MABOK AGAMA

"Ayo, Sep, kita sholat Magrib di masjid." Suatu sore, Anton datang ke rumah Asep dengan semangat.
"Wah, elo sholat? Hebat!" sahut Asep karena dia tau Anton biasanya anti sholat.
"Alhamdulillah gue dapet hidayah dan udah bersumpah akan selalu mengingatkan teman-teman untuk sholat pada waktunya."
"Makasih udah diingatkan. Tapi gue sholat di rumah aja."
"Magrib itu lebih utama kalau dilakukan di mesjid," kata Anton dengan semangat.
Namun, Asep menggeleng pelan. "Gue biasa sholat berjemaah di rumah sekaligus jadi imam bagi keluarga."
Kening Anton tampak berkernyit, "Magrib itu nggak sah kalau nggak di masjid! Ayo ikut gue ke mesjid."
"Gue sholat di rumah aja.." Suara Asep mulai dingin karena merasa terintimidasi.
Raut wajah Anton mulai berubah. Tiba-tiba dia membentak, "Lo tau nggak ada dalil soheh, bunyinya: 'Ajaklah temanmu sholat. Kalau mereka menolak, bakar rumahnya.'"
"Hah? Gila lo!" Asep kaget bukan main.
"Ikut gue ke mesjid! Kalo nggak, gue bakar rumah loooo!!!!"
Pekikan Anton rupanya mengagetkan tetangga sekaligus sekuriti komplek. Pertengkaran lebih besar bisa segera dihindari. Setelah mengetahui perkaranya, Sekuriti mengusir Anton dari sana.
"Terima kasih, Pak." kata Asep pada sekuriti.
"Sama-sama, Pak Asep. Udah banyak keluhan dari warga soal kelakuan Anton. Begitulah orang kalo mabok agama,"
Waktu Asep menceritakan pengalamannya, hati saya langsung galau. Di saat yang sama, saya suka geli sendiri setiap mendengar Istilah mabok agama. Dua kata itu mempunyai konotasi berseberangan. Akibatnya ketika disandingkan menjadi unik.
Mabok adalah kondisi di mana seseorang kehilangan kesadarannya karena pengaruh alkohol atau obat-obatan. Lantas mabok agama?Mabok agama adalah suatu kondisi di mana manusia kehilangan nalar dan akal sehatnya akibat menelan mentah-mentah ajaran seseorang. Dia menolak berpikir kritis atau mempertanyakan kebenaran ajaran itu meskipun tidak masuk nalar normal.
Di dunia modern ini, masih banyak orang yang memperlakukan agama seperti sebuah dogma yang tak bisa dipertanyakan. Mereka mempelajari agama hanya dari apa yang disampaikan oleh ustadz, guru agama, atau tokoh yang dianggap sebagai otoritas tanpa mencermati atau mempertanyakan ajaran tersebut secara mendalam.
Mabok agama adalah jenis mabok yang lebih berbahaya dari sekadar kehilangan kesadaran karena ia mengarah pada kehilangan kebebasan berpikir. Coba kalo Anton mengajak 10 tetangganya sholat di mesjid dan semuanya menolak. Apa yang terjadi? Kesian dong petugas pemadam kebakaran. Pasti sibuk sekali mereka memadamkan api yang dari 10 rumah yang terbakar. Pas nanya gara2nya apa? "Itu, loh, semua pada gak mau sholat ya udah saya bakar aja.".
Ketika seseorang mabok agama, mereka terjebak dalam keyakinan bahwa semua yang diajarkan adalah kebenaran mutlak yang harus diterima begitu saja. Ini adalah titik awal dari bahaya fanatisme. Contoh yang paling ekstrim bisa kita lihat pada mereka yang dengan mudah diyakinkan untuk melakukan hal-hal yang mengerikan, seperti bom bunuh diri.
Di sini, mereka diajarkan bahwa dengan mengorbankan diri mereka dalam nama agama, mereka akan dijanjikan surga dengan 77 bidadari. Sebuah janji yang terkesan menggoda namun sesungguhnya sangat keliru. Bagaimana seseorang bisa begitu mudah kehilangan nalar dan mempercayai janji seperti itu?
Bahkan lebih mengerikan lagi, banyak dari mereka yang tak pernah memikirkan apakah ajaran tersebut hanya manipulasi dari pihak-pihak yang berkepentingan. Mereka terlalu mabok dalam ajaran yang disampaikan tanpa membuka ruang untuk pertanyaan atau pemahaman yang lebih mendalam.
Dalam konteks ini, "mabok agama" bukan hanya soal kehilangan nalar dalam menerima ajaran, tetapi juga tentang kehilangan kemampuan untuk membedakan antara kebenaran dan kebohongan, antara yang suci dan yang disalahgunakan. Dengan kata lain, mabok agama adalah ketidakmampuan untuk berpikir kritis dan analitis, yang seharusnya menjadi inti dari setiap pencarian spiritual yang sejati.
Tentu saja ini bukan berarti agama itu sendiri adalah masalahnya. Agama yang sesungguhnya mengajarkan kedamaian, kebijaksanaan, dan kasih sayang. Agama yang sehat memerlukan pemahaman yang mendalam, pembelajaran yang berkelanjutan, dan keberanian untuk mempertanyakan apa yang ada.
Pendidikan agama yang benar adalah yang dapat membimbing umat untuk mengenali kebenaran dengan pikiran yang jernih, bukan yang mengajak mereka untuk bertindak atas dasar kebohongan atau manipulasi. Saya selalu mengawasi anak-anak saya dalam memilih pengajian. Kalo ustadnya tiap ceramah selalu ngomongin selangkangan, langsung saya suruh anak-anak saya keluar dari sana.
Dalam dunia yang semakin terhubung, di mana informasi begitu mudah diakses, kita harus bisa memilah ajaran yang kita terima. Kita tidak boleh terjebak dalam "mabok agama," di mana kita menerima segala sesuatu tanpa berpikir. Justru, kita harus bisa menjadikan agama sebagai sumber kebijaksanaan, bukan sebagai alat untuk menindas atau menghancurkan.
Pada akhirnya, agama yang benar adalah yang mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang lebih baik, lebih bijaksana, dan lebih penyayang. Jangan sampai kita mabok dalam kebohongan dan kehilangan kemampuan untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Belum lama ini seseorang memposting sebuah link yang isinya: Polres Lombok Tengah menerapkan tilang syariah kepada pelanggar lalu lintas. Jadi pelanggar lalu lintas tidak akan dikenakan sanksi denda tilang, jika mereka mampu membaca atau mengaji ayat-ayat suci Alquran.
Berita itu langsung jadi kontroversi, Netizen bergerak menyatakan penolakan. Dari sekian banyak hujatan yang dilemparkan ada satu kalimat makian yang outstanding, "Dasar mabok agama."
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.