif melalui penerbitan pamplet-pamplet untuk menentang perang dan kekuasaan Hitler.
Beberapa mahasiswa anggota The White Rose mengetik dan memperbanyak pamplet hingga ribuan eksemplar dengan menggunakan mesin cetak kecil lalu mendistribusikannya dari berbagai tempat berbeda agar sulit dilacak. Pada Februari 1943, mahasiswa-mahasiswa ini–yang awalnya disatukan oleh kecintaan pada seni, musik, dan kegiatan alam–tengah sibuk menyiapkan pamphlet politis mereka yang keenam. Pamplet ini ternyata merupakan pamplet terakhir. Pada 18 Februari, ketika dua anggota The White Rose, kakak-beradik Hans dan Sophie Scholl, sedang menyebarkan pamplet tersebut di Universitas Munich, mereka tertangkap basah dan kemudian ditahan serta diinterogasi oleh Gestapo.
Meski Sophie tidak ikut menulis pamplet-pamplet The White Rose, sebagai seorang perempuan, keanggotaannya menjadi sangat taktis bagi gerakan. Ini karena biasanya seorang perempuan tidak dicurigai sehingga lebih mudah baginya untuk bergerak dan mendistribusikan pamplet. Sophie pun tertarik bergabung dalam gerakan ini setelah mengetahui apa yang sedang terjadi melalui korespondensinya dengan tunangannya, Fritz Hartnagel, yang berada di medan perperangan. Selain itu, ayahnya, Robert Scholl–yang pernah menjabat sebagai walikota–pernah dipenjarakan karena mengkritik Hitler. Kejadian tersebut juga sangat memengaruhi pandangan politik Sophie. Semua hal ini–ditambah dengan keyakinan agamanya serta pemikiran filsafat dan teologi yang ia pelajari–mendorong Sophie untuk bergabung dengan The White Rose. Saat itu, Hans Scholl, kakak laki-lakinya, sudah menjadi anggota aktif.
Sophie, Hans, dan salah satu anggota lainnya, Christoph Probst, setelah “disidang” di pengadilan akhirnya dihukum mati dengan guillotine pada 22 Februari 1943 di penjara Stadelheim–hanya dalam waktu empat hari setelah penangkapan mereka. Di situ pun mereka dimakamkan. Selanjutnya, semua anggota The White Rose diburu dan hampir semuanya dihukum mati.
Sekarang, Sophie dan anggota-anggota lain The White Rose menjadi pahlawan Jerman dan simbol internasional untuk perlawanan terhadap fasisme. Berbagai jalan dan sekolah di Jerman diberi nama Hans dan/atau Sophie Scholl, juga terdapat patung Sophie sebagai penghormatan kepadanya.
Sudah terdapat beberapa buku dan film yang menceritakan kisah Hans dan Sophie serta gerakan The White Rose. Film Sophie Scholl–Die letzten Tage atau The Final Days (2005) yang disutradarai oleh Marc Rothemund mendapatkan nominasi Oscar untuk kategori filim berbahasa asing terbaik serta memenangkan beberapa penghargaan internasional bagi pemeran utamanya, Julia Jentsch.
Salah satu ungkapan Sophie yang menurut para saksi diucapkannya menjelang ia dihukum mati adalah “It’s such a splendid sunny day and I have to go.”
Pertama kali diterbitkan di halaman Facebook penulis, Some Thoughts from the Cappuccino Giri (https://www.facebook.com/feministpassion/)
Sumber foto: Pinterest
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.