JAYA SUPRANA SHOW

JAYA SUPRANA SHOW

Tanggal 11 Januari, hari Selasa, pukul 15, saya diundang untuk menjadi narasumber di acara Jaya Suprana Show. Talkshow tersebut akan membahas seputar novel terbaru saya yang berjudul 'Penjelajah Mimpi." Acara ini udah lama saya lihat di berbagai stasiun TV dan belakangan ini disiarkan di fomat Youtube.

Awalnya, saya agak ragu-ragu untuk menerima tawaran tersebut. Pertama, tamu-tamu yang diundang adalah orang-orang besar. Minimal mereka adalah orang yang eksistensinya sangat tinggi baik di real life maupun di social media. Sementara saya cuma seorang bu beng siaw cut yang masih bercita-cita menjadi Bun bu coan cay.

Alasan kedua adalah saya merasa tidak satu spesies dengan Jaya Suprana. Yang saya maksud dengan satu spesies sama sekali bukan mengacu ke masalah sara, loh. Hanya saja ngeliat sepak terjang beliau, saya merasa ada beberapa hal yang tidak begitu sejalan. Perbedaan itu membuat saya kuatir di acara talkshow tersebut pembicaraan kami berubah jadi perdebatan yang sia-sia. 

Setelah melalui pertimbangan sana-sini, akhirnya saya memutuskan untuk memenuhi undangan tersebut. Di hari yang telah dijanjikan saya pun bersiap, menyalakan laptop setengah jam sebelum acara dimulai. Namun apa yang terjadi? Tiba-tiba hujan badai melanda. Suasana berisik minta ampun. Pastilah beackground suara saya akan mendominasi di acara itu. Saya cuma bisa pasrah. Saya tetap masuk ke dalam zoom dan duduk menunggu acara dimulai.

Kamera On. Pak Jaya mulai memberikan kata-kata pembukaan seputar mimpi dengan segala misterinya. Setelah itu dia memperkenalkan diri saya pada audience dan mempersilakan saya bicara. Baru saja saya mau ngoceh...eh tiba-tiba koneksi putus. Bukan main....pertanda apa ini? 

Sekretaris Pak Jaya pun panik, dia nge-WA saya untuk segera kembali ke ruang zoom. Dengan mengucapkan basmallah...saya mulai mengklik tombol konek. Lalu apa yang terjadi? Seiring dengan tersambungnya koneksi internet, mendadak hujan badai ikut berhenti. Acara talkshow pun dimulai.

Dan sekali lagi keheranan saya membubung. Ternyata bukan hanya internet yang terkoneksi. Kami berdua ternyata juga terhubung. Percakapan saya dengan Pak Jaya berjalan sangat lancar dan menyenangkan. Kami berdua ternyata mempunyai selera yang sama tentang buku yang kami baca. Kami berdua mempunyai pemahaman yang sama tentang bagaimana sebuah proses kreatif berlangsung. Kami juga meyakini bahwa sehebat-hebatnya sebuah robot, sampai kapan pun mereka tidak pernah bisa menjadi penulis yang hebat. Kenapa demikian? Karena robot tidak punya nyawa. Sebuah karya yang bagus adalah karya yang mempunyai emosi, mempunyai nyawa. Kami berdua bersepakat bahwa berkarya itu mudah. Yang susah adalah memberi nyawa pada karya tersebut.

Seorang teman saya, Oksand, berkomentar di ruang komen Youtube, katanya, "Orang ternyata punya banyak kesamaan frekuensi. Jangan-jangan Pak Jaya ini salah satu tokoh di dalam novelnya yang berperan sebagai "jiwa" Leon yang terbelah."

Omongan Oksand betul. Saya merasa ada di satu frekuensi dengan Pak Jaya. Sehabis acara tersebut saya menyadari bahwa anggapan saya selama ini salah. Pak Jaya dan saya ternyata satu spesies. Makasih Pak Jaya. 

Buat yang mau nonton acara tersebut, ini linknya:  

https://youtu.be/f6R8qlCfwdw

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.