"Aku beli rice cooker ya, Pon?" saya minta ijin ke ponakan.
"Oke".
Keponakan hendak dinas luar negeri selama dua minggu. Dia minta saya menemani anaknya yang masih SD—yang notabene adalah cucu saya. Dikatakan, pada minggu kedua akan ada kakak sepupu dari pihak ibunya yang juga akan menemani. Kakak sepupu yang usianya cukup jauh. Sudah lulus kuliah, S1, dan bekerja sebagai guru.
Seminggu berlalu. Datanglah si kakak sepupu. Kami tak jumpa malam itu, karena saya sedang kerja di ruang sebelah. Tengah malam saya ke dapur untuk masak nasi. Persiapan buat bekal cucu sekolah. Saya lihat rice cooker menyala dalam posisi 'warm'. Aneh! Sebab, yang saya tahu nasi sudah habis dari sore. Pancinya, pan-nya, saya yang cuci. Tapi, bisa jadi si kakak sepupu atau bahkan si cucu sendiri, yang memang angot-angotan sifatnya, yang masak ya...
Masih dengan penasaran, saya buka rice cooker-nya. Yak, betul, penuh dengan nasi. Sangat penuh. Eh, tapi, ada yang janggal. Ya ampun! Nasi itu berada langsung di heating body-nya rice cooker. Bukannya di pan/pancinya. Dahi saya mengernyit, bagaimana mungkin langsung memasak di heating body? Bukankah bila terkena air bagian tersebut akan korslet. Apapun itu, ada sesuatu yang salah. Benar-benar salah. Gumpalan nasi di dasar heating body menempel, sebagian mulai gosong. Dari suaranya, saya yakin sudah ada butir-butir nasi kering di dalam mesin.
Kebetulan ada teman ponakan yang mampir ke rumah. Kepadanya, saya tanya apa bisa membongkar heating body si rice cooker. Mau saya bersihkan.
“Rendam dulu aja dengan air,” jawabnya santai
Makin absurd saja. Begadanglah saya dalam upaya membersihkan si heating body. Esok malamnya saya ketahui bahwa nasi itu bawaan si kakak sepupu. Si kakak sepupu juga yang menempatkanya di heating body. Kakak sepupu yang sudah dewasa itu loh...