Me Time Di Italia

Me Time Di Italia
Private collection.

Dari Bandara Schiphol, saya langsung pergi ke Amsterdam Centraal, sebuah stasiun kereta api terbesar di Belanda. Di loket elektronik, saya melihat bahwa kereta yang akan berangkat adalah kereta yang menuju ke Roma. Okay, saya langsung membeli tiket ke Roma. Jadi saya memilih Roma bukan karena saya ingin pergi ke Roma. Saya hanya ingin bergerak pergi ke suatu tempat dengan segera.

Di Daratan Eropa, saya lebih suka naik kereta api daripada pesawat terbang. Kereta api di sini sangat bagus. Jalannya jauh lebih cepat dibandingkan kereta di Indonesia. Goncangannya jauh lebih halus dan suaranya hampir tak terdengar. Kereta malamnya buat saya malahan jauh lebih nyaman untuk dipakai tidur daripada pesawat sekalipun. Menurut komputer, total waktu perjalanan yang akan saya tempuh lebih kurang mencapai 15 jam dan 10 menit.

Dari Amsterdam Centraal, kereta api ini transit di berbagai stasiun seperti Paris Nord, Paris Gare de Lyon, Torino Porta Susa lalu barulah kereta tiba di Stazione di Roma Termini. Stasiun Roma Termini adalah stasiun kereta terbesar di Roma. Nama Termini diambil dari nama distrik tempat stasiun itu berada.

Stasiun Roma Termini juga termasuk salah satu stasiun terbesar di Eropa. Jadi tidak heran jika stasiun ini mempunyai rute domestik ke semua kota besar di Italia dan juga layanan internasional hampir ke semua kota-kota besar di Eropa. Stasiun Termini ukurannya sangat besar, memiliki 29 peron yang tentu saja membuat stasiun ini terlihat sangat sibuk. Konon lebih dari 150 juta penumpang setiap tahun menggunakan jasa stasiun ini.

Keluar dari stasiun, saya langsung naik taxi yang banyak sekali terdapat di sana. Sebetulnya kalau mau berhemat, kita bisa saja naik bus City Tour, yaitu bus 2 tingkat yang atapnya terbuka. Bus ini akan berkeliling kota Roma dan berhenti di setiap obyek-obyek wisata penting yang terdapat di kota itu.

Di dalam bus disediakan peta kota Roma dan jas hujan plastik sederhana yang akan melindungi kita dari hujan. Semua bisa kita peroleh tanpa biaya tambahan. Di depan tempat duduk penumpang terdapat headphone di mana kita bisa mendengarkan suara rekaman guide yang akan menjelaskan tempat-tempat penting yang kita lewati. Jadi di Eropa, Anda tidak perlu menyewa guide kalau hanya untuk melakukan City Tour. Semua sudah difasilitasi oleh pemda.

Hebatnya lagi, kita bisa membeli tiket bus secara paket. Harganya cuma 18 Euro dan kita bisa naik bus sepuasnya tanpa bayar lagi selama 2 hari. Tapi Anda tidak perlu kagum karena pelayanan bus City Tour ini adalah pelayanan standar yang bisa kita temui di seluruh kota-kota besar Eropa. Di Amerika pelayanan seperti ini juga ada. Sepertinya di Jakarta Pak Ahok sudah memulainya walaupun jumlahnya masih terlalu minim dan rutenya masih terlalu dekat.

“Bla…bla…bla…bla…?” tanya supir taxi dalam bahasa Italia sambil menghidupkan mesin mobil.

“Speak English, please. I can’t speak Italian,” kata saya.

“Bla…bla…la….” kata supir masih berbahasa Italia.

“Excuse me. Please speak English, French or Geman. I don’t understand what you said.”

Tapi Sang Supir Taxi terus saja berceloteh dalam bahasa Italia sehingga saya mulai kesal padanya.

Saking kesalnya pada supir taxi ini, saya langsung berkata padanya dalam bahasa Italia, “La Paloma, Solamente UnaVes, Perfidia, Quizas, quizas, quizas, Que sera-sera, Besame Mucho….”

Kalimat yang saya ucapkan sebetulnya cuma kumpulan judul lagu-lagu Italia yang pernah saya dengar, jadi saya sendiri tidak tau artinya.

“Hahahahahahahaha….” Di luar dugaan supir taxi itu tertawa terbahak-bahak, tertawanya sangat panjang dan tidak berhenti-henti.

“What’s so funny?” tanya saya.

“Hahahahahahaha….” Tapi Sang Supir terus saja tertawa bahkan kali ini sambil memukul-mukul setirnya karena terlalu geli.

“Are you crazy? What’s so funny?”

Setelah tertawanya reda, Si Supir berkata, “Hahaha…! Now I believe you that you can’t speak Italian.”

“Oh ya? Why is that?” tanya saya.

“Do you know the meaning all words you said?” tanyanya.

“No. But I know those are the titles of the Italian songs,” sahut saya lagi.

“Wrong! Those are Spanish songs.”

“Oh okay..” Saya mulai malu mendapati Si Supir mulai menelanjangi kebodohan saya.

“Do you know Besame mucho means?” tanyanya lagi.
“No, tell me!” sahut saya.

“Besame mucho means ‘Kiss me a lot!’ Huahahahahaha…..”

Saya malu bukan main dan akhirnya memutuskan untuk tidak berkata apa-apa.

Sang Supir masih saja tertawa terbahak-bahak seperti orang sedang orgasme, katanya, “Tell me truly. Do you really want me to kiss you? Hahahahaha…”

Saya tetap bertahan untuk berdiam diri.

“Kiss you a lot? Hahahahahaha…..”

Setelah puas tertawa nampaknya dia mulai merasa kalau saya tidak nyaman dengan perlakuannya dan akhirnya katanya, “I am sorry, Lady. But it’s too funny not to laugh…”

Saya masih tidak menyahut.

“By the way, I am Umberto. What’s your name?”

“My name is Yoyo.” Akhirnya saya tidak tega untuk tidak menjawab.

“Yoyo? It’s a beautiful name. Where are you from, Yoyo?”
“I am from Indonesia,” sahut saya lagi.

“Indonesia? Wow! It’s a beautiful country.”

Saya cukup surprise juga mendengar perkatannya dan tidak tahan untuk bertanya, “Do you know Indonesia?”

“No! Hahahahahaha….”

Dan saya pun mulai kesal lagi padanya dan memutuskan untuk berdiam diri lagi.

“Okay…okay… I am sorry. Where do I have to take you, Yoyo?” tanyanya kali ini dengan nada sangat sopan.

“Just take me to the place where I can be happy.” Saya menjawab begitu karena memang saya tidak tau harus pergi ke mana.

“Are you sad? Broken heart?” tanyanya penuh rasa ingin tau.

“No. I am fine. I don’t know where to go. Just take me to the place that can boost my mood.”

Sejenak Umberto terdiam. Kelihatannya dia sedang berpikir keras untuk mencari tujuan yang saya minta. Si Supir tampak sangat handal di belakang kemudi. Beberapa kali dia menyelinap ke sana –sini di antara jalan yang cukup padat.

Ciiiiiiit! Sekonyong-konyong Si Supir Taxi menginjak rem secara tiba-tiba sehingga hampir saja saya terjerunuk ke depan.

“Hey! Be careful, you crazy driver!” teriak saya mulai murka.

Umberto menoleh ke arah saya, “Are you married?” Tiba-tiba Si Supir bertanya out of context..

“No. Do I look like a married woman?” sahut saya terheran-heran dengan pertanyaan itu.

“Okay, then. Now, I know where do I have to take you,” katanya langsung menancap gas dan mesin meraung menuju ke tempat yang saya tidak ketahui.

Tidak berapa lama kami sampai di sebuah tempat di mana terdapat air mancur yang sangat besar.

“Okay, here we are. I am sure this is the right place for you, Yoyo.” Umberto berkata dengan suara percaya diri.

“Fontana di Trevi. Okay…” Saya bergumam sendiri.

“Wow! You know this place? Have you ever been here before?” tanya Umberto tidak menyangka saya mengetahui tempat ini.

“Of course, I do. I am a tour leader,” sahut saya sambil membayar ongkos taxi lalu berjalan meninggalkan Umberto.

Fontana di Trevi atau dalam bahasa inggris disebut Trevi Fountain adalah tempat favorit turis dari seluruh dunia. Itu sebabnya di sini banyak sekali bertebaran hotel dan kafe. Sebetulnya saya sudah sering datang ke tempat ini. Tapi tidak apalah. Toh, saya biasanya ke sini selalu membawa turis. Belum pernah sekali pun saya pergi sendirian ke tempat ini. Menjalani ‘Me Time’ di Trevi Fountain saya rasa sama sekali bukan ide buruk.

Trevi Fountain adalah air mancur yang terkenal dengan mitos tentang cinta. Dibuat pada tahun 1453. Begitu tersohornya tempat ini sehingga banyak dipakai sebagai lokasi shooting baik itu film Eropa maupun film Hollywood. Air mancur ini tingginya kira-kira sekitar 26 meter. Kolamnya selebar 20 meter,
aristekturnya sangat artistik dan ukiran reliefnya begitu indah bergaya klasik baroque. Di bagian tengah berdiri satu patung megah Oceanus, yaitu Dewa Air yang sedang berdiri di atas kuda Tritons. Kalau berbicara soal monumen, patung dan bangunan bersejarah dengan arsitekturnya, Italia memang tempatnya.

Ada satu tahayul yang sangat disukai dari Trevi Fountain, yaitu siapa pun yang melemparkan koin ke dalam kolam maka akan terjadi sesuatu pada orang tersebut. Kalau kita melemparkan satu koin berarti kita pasti akan kembali ke tempat ini. Kalau melemparkan dua koin, kita akan menemukan soulmate kita.

Bagaimana jika kita melemparkan 3 koin? Ini berkah yang luar biasa! Kita akan menikah dengan soulmate kita tersebut. Tapi tunggu dulu! Untuk melemparkan koin ke dalam kolam ada ritual tersendiri. Kita harus melempar koin dengan tangan kanan melalui bahu kiri. Anda tidak percaya kan? Memang sebagian besar orang memang tidak ada yang percaya, tapi toh, semua orang tetap melakukan ritual tersebut. Kelihatannya cuma buat lucu-lucuan tapi berapa banyak Pemerintah Daerah meraup uang dari wisatawan cuma dari ritual lucu-lucuan ini? Pastinya banyak sekali.

Saya pun jadi iseng merogoh kantong untuk mencari koin buat dilemparkan ke dalam kolam. Bukankah tidak ada ruginya jika saya harus kembali ke sini. Apalagi bisa sampai mendapatkan soulmate? Dalam peristiwa sesepele apapun, selalu ada kesempatan baru. Siapa tau kan tahayul ini benar-benar memberi peluang buat saya untuk mendapat jodoh? Seperti kata orang bijak; If opportunity doesn’t knock, build a door.

Sedang asik mencari koin, tiba-tiba terdengar suara, “You can have my coins, Yoyo.”

Entah muncul dari mana, Umberto sudah berada di depan saya sambil mengangsurkan tangannya yang penuh dengan koin.

“No, but thanks anyway, Umberto,” sahut saya.

“I don’t like to be refused. Take my coins, Yoyo. I insist,” desak Umberto sambil tersenyum manis. Kumisnya bergerak-gerak dan matanya memandang saya penuh harap.

“Thanks.” Untuk menghargai ketulusannya, saya pun menerima koin itu dan langsung melemparkan 3 koin sekaligus ke dalam kolam.

“Hope your wish will come true, Yoyo. Amen,” katanya lagi sambil menyentuh dahi lalu ke dada tengah, dada kiri lalu ke dada kanan. Gerakan tersebut adalah sebuah akhir ritual doa yang biasa dilakukan oleh Kaum Kristen.

“Why are you still here. Why don’t you go somewhere to find customers?” tanya saya.

“Well, I’ve made a mistake to you. So, you may say that I want to redeem my mistake...”

“And you hope, I will use your taxi service again from here, right?”

“That too!” kata Umberto sambil menunjuk sehingga kami berdua terbahak-bahak.

Dari Trevi Fountain, saya minta diantar Umberto mencari hotel untuk backpackers yang bersih dan nyaman. Umberto langsung menyanggupi sambil berceloteh dan mencoba meyakinkan saya bahwa dia tau banyak hotel-hotel buat para backpackers di sekitar Roma. Hampir di semua kota terdapat hotel-hotel kecil untuk para backpackers. Bahkan banyak pula, misalnya di Paris, yang menamakan hotelnya dengan Backpackers Hotel. Di Jakarta, hotel untuk para backpackers adalah hotel-hotel yang terdapat di Jalan Jaksa, Kebon Sirih.

Di sepanjang jalan, Umberto menceritakan joke-joke Italia yang dia tau. Secara alamiah, hubungan kami berdua semakin lepas. Tanpa terasa kami saling bercerita pengalaman pribadi satu sama lain. Saking asyiknya mengobrol, saya curhat padanya dan menceritakan peristiwa yang terjadi antara saya dan Ibu Anggota DPR kemarin. Umberto mendengarkan dengan takzim. Untuk orang yang secerewet dia, saya cukup kagum atas kemampuannya mendengarkan.

Setelah saya selesai bercerita, Sang Supir Taxi memberi nasihat panjang lebar. Saya sangat terpesona dengan kebijaksanaan orang ini. Cukup sulit untuk menerjemahkan semua perkataannya. Tapi intinya Umberto ingin mengatakan sebagai berikut:

“Setiap kali lagi jalan-jalan, pasti ada saja peristiwa yang mengesalkan. Entah itu ribut dengan airlinenya, ribut dengan imigrasi, ribut dengan orang hotel…pokoknya ada saja. Tapi karena kita bertujuan untuk bersenang-senang, kita harus pintar menggunakan mesin editing di otak kita. Peristiwa yang manis, simpanlah di dalam hati. Peristiwa yang mengesalkan, buanglah ke tong sampah. Ingat! Jangan menyimpan peristiwa yang mengesalkan di dalam hati. Pikiran dan hati kita bukan tong sampah.”

Sampai di tempat tujuan, saya turun dari taxi. Umberto juga turun untuk membantu menurunkan barang-barang saya. Setelah menerima ongkos taxi, Umberto menjulurkan tangan mengajak salaman tapi saya yang sudah terharu pada kebaikannya langsung memeluk supir taxi ini.

“Thanks, Umberto,” kata saya.

“You’re welcome, Yoyo. Enjoy your stay in Italy. And whenever you need me, just give me a call,” katanya seraya menyelipkan kartu nama ke tangan saya.

Setelah melakukan perjalanan bersama Umberto, saya mendapati ternyata supir taxi ini adalah teman perjalanan yang sangat menyenangkan. Ah, lagi-lagi omongan Papa teruji kebenarannya. Papa sering berkata, ‘In life, it’s not where you go but who you travel with.’

Gara-gara ingat omongan Papa, saya jadi kangen beneran sama Papa. Dari hati yang paling dalam, saya harus mangakui bahwa saya sayang sekali padanya. Tapi entah kenapa, dari kecil saya sulit sekali dekat dengan Papa. Ya Tuhan, dekatkanlah hubungan saya dengan Papa. Biarkan kami berdua saling mencintai untuk selamanya. Amin.

Bersambung...

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.