KALIAN TAHU APA! (Trilogi “The Me Is Three” episode terakhir)

#poligami #budayawanlokal #penulislokal #belajarmenulis #curhatanistri #deritaistri #pernikahan #likalikukehidupan #dramarumahtangga

KALIAN TAHU APA!  (Trilogi “The Me Is Three” episode terakhir)

 

Aku tak tahu apa yang telah keluar dari dari mulutku. Emosi rasanya sudah menguasaiku, dan benar-benar ingin ditumpahkan. Yang ada dipikiran cuma pertanyaan kenapa kalian semua kejam! Terhadap Lela, terhadap Wulan!

“Salah mereka kepada kalian,” teriakku dalam hati

 

***

 

Siang itu, aku bertandang ke rumah Lela, hunian kami berdua. Aku membawa Bilqis untuk pertama kalinya. Tiba disana, tanpa rasa canggung NurLela, istriku menarik Bilqis dari tanganku. Senyumnya mengemkang dan berulang kali mendaratkan ciuman kepada Bilqis. Bayi yang masih merah itu juga terdiam saat mendapat ciuman dari bundanya. Seakan nuraninya berkata bahwa  ia bakal aman dan nyaman dalam pelukan Lela.

 

Lela pun berkata-kata kepada Bilqis, seakan bayi yang digendonnya itu bakal paham dengan apa yang ia bicarakan. Nada suara Lela seperti anak kecil membuatku tersenyum. Lucu sekali melihatnya. Diam-diam aku menetekan air mata. Air mata bahagia, karena mendapatkan banyak cinta dalam hidupku. Masih melihat Lela menggendong Bilqis dengan sayang, aku hanya duduk. Tak sangka lumayan lama juga Bilqis dimanja oleh Lela. Dan tiba-tiba Bilqis nangis.

“Low kenapa anak sholihah, apakah kamu haus,” ujar Lela. Matanya mencari botol susu Bilqis. Melihat Bilqis yang sudah tenang menghabiskan susu. Lela pun mencoba mengabadikan momen tersebut kedalam akun sosmednya.

Dan beberapa jepretan pun tampil disana. Posenya saat mengendong Bilqis, memberi susu, dan saat Bilqis sedang tertidur.

Senang main sama sholihahku begitu caption yang ditulis oleh Lela.

Saat Bilqis tertidur, aku dan Lela pun berbincang-bincang. Dalam dekapanku, Lela banyak sekali berbicara, terutama tentang Bilqis

“Aku juga udah pesan beberapa baju yang lucu-lucu buat sholihah nanti diacara aqiahnya kang. Nanti kita sekeluarga bisa sarimbitan.”

Aku hanya mengangguk saja. Aku peluk erat si Lela, dan mencium rambutnya yang tertutup hijab. Masih tercium wanginya walaupun ada kain yang melapisinya.

Masih aku dengarkan celoteh si Lela

‘Nanti kalo sholihah sudah sekolah, kita masukkan ke TK yang ada di depan perumahan ya Kang. Biar aku bisa nganter ke sekolahnya.’

“Duh Lela, itu masih 4 atau 5 tahun lagi. Nggak usah mikir sampai jauh-jauh begitu,” kelakarku. Melihat rencana Lela yang sudah jauh.

Dengan nada ngambek, si Lela menjauh dari pelukanku, “Duh akang ini bagaimana  sih, yah harus sudah dipikirin dan disiapkan. Kan itu masa depan anak kita.”

Aku hanya tertawa dan menariknya kembali dalam dekapanku

“Lela Lela, kau ini ada ada saja.”

Masih ngambek Lela pun memainkan wajahku dengan gemas. Aku kian tertawa supaya dia lebih jengkel. Yah aku suka ketika Lela ngambek dan bermanja kepadaku. Waktu bersama Lela rasanya ingin lebih lama dan harus diulang.

 

Sore sudah menyapa. Waktunya aku mengajak Bilqis pulang

Terlihat raut sedih Lela melihatku mengemasi barag-barang Bilqis yang ada dikamar kami.

“Kenapa tidak berlama-lama disini aja kang si Bilqis. Dia boleh kok menginap disini, sesering yang dia suka,”

“Bukan begitu Lela. Bilqis masi butuh bundanya. Bundanya masih belum sehat betul. Nanti kalau Wulan sudah membaik, insyaallah Bilqis akan sering-sering kesini.”

“Tapi kang, aku masih ingin bersama Bilqis,” Lela merajuk. Aku mencium keningnya. Mengucapkan salam sambil berbenah ungtuk pulang

“Iya, besok akan aku ajak Bilqis kesini.”  

Aku pun pulang mengarahkan mobilku ke rumah Wulan. Maduku yang baru saja memberikanku buah hati. Penerus yang sudah lama aku dan Lela tunggu-tunggu.

 

Sempat banyak hal yang berkecamuk dalam pikiran saat aku akan menikahi Wulan, wanita kedua yang kunikahi dengan restu Nurlela istri pertamaku. Namun, kesabaran dan cinta Lela bisa mengubah keraguanku. Lela adalah wanita yang luar biasa dalam kehidupan kami, mau berbagi cinta demi membahagiakanku, yakni memiliki buah hati yang tak bisa aku peroleh dari Lela. Tanpanya, aku bakal merana.

Lamunanku pun berhenti saat mobilmu memasuki rumah Wulan, yang menyambut kami dengan senyuman.

“Bagaimana kalian disana? Pasti bersenang-senang ya,” kata Wulan sambil mengambil Bilqi yang tertidur tenang di box tidur portable yang aku pasang dalam mobil kami.

 

Tentang Wulan, aku juga terpesona dengan aklaknya. Mau bersabar denganku dan adabnya kepada Lela pun luar biasa. Aku beruntung memiliki mereka berdua. Ku langkahkan kaki masuk ke rumah, mengejar bidadari-bidadariku. Setelah bersih-bersih rumah dan memandikan Bilqis. Wulan pun menyiapkan kudapan sore di ruang tamu. Hal yang sering kami lakukan untuk menemani ngobrol aktifitas keseharian kami.

“Wulan, bolehkan aku mengajak Bilqis ke Lela setiap hari dalam minggu-minggu ini. Supaya kamu bisa beristirahat memulihkan kesehatanmu.”

“Ahh Wulan baik-baik aja kok kang, kasian juga kalo Lela merawat Bilqis terus

“Ehmm, sebenarnya Lela sangat senang merawat Bilqis. Maklum, dirumah juga tidak ada orang. Bapak ibu Lela masih pulang kampung. Maukah kamu berbesar hati untuknya.”

Wulan mengangguk, tak ada perasaan negatif diwajahnya.

”Kehadiran Bilqis pasti menggembirakan hatinya. Supaya tidak kesepian disana.”

“Baiklah. Besok aku pompa ASI lebih banyak agar Bilqis bisa berlama-lam disana”

Aku pun mengangguk. Kami pun melanjutkan perbincangan kami bersama Bilqis, yang nyaris tertidur terus serasa tak ingin mengganggu sendau gurau kami, orang tuanya.

Setiap hari aku pun mengantar Bilqis ke Lela, dan tiap saat disana putri kecil kami mendapat curahan kasih sayang yang luar biasa. Untung saja bisnisku bisa dihandle oleh bawahanku, jadi aku bisa bebas mengasuh anak diawal ini

Namun hari itu terasa berbeda, raut muka Lela sembab, yang ia coba tutupi dengan senyuman. Penuh selidik aku lihat gerak geriknya. Aku paham jika Lela sedang bersedih. Tapi aku tak ingin mencari tahu darinya segera. Aku biarkan Bilqis menghiburnya terlebih dahulu. Dan benar, Lela pun kembali ceria menggoda si mungil saat, menggendongnya. Aku tak digubrisnya.

 

Mencari waktu yang tepat untuk berbincang, aku pun mengajak Lela untuk masuk pembaringan

“Lela, tampaknya Bilqis mengantuk. Coba tidurlah bersamanya.”

“Iya kang, aku capek juga. Yuk rebahan dengan Bilqis.”

Lela pun beranjak masuk kedalam kamar tidur bersama Bilqis. Aku pun menyusul mereka.

“Bagaimana dirimu hari ini Lela?”

“Seperti biasa aja kang. Cuma ibu dan ayah beberapa kali menelpon untuk tahu keadaan Lela ama Bilqis. Mereka juga menanyakan keadaan akang”

“Alhamdulillah. Berarti bapak dan ibu baik-baik aja di kampung ya.”

“Iya kang”

Aku masih coba mencari sela untuk bertanya apa gerangan yang membuat istriku ini gusar

“Adakah hal lain yang tidak akang ketahui Lela?”

“Nggak kang. Lela baik-baik aja kok,” jawabnyamasih mencoba menutupi sesuatu

Hingga aku mendengar nada dari handphonenya. Lela tidak menggubrisnya, padahal istriku ini lumayan aktif di sosmednya. Terutama jika ada nada dering khusus, pasti ia segera angkat. Aku hapal betul dengan aktifitas Lela.

“Kenapa Lela tidak menjawab handphonenya? Bolehkah akang tahu alasannya”

Lelah aku buru dengan kekwatiranku, Lela pun menjawab dengan ceritanya, aku dengarkan setiap kata yang keluar dari mulutnya.

Gundah Lela ini berwal dari postingannya di status WA dan postingannya di beberapa instagram yang menunjukkan aktifitasnya bersama Bilqis. Rupanya banyak komen negatif dan nyinyir tentang kehidupan kami.

“Aku sudah menghapusnya kang. Aku malas menjawab dan berargumen tentang kehidupan kita. Cuma Lela memang salah mempostingnya di media”

Aku geram dengan tindakan orang-orang nyinyir terhadap istri dan kehidupan kami. Cuma aku tak ingin Lela melihatku hilang kesabaran. Terpaksa aku pun tersenyum dan membenarkan tindakannya. Yah aku harus tetap bijaksana, mereka yang tak paham dunia keluarga kami tak juga bisa aku salahkan.

“Lela, apapun yang terjadi. Aku tetap milikmu. Kami selalu mencintaimu. Dan kami sangat bersyukur telah menjadi bagian dari hidupmu,” kataku lirih

Lela mengangguk dan tersenyum, sedihnya tak begitu saja menghilang, tapi setidaknya ada penghiburan dalam dirinya.

Kami pun membahas tentang aqiqah Bilqis, dan Wulan juga menyetujui tasyakuran bakal dilaksanakan di rumah Lela. Kami semua pun  menyiapkan segala pernak pernik yang dibutuhkan dalam acara tersebut. Seperti yang dijanjikan oleh Lela. Kami berempat; aku. Lela, Wulan, dan Bilqis meggunakan warna baju semotif.

 

Sayang sebelum acara yang dihadiri saudara dan tetangga, baju Wulan terkena noda tumpahan makanan yang bakal ia sajikan. Akhirnya Wulan pun meminta izin kepada Lela untuk mengenakan pakaiannya yang lain. Lela paham dan mengizinkan Wulan untuk berganti pakaian.

Acara tasyakuran pun mulai, para undangan yang hadir mengikuti semua posesi. Ada rasa bahagia kami disana. Berbagi bahagia akan banyaknya doa kepada keluarga. Banyak mata melihat kami, terutama kepada Lela dan Bilqis. Terlihat kasih sayang Lela pada anaknya.

Banyak diantara mereka yang tak kenal dengan Wulan. Selain berbeda baju, Wulan juga bukan berasal dari kota yang sama. Saat aku menikahi Wulan, aku juga melakukan resepsi ditempatnya. Bukan disini, rumahku bersama Lela.

Namun posesi acara berjalan tidak sesuai yang kami harapkan. Betapa tidak, seusai tasyakuran dan hidangkan disajikan, beberapa tetangga kasak kusuk. Mereka tak sadar jika Wulan diantara mereka dan mendengarkan kasak kusuk tersebut.

Kaget dengan pembicaraan beberapa tamu tersebut membuat Wulan kaget. Namun berusaha tenang dan mencoba mendengarkan lebih jauh. Tiba-tiba ada suara gaduh

Pranggg

Beberapa piring jatuh ke lantai, piring yang dibawa oleh Wulan

Terlihat Wulan meninggalkan ruang tamu yang jadi tempat aqiqah dan menuju dapur. Sontak hal itu menimbulkan perhatian para tetamu. Lela yang melihat hal tersebut langsung menyusul Wulan. Lela melihat Wulan yang sudah menjadi sahabatnya sejak lama itu sedang menangis. Lela mendekatinya tanpa berkata apapun, seakan membiarkan Wulan menumpahkan rasa yang ada didadanya. Lela tak tahu apa yang terjadi, cuma ingin Wulan tenang dan menguasai emosinya terlebih dulu dengan memeluknya, mengelus punggungnya penuh kepedulian.

Tangis Wulan makin meledak

“Aku tak tahu bagaimana kamu bisa bersabar dengan ini semua Lela,” kata Wulan dalam tangisnya

Lela hanya terdiam dan terus menenangkan Wulan

“Aku benci mereka Lela. Mereka menghakimi begitu kejamnya”

Lela hanya menarik nafas. Mulai paham apa yan sedang digundahkan oleh Wulan.

Masih memeluk sahabatnya, Lela berkata lirih, “Tenangkan dirimu Wulan. Kita pasti bisa melewatinya.”

Wulan menangguk dan sesengukkan.

 

Mereka tak sadari jika aku melihat mereka. Perasaanku hancur, bagaimana tidak aku melihat dua orang wanita yang begitu berbesar hati dan bersabar denganku dengan cinta yang luar biasa harus menerima hujatan yang semestinya tidak mereka terima.

 

Aku bergegas kembali ke ruang tamu, aku melihat orang-orang yang hadir disana. Terlihat tatanan ruang kembali rapi, mungkin saudara-saudara sudah membenahinya. Dadaku bergemuruh, rasanya ingin meledak saja. Aku biarkan para tamu untuk menikmati hidangan. Dengn geram aku menunggu saat yang tepat. Tapi rasanya tak ada hal yang tepat. Aku pun menuju ke arah tetamu yang tampaknya sudah menikmati hidangan dan acara yang kami sediakan.

 

Entah apa yang merasukiki tiba-tiba aku aku bersuara kencang mengucapkan banyak kalimat-kalimat. Aku melihat banyak tamu yang memperhatikan perkataanku. Aku benar-benar tak tahu apa yang telah aku katakan. Tapi rasanya sungguh tak tahan untuk menyimpannya lebih lama. Para tamu terdiam. Tetua kampung nampaknya paham dengan situasi yang terjadi. Melarang undangan yang merekam dengan handphonenya

 

Beliau pun segera menengkanku yang terlihat benar-benar lepas kendali.

Saudara-saudaraku meminta maaf pada tamu dan mempersilakan mereka meninggalkan acaraku.

Wajahku masih memerah.

“Maafkan kami mas Iksan, karena tidak memahami yang mas Iksan dan keluarga alami,” ucap tetua sebelum meningalkanku.

Aku terduduk di sofa, dalam pikiranku cuma ada Lela dan Wulan, wanita-wanita yang harus aku lindungi dan aku jaga. Ohh, istriku maafkan suamimu ini. Yang membuatmu kian malu. Tapi aku harus menjaga martabatmu, setidaknya dilingkungan dimana kalian tinggal.

“Kejamnya kalian, menghakimi wanita-wanitaku! Yang tak pernah menyakiti kalian. Tahu apa kalian tentang kami!”

 

***

 

Penulis : Ibu PeRi

Merauke, 22 Desember 2022

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.