HANNAH

Jam tujuh lebih lima menit.
Jendela besar di kamar menyuguhkan pemandangan langit malam yang begitu gelap, mungkin akan segera turun hujan. Meski penyuka hujan, tapi kali rasanya berbeda, tak semenyenangkan itu. Entahlah. Hari-hari belakangan memang terasa menyedihkan. Beberapa hal tak terduga datang silih berganti, tanpa jeda. Mungkin saya sedang diingatkan lagi tentang hidup yang penuh kejutan.
Kabar kepergian seorang teman yang tiba-tiba, kepergian saudara karena kecelakaan, teman yang mendadak sakit padahal siangnya di kantor baik-baik saja. Kabar sedih lain pun beruntun datang, termasuk dari Hannah, saudara sepupu dari ibu. Hari ini Hannah baru tahu si pacar sering tidur dengan perempuan lain, tepat di tahun ke lima mereka berpacaran. Tepat lima hari sebelum acara lamaran dan tunangan.
Iya, saya ini memang bukan sepupu yang bisa menemani kemanapun dan bisa diajak nongkrong kapanpun. Sebab ada kehidupan pribadi yang harus aku prioritaskan. Lebih tepatnya adalah, saya tak pintar berbasa-basi dan terlalu lelah untuk hahahihi sana sini. Saya butuh ketenangan setelah keluar bekerja, bertemu, dan berinteraksi dengan orang-orang, juga hiruk-pikuknya kehidupan. Pun hanya untuk membuka sosial media. Segala keramaian itu seperti menguras tenaga. Tetapi ketika Hannah menelpon minta ditemani, dengan ikhlas hati saya siapkan diri. Ya setidaknya di saat seperti ini dia tak sendiri.
Sambil menunggu kedatangan Hannah, saya mengganti pengharum ruangan dan menyalakan lilin aromaterapi citrus kesukaan Hannah, biasanya sih saya pakai yang green tea. Saya memang sengaja mengundangnya ke rumah, sebab galau itu butuh tempat yang tenang dan nyaman bukan harus keluar nggak jelas kelilingan.
Begitulah, kamar ini cukup menenangkan di tengah perasaan-perasaan yang jumpalitan. Kamar bernuansa merah dan hitam warna favorit saya, yang terasa cukup luas karena tidak terlalu banyak barang.
Sambil mencoba mengatur napas, saya duduk bersila seperti dalam gerakan yoga. Memejamkan mata, mencoba menikmati suasana, termasuk wangi citrus kesukaan Hannah. Hey, ini enak sekali!
Jam delapan kurang sepuluh menit.
Selesai cerita panjang lebar, Hannah menangis. Saya diam sambil mengusap-usap punggungnya dan memberinya tissu. Tiba-tiba dia berhenti menangis dan berkata..
"Tak ada bedanya hari ini dan kemarin ya, Ing. Bisa jadi langkah kita hari ini adalah langkah terakhir kita."
"Mungkin begitu, mungkin tidak. Toh masih ada harapan untuk menjadi berbeda. Dan menjadi lebih baik adalah pilihan kita."
"Andai saja."
"Cukuplah Hannah sayang. Realistis sajalah. Kamu berhak bahagia tanpa laki-laki brengsek itu."
Tangisnya pecah lagi. Kali ini lebih kencang. Mukanya memerah menahan marah, sedih, dan kecewa. Barangkali lega juga. Memutuskan untuk pergi memang tak mudah. Faktanya penutupan yang baik hanyalah mitos. Selalu ada luka yang entah bisa atau tidak untuk disembuhkan.
Setengah jam berlalu. Tangisnya mulai reda tapi isaknya masih ada. Teh hangat di cangkir merah saya sodorkan kepadanya.
"Minum dulu, nangis juga butuh tenaga lebih kan. Atau kita makan yuk, lapar nih."
"Nggak lapar."
"Yaiya sih kalo lagi begini mana lapar. Tapi daripada asam lambungmu kambuh, parah, masuk rumah sakit, diinfus berhari-hari, minum obat ini itu. Mau begitu?"
"Dih, ngedoain ya!"
"Tidak dong. Justru itu peringatan untuk jaga kesehatan. Yuk makan, sedikit juga nggak papa kok, sepiring kecil deh. Yuk.. "
Di meja makan terhidang nasi dan sup ayam, kami siap makan. Lebih tepatnya saya sih, dia mah males-malesan lihat makanan.
"Berdoa dulu yuk, biar nggak keselek."
Hannah tersenyum kecut dan melempar serbet ke wajah saya, lalu memejamkan mata dan mengepalkan kedua tangan di atas meja. Kami berdoa.
"Tuhan, terimakasih atas makan malam ini. Berkatilah. Semoga makanan ini bisa berguna bagi kesehatan jiwa dan raga kami. Tak hanya membuat iman kami lebih kuat memuliakanMu, tetapi juga ikhlas melepas dia yang kami cinta dan memaafkan dia yang telah menyakiti. Amin."
Hannah membuka mata, memandangi saya dan tersenyum. Manis.
Di luar, malam terasa lebih dingin, berangin. Dan satu-satu turun gerimis.
***
#essentiaindonesia
#naturalbali
#gayaspa
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.