Cincin Saja Tak Cukup Mengikat
![Cincin Saja Tak Cukup Mengikat](https://thewriters.id/uploads/images/image_750x_5e88cc6755ea1.jpg)
“Aku diancam.”
“Hah..diancam?. Diancam siapa?”
Ini adalah tahun kesepuluh aku di sini. Tidak ada perbaikan juga perkembangan. Rasanya aku sudah berbuat banyak tapi kenapa ujungnya sangat tidak enak.
Pak Anto, kerap tidak pernah memberiku kesempatan untuk mengembangkan karirku. Setiap jadwal meeting selalu dia ubah dan aku disibukkan dengan pekerjaan lain yang sebenarnya sudah aku delegasikan ke teamku.
Pada akhirnya, divisi lain selalu menganggapku mangkir dan terus-terusan digantikan oleh Pak Anto. Padahal bukan mauku.
Boy, hanya Boy yang mengerti aku. Dia selalu berhasil menenangkan aku. Sayangnya Boy memilih untuk lebih dulu resign.
“Kamu baik-baik ya, aku masih setia dengar ceritamu kalau kamu mau.”
“Kamu pasti sibuk Boy, mana sempat kau dengarkan ceritaku.”
“Hey, jangan sedih gitu ah. Jam berapapun aku stay for you lah Nad. Oiya, ancaman Pak Anto jangan diambil pusing ya. Nanti kalau ditempat baruku OK, aku ajak kamu ya.”
Begitulah Boy, telinganya tidak pernah mengeluh segala ceritaku. Kata orang tidak baik bercerita dengan lawan jenis. Tapi menurutku, ceritaku akan tepat sasaran bila disampaikan sama Boy. Selalu ada solusi untuk aku.
Pernah aku bercerita dengan Bebi. Bukannya mereda tangisku, dia malah ikut mengumpat. Yang ada, aku meredakan emosi dia. Lah ko ?
“Memang gila kali ya laki lu. Gue kalau jadi lu udah gue apain kali Nad”
“Diapain memangnya?”
“Gue gampar kali, atau gue siram Indomie panas”
“Waduh…Bebiiiii”
Kapok untuk aku bercerita. Walaupun Bebi termasuk penjaga rahasia terbaik setelah Boy.
*
Nad, Aku di Bandung nih. Kita ketemu ya!
Duh, Boy kenapa kamu selalu ada di setiap waktu yang tepat.
Aku tidak mencintai Nadia, entah kenapa aku menyayanginya sepenuh hati. Rasanya tidak ikhlas kalau harus melihat Nadia menangis.
Setiap hari bolak balik cek handphone, tidak pernah ada chat dari Nadia. Mungkin Nadia sudah baik-baik saja. Semoga.
“Hai Nad…lama banget sih.”
“Boy…apa kabar kamu?”
“Ko kamu ga peluk aku Nad?. Kamu ga kangen aku?”
“Sorry, lupa”
Ada yang salah dengan Nadia. Aku pikir dengan tidak ada cerita dari Nadia, semua berlangsung baik. Rupanya Nadia masih menyimpan masalah.
“Ada apa dengan Pak Anto?”
“Ko Pak Anto sih yang ditanya?”
“Loh kan biasanya mukamu begitu kalau sedang ada masalah dengan Pak Anto”
“Enggak, ngapain aku mikirin omongan dia. Terserah.”
Boy melihatku tajam, lalu tersenyum manis. Duh Boy, kalau saja…
“Nad, aku bawa ini buat kamu. Happy Birthdaaaaaaay”
Cincin, Boy kasih aku cincin? Big No Boy, mana bisa aku terima ini.
Seandainya Boy tahu apa yang sedang terjadi. Kali ini bukan tentang Pak Anto.
Pernikahaku memang sedang tidak baik, tepatnya dari awal memang tidak baik. Aku biarkan kehidupanku terus berjalan sampai tiba waktunya hak aku untuk bahagia.
Rupanya doa belum terlalu kuat. Tuhan masih memberikan ujian yang datang bertubi-tubi mengenai dia.
Dan Boy berikan cincin ini, maksudnya apa ya?. Sekalipun saat ini aku sedang “sendiri” tapi bukan berarti aku langsung mencari pengganti sementara cincin di jariku masih melingkar manis.
Boy dan aku sudah lama saling mengenal, tapi tidak ada yang aku pandang lebih selain kepawaian Boy dalam membawakan training. Kami selalu Bersama sampai Boy akhirnya diterima di perusahaan impian Boy.
“Boy, sorry. Apa alasanmu kasih aku cincin?”
“Tidak ada.”
“Tidak ada?”
“Ya , tidak ada. Kamu ingat kan, waktu cincin nikahmu hilang terus kamu bilang sudah nasibmu tak pernah bisa pakai perhiasan. Nah ini aku kasih, ingin tahu saja. Apa bisa kamu jaga cincin dari aku. Kalau bisa, pertanda aku adalah hakmu, bukan dia”
“Boy????”
*
Hampir sepuluh tahun, aku sudah tak ingat dengan Boy. Sampai sekarang Boy belum juga menikah. Aku tak pernah memulai chat atau telpon sejak saat itu. Bahkan sebisa mungkin aku tidak terima telpon Boy.
Satu saat Boy sempat complain, saking seringnya aku rejected dengan alasan klasik, meeting.
Masaku sudah berbeda, yang kulakukan hanya menjaga hati dan berjuang sebisaku.
Aku anggap takdirku memang begini. Mungkin ada kesalahan yang tak pernah tertebus olehku hingga Tuhan masih biarkan aku mengisak tangis.
Lelah. Sungguh sangat Lelah. Harus berdaya upaya agar tidak ada seorangpun tahu bahwa aku tidak baik-baik saja.
Seandainya aku boleh memilih, aku ingin tinggal di Rumah Sakit Jiwa agar aku bisa tertawa lepas tanpa ada beban yang terus menghimpit.
Setiap hari kuhabiskan waktu dengan segala hal. Tidak boleh ada satu detikpun aku berikan. Satu detik terlewatkan akan menjadi petaka untukku, akan muncul banyak nada kasar yang sampai di telingaku.
Bodoh, tolol, bego dan banyak lagi sumpah serapah yang sudah kutelan.
Bila saja Boy tahu, sudah dibawa kabur aku oleh Boy. Tidak pernah ada cinta antara aku dan Boy. Tapi kasih Boy untuk aku sangat aku rasa. Sebisa mungkin aku hentikan, aku tidak mau hubunganku dan Boy lebih dari yang kami kira. Maka dari itu sampai saat ini Boy tidak tahu yang terjadi denganku.
Tuhan, berikan jodoh yang baik untuk Boy. Kamu berhak untuk itu Boy.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, aku lupa simpan jam tanganku. Aku buka semua laci lalu ada yang terjatuh dan menyentuh jempol kakiku.
Cincin. Cincin dari Boy.
Sudah sepuluh tahun cincin ini aku simpan sembarang dan tiba-tiba sekarang hadir. Pertanda apa?
*
“Assalamualaikum…”
“Waalaikumsalam...”
“Apa kabar pagimu, maaf aku belum bisa telpon kamu ya”
Daniel bukan pengganti Boy, juga bukan pengganti dia.
Seharusnya aku bisa perlakukan Daniel seperti aku perlakukan Boy. Bagaimanapun aku sudah menikah, tak sebaiknya aku menaruh hati pada Daniel.
Terkadang aku bertanya pada Tuhan, apa alasan Tuhan membiarkan aku merekahkan hati untuk Daniel. Apa pula alasan Tuhan membiarkan aku bermimpi berulang-ulang Bersama Daniel, bahkan di beberapa mimpi aku sempat memimpikan Daniel bersama Bapak.
Banyak alasan klise yang membuat aku semakin jatuh cinta sama Daniel.
Kehidupanku yang hilang dikembalikan oleh Tuhan melalui Daniel. Aku diberi tawa, diberi canda, diberi harap dan aku kembali meneruskan hobiku menulis karena terinspirasi Daniel.
Kalau dengan Boy aku hanya bisa bercerita dan Boy akan mendengarkan dengan segenap hati. Dengan Daniel, tanpa bercerita saja dia sudah seka air mataku, dia kecup keningku lalu dia biarkan pundaknya basah oleh tangisku.
Kalau dengan Boy, aku mau dia pergi meninggalkan aku, bahkan cincin yang dia berikan saku simpan sembarang. Dengan Daniel., berulang kali aku minta untuk tidak meninggalkan aku.
“Aku dan kamu tak akan berujung. Mau sampai kapan?”
Aku tak berani menjawabnya, dalam janji yang pernah terucap aku tidak akan pernah sampaikan pada siapapun kalau aku sudah sendiri. Tidak Boy juga Daniel. Bahkan saat cincin sudah terlepas pun tak akan aku sampaikan.
Karena kamu masih miliknya.
#Bandung, 05 April 2020
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.