Di Bawah Pohon Rindang

"Kenapa begitu telat bilangnya?" Felicia bertanya. "Rasa itu sudah tidak ada lagi. Hopeless."
"Maksudnya?" Tanyaku dengan heran.
"Aku itu udah suka kamu sejak kelas 5 SD. Dan kamu yang sekarang sudah berubah. Jauh berubah," angin berhembus sepoi-sepoi menghembus pohon rindang di pagar SMA kami, mengiringi kalimat yang menusuk itu.
"Ya, karena buat aku cinta itu menyakiti. Dari semua yang kulihat. Kakak-kakakku. Teman-teman. Butuh waktu lama untuk mengumpulkan keberanian ini. Selama SMP kita sekelas, duduk sebelahan. Dari sana tumbuhnya cinta. Tapi melihat orang bisa bertengkar dan saling menyakiti hanya karena punya hubungan, membuatku ketakutan menyatakan. Aku tidak ingin malah perasaan ini malah membuat kita jadi saling menyakiti."
"Mau bagaimana, rasa itu sudah tidak ada lagi. Aku juga tidak ingin pacaran dulu." Jawabnya.
"Aku bisa menunggu, selama apapun itu," sanggahku.
"Tidak usah. Tidak perlu. Sudah usai." Jawabnya.
"Tidak bisakah dipertimbangkan lagi?" Aku masih mendesak dan bertanya.
"Tidak. Sudahlah."
"Ada orang lain?" Tanyaku menyelidik.
"Iya..."
Seketika itu langit yang cerah jadi terasa gelap dalam naungan badai. Walau tidak ada petirnya, karena sudah meletus di dalam hati. Aku menutup telinga.
"Aku tidak sanggup mendengar alasan itu."
"Iya, maaf," jawabnya.
"Tidak ada artinya lagi perhatian-perhatian kemarin? Kita ngobrol berdua, kirim coklat, traktir teh kotak?" Aku masih berusaha menyelidik.
"Sudah terlalu lama, hopeless." Jawabnya lagi, mengulang.
Kisah itu terlalu singkat, tapi terasa lama. Detik demi detik berlalu terlalu lamban setelahnya. Setelahnya, aku merasakan patahnya hati yang terlalu dalam. Semua nilai berantakan. Nilai rapor kebakaran. Hampir saja tidak naik kelas semester itu dan gagal masuk jurusan IPA yang diimpikan. Padahal itu SMA terbaik se Indonesia.
Aku tak tahu patah hati bisa semengerikan ini. Apalagi yang disebabkan oleh "telat nyatakan."
Satu-satunya obat hanyalah pacar virtual yang bertemu di game. Ia masih menyemangati. Nierrhy namanya. Luka itu sedikit terobati dengan main bersama, bercanda, cerita kehidupan masing-masing...
Tapi pada ujungnya kami tidak bisa terus bersama. Ini hanya hubungan lucu-lucuan sebagai pelipur lara, tidak bisa berlanjut lebih jauh. Aku mesti menyadari bahwa ini hanya dunia virtual. Tidak jelas juga dia siapa, walau pernah teleponan. Umurnya 27 tahun, umurku waktu itu 18an. Jelas sulit menjalin komitmen seperti itu.
"Aku mau pensiun main game. Sudah saatnya serius belajar untuk SPMB," alasanku. Lalu logout, dan karakter itu kupindahtangankan ke dia, mage level 99, sudah maksimal tidak ada serunya juga dimainkan terus.
Setahun kemudian, aku sudah melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia, Teknik Mesin, yang terhubung dengan kampus Sastra oleh jembatan kecil. Walau anak-anak teknik terasa begitu laki-laki dan begitu mudahnya mencari perempuan wangi di seberang sana, tidak ada satu pun yang bisa menyentuh hati lagi.
Patah hati itu terlalu dalam. Obatnya hampir tidak ada.
"Jangan melamun terus," Vivi, salah satu teman SMP kami yang juga kuliah di fakultas yang sama menepuk punggungku.
"Ya."
"Masih ga bisa move on ke yang lain?" tanyanya.
"Belum."Jawabku.
"Ya bodoh sih. Punya cinta tidak diperjuangkan..." Sahutnya tertawa-tawa.
"Maksudnya?"
"Perempuan itu kalau bilang tidak belum tentu sebenarnya tidak. Kadang mereka ingin melihat kesungguhan hati kalian, para lelaki. Sudah bagus dia suka sejak kecil, gitu aja nyerah."
"Lah beneran?" tanyaku tidak percaya. Petir itu terasa menyambar lagi.
"Ck, dasar laki-laki tidak sensitif," ujarnya berlalu.
Delapan tahun kemudian, kubuka kembali friendster Felicia. Statusnya sudah married. Aku cuma bisa garuk-garuk kepala. Lalu kutulis testimoni.
"Anak yang baik, pintar. Jadi ingat dulu kenangan di bawah pohon rindang SMA 3. Hahaha." Dan beberapa hari kemudian ia membalas testimoni.
"Orangnya aneh, lucu, tiba-tiba pindah kampus ke IKJ. Terima kasih untuk kenangannya di bawah pohon rindang SMA 3 hahaha."
Lalu kututup browser, bersamaan dengan menutup satu luka dalam babak hidupku.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.