Antara Narasi dan Aksi
Manusia sesungguhnya hidup dalam dua dunia yaitu narasi dan aksi, bagaimana menyikapinya agar tidak menjadi sumber masalah dalam kehidupan sehari-hari ?

“Ah elu mah NATO, No Action Talk Only….”
Seringkali kalimat gerutuan di atas terdengar dari seseorang yang biasanya telah terlalu lama menunggu eksekusi dari sebuah wacana yang telah disampaikan. Atau kemungkinan lain bisa jadi karena terlalu banyak mendengar janji dan iming-iming perkataan manis padahal hasilnya tidak ada alias nol besar.
Intinya, semua pasti kesal dan sebal ketika mendengar banyak sekali perkataan tapi tidak ada yang bisa diwujudkan. Karena kita semua hidup di dunia nyata bukan wacana.
Ada pepatah mengatakan bahwa silent is gold dan rupa-rupanya, pepatah ini sudah mengakar di sebagian orang sehingga menjadi pendiam adalah pilihannya daripada berbicara malah membawa masalah.
Menjadi silent juga bisa merupakan bentuk ketidak mampuan seseorang untuk bersikap kritis terhadap lingkungan sekitarnya. Jadi, alih-alih bersuara dan menyatakan pendapat yang tidak nyambung lebih baik berdiam diri melihat situasi.
Jadi, silent belum tentu gold dong!
Tunggu dulu.
Rupa-rupanya, manusia yang hidup di bumi ini terbagi menjadi dua dunia yaitu narasi dan aksi.
Manusia yang hidup di dunia narasi biasanya lebih banyak berdiam diri. Jarang bersuara karena lebih sibuk dengan pikirannya saja. Ada kalanya ia ingin berbicara tapi tidak mampu menemukan kata atau kalimat yang tepat yang harus diucapkan pada saat itu sehingga menunda atau menumpahkannya lewat tulisan yang sudah dipikirkan matang-matang apa yang pas dan cocok untuk diutarakan dan nanti, kalau bisa mendapatkan waktu yang tepat baru disuarakan.
Manusia narasi juga pandai menyembunyikan perasaan hatinya dalam simbol kalimat yang disampaikannya sehingga tidak heran mereka sering di salah mengerti. Maksudnya begini tapi disangkanya begitu.
Manusia yang hidup di dunia aksi biasanya tidak terlalu mementingkan narasi. Akibatnya telinga bisa dibuat bising karena buruknya perkataan atau kalimat. Yang paling tragis, banyak kalimat yang telah diutarakan tapi tidak satupun yang terjadi.
Manusia aksi juga sering disalah mengerti. Maksudnya ingin seperti ini malah jadinya seperti itu, biasanya karena kesalahan dan kekurangan narasi.
Ada juga manusia yang bisa hidup di dunia, narasi dan aksi. Biasanya mereka sudah pernah merasakan pahit manisnya dunia itu dan memilih untuk hidup berdamai dalam keduanya. Namun ada juga yang masih bingung, saya di dunia narasi atau aksi yah?
Di dua dunia itu memang tidak ada yang sempurna karena kesempurnaan hanya milik Tuhan. Tapi dari sana kita bisa belajar bahwa semua harus saling melengkapi.
Yang narasi melengkapi yang aksi, demikian sebaliknya.
Namun sesungguhnya, dalam dunia narasi pun bisa tetap menyuarakan aksinya tanpa perlu bersuara secara literal. Menulis dan mempublikasikan tulisannya melalui media sosial, blog maupun platform-platform menulis lainnya bisa dijadikan media penyampaian pendapat. Jangan ragu asal sesuai kaidah yang berlaku.
Ada juga pepatah yang bilang bahwa mata pena lebih tajam dari mata pedang, apalagi di era digital seperti sekarang, tulisan yang di publish di media sosial atau media penulisan online bisa sekejap dibaca oleh seluruh umat manusia di seluruh dunia.
Dan lagi, tulisan itu abadi, bisa menjadi peninggalan yang berharga setelah meninggalkan dunia ini bagi beberapa generasi.
Sekarang, setelah tahu bahwa dua dunia harus saling melengkapi, seharusnya tidak ada lagi batas tembok bagi dunia narasi dan aksi.
Dan silent tetap bisa menjadi gold ketika manusia tahu dan mahir dalam narasi dan aksi dengan pikiran dan akal budi yang telah di anugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.