Dining with the Enemy, Sebuah Kisah Malam Natal

Ralph mencoba mengusap salju dari wajahnya, tetapi rasa dingin yang membekukan membuat tangan-tangannya bergetar dan sulit ia arahkan. Ketika jari-jari tangan kanannya mampu menggapai dagunya, ia dapat merasakan gumpalan salju yang melapisi janggut tipisnya yang mulai tumbuh liar. Sudah hari ketiga sejak terpisah dari batalion mereka, ia bersama dua tentara lainnya bersembunyi dalam dingin dan rasa takut akan tertangkap. Ralph menengok tak berdaya ke arah Herby yang tergeletak di atas salju dengan luka tembak pada pahanya. Ralph dan Jim menyadari, bahwa malam ini mereka mungkin tidak dapat bertahan lagi.
“Ayah tampaknya tidak akan pulang hari ini, Sayang, tetapi siapa tahu, malam Tahun Baru ia malah bisa pulang,” Elisabeth coba menyemangati Fritz, putranya yang berusia 12 tahun, tetapi menjadi cepat dewasa karena kehidupan di masa perang yang mereka alami.
“Sudahlah, ayamnya kita masak nanti kalau Ayah pulang ya, Nak” lanjut Elisabeth.
Malam itu, tiba-tiba terdengar suara ketukan pada pintu. Ibu dan anak saling memandang. Fritz spontan berlari ke arah pintu pondok kecil itu, tempat mereka mengungsi di hutan Huertgen karena sebuah bom telah menghancurkan rumah mereka di Kota Aachen, Jerman.
Fritz pada 1940-an
Sebelum Fritz dapat membuka pintu, ibunya sudah mendahuluinya. Saat pintu terbuka, di hadapan mereka berdiri dua tentara Amerika bersenjata dan di belakang, satu tentara berbaring di salju. Terkejut dan takut, ibu dan anak hanya dapat berdiri kaku.
Namun, Elisabeth Vincken memperhatikan kedua tentara itu dengan seksama. Badan mereka tegap, tetapi dari wajah dan sorotan matanya, Elisabeth tahu bahwa mereka masih terbilang remaja. “Mereka mungkin saja anak-anak saya,” pikir Elisabeth.
Tidak ada di antara tentara tersebut yang bisa berbahasa Jerman, tetapi Elisabeth paham maksud mereka dan rasa takut pun ia kesampingkan. “Kommt rein,” Elisabeth mempersilakan mereka masuk.
Ralph dan Jim mengangkat Herby masuk dan Elisabeth memberi aba-aba ke arah ranjang Fritz dan di situlah tentara terluka, yang merupakan musuh Jerman itu, dibaringkan. Elisabeth segera mengeluarkan kain bersih untuk membalut luka Herby.
Ayam yang hendaknya disajikan saat kedatangan suami Elisabeth dari Monschau, akhirnya menjadi rezeki tentara Amerika. Jim bahkan membantu memasak sementara Fritz merapikan meja makan. Elisabeth mencoba berkomunikasi dengan bahasa Eropa lainnya, bahasa Perancis, dan ternyata Jim dapat memahaminya. Rasa curiga pun peralahan melenyap.
Pertempuran Huertgen Forest , 1944
Ketika suasana baru mulai mencair, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Fritz langsung berlari ke arah pintu, ia berpikir itu pasti tentara Amerika yang tersesat lagi. Sama sekali berbeda dari yang ia bayangkan, ketika ia membuka pintu, berdiri di hadapannya, empat tentara Jerman. Jantung Fritz bagai berhenti sejenak, ia tak dapat berbicara, lidahnya mendadak kelu dan otot-ototnya terasa kaku. Ia paham, siapa pun yang terungkap memberi perlindungan bagi musuh akan dihukum mati!
Dengan cepat Elisabeth menghampiri keempat tentara Jerman tersebut. “Selamat Natal,” ucap Elisabeth. Ia berusaha berdiri tegak dengan berani, ia harus melindungi anaknya. Lantas, kopral muda—yang tampak hanya sedikit lebih tua daripada ketiga tentara berwajah remaja—menjelaskan bahwa mereka terpisah dari resimen dan perlu tempat untuk bermalam dan beristirahat.
“Tentu Anda dapat beristirahat di sini dan makan malam sepuasnya.” Jawab Elisabeth. Keempat tentara tersenyum senang mendapat sambutan seperti itu. “Tetapi …,” Elisabeth melanjutkan, “sudah ada tiga tamu di sini yang Anda tidak akan anggap sebagai kawan.”
“Ada siapa di dalam? Amerikaner?” Sang kopral bertanya dengan suara tegas.
“Kalian mungkin saja anak-anak saya, sama saja seperti mereka, yang salah satunya mengalami luka parah … Pada malam ini, malam Natal, lupakan membunuh!” Jawab Elisabeth dengan suara yang lebih tegas lagi.
Kemudian Elisabeth meminta para tentara Jerman itu untuk meninggalkan senjatanya di luar. Mereka awalnya tampak ragu, tetapi akhirnya menurut dan masuk ke dalam pondok kecil itu, berhadapan-hadapan dengan tiga tentara musuh.
Huertgen Forest, 1944
Suasana menjadi tegang kembali. “Serahkan senjata kalian kepada saya!” perintah Elisabeth tanpa ragu dalam bahasa Perancis kepada tentara-tentara Amerika itu. Setelah menyingkirkan senjata mereka, Elisabeth kembali menyiapkan hidangan dan membiarkan suasana yang sungguh canggung itu: sekelompok tentara Jerman dan Amerika dalam satu ruangan, tanpa senjata.
Ketegangan mulai mereda ketika kedua pihak tentara dapat berkomunikasi melalui salah satu tentara Jerman yang dapat berbahasa Inggris. Kebetulan sekali, tentara itu adalah mahasiswa kedokteran dan entah apa yang menggerakkannya malam itu, ia mulai memeriksa dan mengobati luka Herby.
Sang kopral kemudian mengeluarkan sebotol anggur dari tasnya dan tentara Jerman lainnya, Heinz, mengeluarkan roti dari tasnya. Minuman dan makanan itu dihidangkan oleh Elisabeth bersama ayam, kentang, dan gandum. Namun, hanya tersedia satu meja makan kecil dan tiga kursi dalam pondok itu. Dua tentara Jerman dan dua tentara Amerika akhirnya duduk bersama di sisi tempat tidur Elisabeth.
Sebelum makan malam dimulai, di meja makan, Elisabeth memanjatkan doa. Ia merasakan malam ini sebagai malam mukjizat. Air matanya pun mulai berlinang. Pondok kecil itu sunyi dalam sekejap dan kesyahduan malam dapat dirasakan oleh semua. Para tentara tidak dapat bersembunyi lagi di balik senjata, mata mereka yang berkaca-kaca mengungkap emosi yang tengah melanda hati mereka. Inilah makan malam bersejarah antara dua negara yang berperang, Jerman dan Amerika, pada malam Natal tahun 1944—kisah rahasia yang baru diungkapkan 30 tahun kemudian.
Menjelang subuh Elisabeth mendulangi Herby yang sudah terjaga dengan sop bening dan ketika matahari terbit, sarapan bubur gandum seadanya sudah siap untuk para tentara yang akan beranjak pergi. “Ini untuk Herby,” Elisabeth telah membuat minuman dari telur, gula, dan sisa anggur semalam khusus untuk Herby. Pagi itu, dari tiang-tiang kayu dan taplak meja, para tentara membuat semacam tandu untuk membawa Herby.
Saat tiba waktunya untuk memulai perjalanan mereka, Jim membuka peta dan kopral Jerman dengan telunjuknya menunjukkan arah pada peta dan mewanti-wanti agar tidak ke Monschau karena sudah direbut kembali oleh Jerman. Tidak hanya itu, kopral Jerman bahkan memberikan kompasnya kepada ketiga tentara Amerika.
Ralph dan Fritz bertemu kembali pada 1996.
Kedua belah pihak lalu bersalaman dan mengucapkan terima kasih kepada tuan rumah sebelum akhirnya berpisah dan berjalan ke arah yang berlawanan. Entah nasib seperti apa yang menunggu mereka kemudian.
Puluhan tahun setelah malam Natal itu, Fritz masih berusaha untuk melacak tentara-tentara yang singgah di pondoknya, tetapi tanpa hasil. Fritz memutuskan untuk menuliskan kisah tentang keberanian ibunya yang telah menyelamatkan nyawa para tentara—kisah tentang seorang perempuan yang memilih kemanusiaan di atas perang. “Kekuatannya …. mengajarkan kepada saya arti ‘kehendak baik kepada manusia’,” ungkap Fritz.
Kisah Fritz dimuat oleh majalah Readers Digest pada 1973. Sebelumnya, tim majalah telah melakukan proses verifikasi, termasuk mewawancarai Elisabeth, untuk memastikan kebenaran cerita tersebut.
Dua puluh tahun lebih setelah kisah Fritz dipublikasi, Ralph akhirnya dapat dilacak keberadaannya dan dipertemukan dengan Fritz. Kompas pemberian kopral Jerman yang juga berbagi makan malam dengannya pada malam Natal 1944 masih disimpan Ralph. Sebuah momen ketika kemanusiaan lebih penting daripada patriotisme.
Sumber:
American Battle Monuments Commission (2020) Christmas Eve 1944: A Brief Moment of Peace on The Battlefield. https://www.abmc.gov/news-events/news/christmas-eve-1944-brief-moment-peace-battlefield [Diakses 19 Desember 2021].
Interview of Fritz Vincken February, 1997 in Honolulu, Hawaii Conducted by Joalena Ashmore Senior at Kahuku High http://ba-ez.org/educatn/lc/oralhist/vincken.htm [Diakses 27 Desember 2021].
The Chaplain Kit (2017) Truce in the Forest: The Story of a World War II Christmas Eve Truce Between German & American Soldiers During the Battle of the Bulge. https://thechaplainkit.com/2017/12/24/truce-in-the-forest-the-story-of-a-world-war-ii-truce-between-german-american-soldiers-during-the-battle-of-the-bulge/ [Diakses 19 Desember 2021].
Vidar (2021) ‘How the Germans and Americans Shared a Christmas Dinner In 1944.’ Medium. https://historyofyesterday.com/how-the-germans-and-americans-shared-a-christmas-dinner-in-1944-fbefe912a4f [Diakses 19 Desember 2021].
Sumber Gambar:
Gambar Utama: Dana DeVolk (Unsplash.com)
Gambar 1, 4: ba-ez.org
Gambar 2: Hürtgen 1944 - America's Meat Grinder (YouTube)
Gambar 3: Battle of the Hurtgen Forest (YouTube)
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.