“KI HAJAR DEWANTORO”

Ada 3 kesatuan sifat kepemimpinan dari Ki Hajar Dewantoro, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Tanggal 26 April 1959 wafatnya beliau, tanggal 2 Mei 1889 hari lahir Ki Hajar, dan dijadikan hari pendidikan Nasional.

“KI HAJAR DEWANTORO”
KI HAJAR DEWANTORO, Bapak Pendidikan Indonesia

 

 

        Menjelang Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) tanggal 2 Mei yang diperingati oleh seluruh bangsa Indonesia, penulis sebagai pemerhati pendidikan bertanya-tanya di dalam hati, mengapa lambang yang ada di baju seragam sekolah dari SD sampai dengan SMA, topi, bendera, kop surat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hanya tertera Tut wuri handayani saja, padahal yang dimaksudkan atau konsep semula dari Ki Hajar Dewantoro adalah “ing ngarso sung tulodoing madyo mangun karsotut wuri handayani”; yang artinya, di depan menjadi teladan – di tengah menciptakan prakarsa atau ide – di belakang memberikan dorongan/motivasi.

        Rangkaian kata yang sarat makna itu mengandung arti yang sangat dalam, baik diterapkan di dunia kerja, organisasi pemerintahan, organisasi swasta, terlebih di dunia pendidikan. Jika seorang pemimpin berada di depan ia harus memberi teladan atau contoh tindakan baik/panutan, jika pemimpin itu berada di tengah ia harus menciptakan prakarsa dan gagasan, dan jika pemimpin itu berada di belakang ia harus dapat memberikan dorongan/motivasi kepada yang dipimpinnya. Ketiga ajaran Ki Hajar Dewantoro yang sarat dengan rasa cinta, rasa bersatu, perasaan dan keadaan jiwa pada umumnya itu sangat bermanfaat untuk berlangsungnya suatu proses kepemimpinan, juga di bidang pendidikan.

        Di mana unsur keteladanan yang begitu penting dan harus ditanamkan, dipupuk dan dikembangkan melalui dunia pendidikan, sejak anak dini usia sampai mereka dewasa? Betapa pentingnya unsur keteladanan, dimulai dari pendidikan oleh orangtua di rumah dan oleh guru di sekolah serta kelak ketika peserta didik berada di tengah masyarakat. Tiadanya unsur keteladanan di ranah apapun bisa berakibat fatal. Oleh karena itu, bagaimanapun juga keteladanan/panutan mutlak harus melekat pada diri seseorang yang disebut pemimpin (jika di rumah adalah orangtua dan jika di sekolah adalah guru/pendidik).

        Ki Hajar Dewantoro yang dulunya mempunyai nama asli Soewardi Suryoningrat, yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889 dan beliau wafat pada tanggal 26 April 1959, dimakamkan di Kampung Celeban, Yogyakarta; ajarannya masih akan terus hidup di dalam sanubari setiap insan pendidikan. Unsur keteladanan dan prakarsa adalah sebuah gagasan yang senantiasa harus ada di dalam dunia pendidikan dan pengajaran, karena merupakan elan vital. Sesuatu yang sangat penting sehingga dapat dikatakan sebagai ‘ruh’ sebagaimana dikemukakan oleh Henri Bergson (filosof Perancis). Benar memang perbuatan memberikan dorongan/motivasi kepada peserta didik itu penting, akan tetapi ketiganya adalah suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena akan  menjadikan pendidikan ‘salah’ arah.

        Semasa hidupnya beliau rajin menulis dan mengumpulkan bahan-bahan dari surat kabar, majalah, brosur serta penerbitan lain-lain yang terserak/tersebar di Indonesia dan di Nederland dan tentu saja pekerjaan itu tidak mungkin dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat. Sejak perjuangan beliau di bidang jurnalistik, sosial, politik, dan terakhir di bidang pendidikan dan kebudayaan terdapat gagasannya yang begitu mulia. Berbagai ragam dan cara mengemukakan gagasan tampak jelas bahwa bukan hanya kupasan tanpa tujuan, bukan pula ilmu tanpa cita-cita, akan tetapi cita-cita yang dikemukakan beliau itu telah dilengkapi dengan pemikirannya yang tegas, lugas dan mendidik yang penuh welas asih.

        Tulisan yang terbanyak dari beliau adalah yang mengenai pendidikan, itulah sebabnya dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 316 tanggal 16 Desember 1959, hari lahir Ki Hajar Dewantoro ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS), sebagai penghargaan dan penghormatan atas jasa-jasa beliau. Pengangkatan Ki Hajar Dewantoro sebagai Perintis Perjuangan Kemerdekaan, Ki Hajar Dewantoro sebagai Perwira Tinggi, Ki Hajar Dewantoro sebagai Pahlawan Nasional, Ki Hajar Dewantoro sebagai Mahaputra Tingkat I, semuanya itu mencatat bahwa Ki Hajar Dewantoro sebagai patriot pejuang kemerdekaan di samping sebagai pelopor dan Bapak Pendidikan Nasional bagi seluruh bangsa Indonesia.

        Berikut penulis kutipkan sepenggal kalimat yang ditulis Ki Hajar Dewantoro pada tahun 1928: “………. Pengajaran harus bersifat kebangsaan………. Kalau pengajaran bagi anak-anak tidak berdasarkan kenasionalan, anak-anak tak mungkin mempunyai rasa cinta bangsa dan makin lama terpisah dari bangsanya, kemudian barangkali menjadi lawan kita………. Pengajaran Nasional itulah hak dan kewajiban kita……….”

        Begitu perhatiannya beliau pada dunia pendidikan dan memang hal pendidikan umumnya diartikan sebagai segenap daya upaya untuk memajukan bangsa dan bertumbuhnya budipekerti yang berisi kekuatan batin, karakter, pikiran dan tubuh anak, yang satu sama lainnya tidak boleh dipisah-pisahkan, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.

        Demikian juga halnya dengan kalimat “ing ngarso sung tulodoing madyo mangun karsotutwuri handayani” hendak nya jangan dipisahkan dan hanya diambil bagian yang ‘tut wuri handayani’ saja. Keutuhan dari ketiganya adalah murni gagasan Ki Hajar Dewantoro, mari kita tuliskan secara lengkap. Kalau tanggal 2 Mei adalah hari lahir Ki Hajar Dewantoro, maka tepat pada tanggal 26 April ini penulis hendak mengenang dan merenungkan dalam-dalam semua yang telah diajarkan beliau.

Jakarta, 26 April 2021

Salam sehat dari penulis: E. Handayani Tyas – tyasyes@gmail.com

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.