Cangkul…..Cangkul…..Cangkul Yang Dalam

Pendidik wajib menanam , menumbuhkembangkan, memupuk sikap toleransi dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia, karena sadar akan pentingnya persatuan dan kesatuan.

Cangkul…..Cangkul…..Cangkul Yang Dalam

 

          Pembaca yang budiman tentu masih ingat lagu ini, lagu waktu kita masih kecil dulu. Kanak-kanak itu menyanyikannya dengan serius dan keceriaan nampak jelas tergambar di wajahnya. Kini saatnya semangat Idul Fitri 1443 H, ijinkan penulis dari lubuk hati yang paling dalam menyampaikan mohon maaf lahir dan batin, sebab dalam santunnya ucapan, ada kalanya terselip khilaf tak sengaja. Di malam yang syahdu dan suara takbir menggema serta bunyi petasan bersahutan, tangan penulis segera mengambil pena dan mengajak menggoreskannya di atas kertas.

          Merenung dan mengkhayal pikiran ini melayang, terbang jauh ke seluruh pelosok negeri, betapa rukunnya bangsaku ini. Kaum non-muslim menyampaikan ucapan selamat Idul Fitri kepada teman, sahabat, handai taulan, saudara yang muslim. Inilah momentum menjaga toleransi dan kebangsaan. Teringat beberapa waktu yang lalu ketika Hari Raya Imlek 2573 pada hari Sabtu tanggal 1 Februari 2022. Begitu juga halnya ketika umat kristiani merayakan Hari Jumat Agung dan Paskah pada tanggal 17 April 2022 belum lama ini. kalau saja semua agama yang ada di Indonesia (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu) itu rukun, damailah bangsaku dan majulah negeriku Indonesia tercinta.

          Lambang Bhinneka Tunggal Ika dalam bentuk pita yang digenggam erat oleh kaki burung garuda dengan perisai yang tergantung di dadanya, yaitu Pancasila adalah jelas-jelas filosofi bangsa Indonesia. Ada  5 sila, yakni: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia; 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Begitu dalam maknanya dan pastinya dasar negara ini tidak akan digantikan oleh apapun, siapapun dan sampai kapanpun. Karena berani menggantikan berarti sama dengan meruntuhkan Indonesia.

          Oleh karena itu, mari kita jaga NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Sebagai pendidik kita harus dapat menjaga dan merawat kerukunan melalui pendidikan kepada semua peserta didik di seluruh pelosok tanah air. Hari Raya Idul Fitri yang bersamaan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yaitu tanggal 2 Mei 2022 bukanlah suatu kebetulan, melainkan kita syukuri sebagai momentum untuk memperkuat rasa kebangsaan di tengah masyarakat yang majemuk di Indonesia ini. Sikap toleransi wajib diajarkan kepada generasi muda, karena toleransi adalah bagian terpenting dalam menjaga komitmen untuk terus menghidupkan moderasi beragama dalam kehidupan bermasyarakat.

          Semua pesan yang disampaikan pada Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Imlek, Hari Raya Hindu dan Budha, Hari Raya Paskah dan Hari Natal untuk kita seluruh warga  negara Indonesia senantiasa mengedepankan keselarasan dan keharmonisan yang dilandasi cinta damai. Hidup di tengah masyarakat yang moderat dan toleran kita harus memiliki sikap rendah hati, sikap terbuka, berpikir rasional dan dapat memberi manfaat yang sebaik-baiknya.

Menjaga Dan Merawat Kerukunan

          Kita hidup di muka bumi ini harus menyadari akan pentingnya persatuan dan kesatuan, bisa bergandengan tangan, saling mendukung dalam perbuatan baik, saling membantu dan tolong-menolong satu sama lain tanpa sekat-sekat apalagi dengan dalih agama. Memang diakui bahwa merawat kerukunan itu tidak mudah, hanya karena salah ucap bisa berakibat gawat. Melalui kesempatan ini penulis mengajak kepada semua pihak untuk menanam – menumbuhkembangkan dan memupuk kerukunan, mengajarkan sikap toleransi kepada semua peserta didik dari PAUD sampai Perguruan Tinggi dan kepada siapa saja yang kita jumpai.

          Rekan-rekan sejawat pendidik harus terampil dan mampu menebarkan kesejukan ketika mengajar dan mendidik baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Sekalipun di luar sana ada oknum-oknum yang justru menyulut pertikaian atau permusuhan namun, sebagai kaum ilmuwan sudah sepantasnyalah menjalankan fungsinya yaitu membawa cinta, mendidik dengan kasih dan membangun budi pekerti dengan keteladanan tingkah laku dan ucapan sopan santun. Mendidik adalah seni dan perlu strategi, ada kepintaran, ada sikap dan juga ada keterampilan. Ketiga ranah, kognitif – afektif – psikomotorik hendaknya terus diasah secara sungguh-sungguh dengan sepenuh hati.

          Bagi bangsa sebesar Indonesia ini, hal toleransi dan kerukunan bukan hanya keniscayaan melainkan mutlak harus diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Negara Kesatuan Republik Indonesia senantiasa memprioritaskan kehidupan yang rukun kepada seluruh rakyatnya, bahkan bukan hanya itu melainkan melalui kesempatan Indonesia menjadi tuan rumah Presidensi G-20 ini, Indonesia juga merukunkan semua negara yang menjadi anggotanya yang jumlahnya ada 20 negara (1. Argentina, 2. Australia, 3. Brasil, 4. Kanada, 5. China, 6. Prancis, 7. Jerman, 8. India, 9. Indonesia, 10. Italia, 11. Jepang, 12. Republik Korea, 13. Meksiko, 14. Rusia, 15. Arab Saudi, 16. Afrika Selatan, 17. Turki, 18. Inggris, 19. Amerika Serikat, 20. Uni Eropa).

          Indonesia bukanlah negara agama dan bukan pula negara sekuler, akan tetapi negara yang cinta damai yang bisa merangkul negara-negara yang sedang bertikai di tataran dunia. Sebagai warga negara Indonesia, selaku pendidik kita harus bangga dengan kemajuan-kemajuan yang diraih Indonesia akhir-akhir ini. Indonesia tidak lagi negara sedang berkembang tetapi negara yang berdaulat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bentuk final yang tak bisa diganggu gugat lagi.

          Dari kacamata Islam, toleransi diistilahkan dengan tasamuh, dari akar kata samuha-yasmuhu yang mempunyai arti murah hati, bisa memaafkan, lapang dada; sedangkan sebagai orang Kristen, umat kristiani harus menjadi orang yang bisa hidup rukun dengan kelompok-kelompok lain yang berbeda keyakinan atau agama dan wajib berbuat baik kepada siapapun. Adapun yang menjadi dasarnya adalah Alkitab, sebagai orang Kristen harus menjadi orang yang bisa hidup bertoleransi dan rukun kepada siapapun. Jadi yang dimaksud toleransi beragama adalah keharusan untuk saling menghormati dan menghargai antarumat beragama, saling menerima dan ada sikap keterbukaan terhadap adanya umat dengan agama yang beragam.  

          Di hari nan Fitri ini penulis mengajak seluruh warga negara Indonesia, sebangsa dan setanah air untuk menjalani hidup rukun dan damai. Mari kita cangkul yang dalam benih tanaman kerukunan, kita jaga dan kita rawat dengan sunguh-sungguh.

 

Jakarta, 1 Mei 2022

Salam penulis: E. Handayani Tyas; Universitas Kristen Indonesia – [email protected]

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.