Devide et Impera Dalam Sepak Bola Indonesia
Sedikit Tentang Devide et Impera
Ada yang masih ingat dengan devide et impera? Mari kita flashback dengan istilah asing satu ini yang pernah diperlajari di sekolah. Devide et impera adalah salah satu strategi politik andalan yang diterapkan oleh kolonial Belanda saat menjajah Nusantara. Sebenarnya strategi politik ini diviralkan oleh Julius Cesar saat berupaya membangun kekaisaran Romawi.
Di Indonesia, stategi ini dikenal sebagai politik pecah belah atau politik adu domba. Tujuannya yaitu untuk memecahbelah suatu kelompok agar mudah untuk dikuasai. Dalam hal ini, devide et impera juga merupakan alat politik yang berusaha untuk mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok yang besar dan lebih kuat. Artinya, pihak yang menerapkan strategi ini tidak menginginkan adanya suatu persatuan di antara kelompok-kelompok kecil yang bisa mengancam mereka.
Vereenigde Oosindische Compagnie (VOC) adalah yang pertama kali menerapkan sekaligus mengenalkan devide et impera di Indonesia. Selain politik monopoli, ternyata VOC juga menggunakan politik adu domba. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dan menaklukkan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Maka tidak heran pada masa itu banyak terjadi perang saudara di circle kerajaan nusantara.
Dua Kubu Sasaran
Seperti yang kita ketahui, permusuhan antara Persib Fans dan Persija Fans dalam dunia sepak bola Indonesia bukanlah yang baru. Kedua kubu ini memiliki massa yang sangat banyak dan fanatik. Namun, pada sekitar bulan Oktober tahun lalu tercium aroma segar dari kedua kubu ini. Mereka sepakat untuk menghentikan permusuhan dan menempuh jalur perdamaian. Hal tersebut adalah buntut dari Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang dan korban luka-luka lainnya. Memang pada tragedi itu tidak melibatkan kubu Jakarata dan Bandung, tetapi tragedi itu mampu membuat menyadarkan mereka bahwa musuh mereka yang sebenarnya adalah bukan antar supporter, melainkan orang-orang elit yang hanya mencari keuntungan di dunia sepak bola.
Sebelum terjadinya kesepakatan perdamaian antara Persija Fans dan Persib Fans pada bulan Oktober tahun lalu, memang pernah ada juga nota perdamaian antar dua kubu ini, tetapi itu hanya sebatas formalitas, pada akhirnya mereka tetap bertikai. Namun, pada aksi perdamaian kali ini terasa sangat nyata, hal yang tidak pernah saya sangka. Aksi perdamaian ini sudah terbukti dengan kondusifnya Persib Fans saat tim Persija bertamu ke Bandung dalam lanjutan laga tunda putaran pertama BRI Liga 1 2022/2023. Saat itu—setau saya—tidak ada gesekan yang signifikan, hal tersebut dikonfirmasi oleh penjaga gawang sekaligus kapten Persija, Andritany Ardhiyasa, melalui akun Instagramnya. Andritany menyatakan bahwa selama mereka bertandang ke Bandung tidak ada teror seperti biasanya dan dia mengajak Persija Fans untuk menyambut tim Persib di Jakarta dengan baik saat putaran kedua.
Namun, situasi adem ayem antara Persib Fans dan Persija Fans mulai terasa ada sedikit percikan lagi setelah beredar bahwa pertandingan Persija vs. Persib resmi ditunda. Akhirnya, muncullah isu-isu liar yang bertebaran di media sosial. Persib Fans berasumsi bahwa pertandingan ini sengaja ditunda karena Persija sedang tidak dalam kondisi full team. Pasalnya, saat ini memang ada beberapa pemain kunci Persija yang dikonfirmasi bakal absen saat menjamu Persib karena dalam kondisi tidak fit. Seketika itu media sosial tiba-tiba panas karena dilemparkannya “bola liar” kepada publik oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Akibat dari penundaan pertandingan ini menimbulkan (lagi) aksi saling curiga dan saling menuduh antara Persib Fans dan Persija Fans. Hal ini tentunya dapat mengganggu kondusifitas kedua kubu yang sudah berjalan sejauh ini.
Devide et Impera di Sepak Bola Indonesia
Terlepas dari alasan yang sebenarnya mengapa laga ini ditunda, saya justru terfokus kepada “pemain” yang memiliki kendali di persepakbolaan Indonesia. Setelah bola liar dilemparkan ke publik memang muncul beberapa asumsi yang bertendensi saling mencurigai dan menuduh. Namun, banyak juga yang berasumsi bahwa ada pihak yang sengaja menunda laga ini karena bertujuan untuk menimbulkan isu negatif di ruang publik agar terjadi lagi percikan antara Persib Fans dan Persija Fans. Dengan kata lain, ada pihak yang tidak ingin kedua kubu ini berdamai. Maka dari itu dilemparkanlah isu liar untuk mengadudomba dan memecahbelah. Devide et impera. Dan saya menjadi salah satu orang yang meyakini asumsi ini.
Yang saya soroti dari penundaan laga ini yaitu adanya permainan isu oleh pihak yang memegang kendali, yang saat ini berusaha mengadu domba, pelaku devide et impera di sepak bola Indonesia. Situasi ini sangat persis dengan kejadian-kejadian sejarah di masa lalu, dikemas dengan pola yang serupa. Manajemen isu adalah salah satu ciri dari devide et impera. Pihak yang memegang kendali dan memiliki power akan selalu bisa memainkan isu apapun yang tujuannya untuk memecahbelah.
Mungkin para pelaku politik adu domba di sepak bola Indonesia ini menyadari bahwa sudah tidak ada lagi permusuhan antara Persib Fans dan Persija Fans yang bisa dimanfaatkan oleh mereka, maka dari itu mereka melempar isu yang mampu memecahbelah perdamaian kedua kubu ini. Mereka mencegah kelompok supporter untuk bersatu karena takut jika kelompok supporter ini bersatu akan menciptakan kelompok yang lebih besar dan lebih kuat, yang mana hal tersebut bisa mengancam kenyamanan posisi mereka.
Entah siapa pihak yang melancarkan ide ini, saya pun tidak tahu. YNTKTS. Yang pasti, situasi ini harus kita waspadai Bersama. Baik Persib Fans maupun Persija Fans jangan sampai termakan oleh isu yang berpotensi memecahbelah. Kedua belah pihak harus menyadari dan saling mengingatkan bahwa ada pihak-pihak yang memanfaatkan rivalitas ini, ada pihak-pihak yang memanfaatkan permusuhan ini untuk dikonversi menjadi keuntungan bagi kelompok mereka.
Devide et impera seakan-akan menjadi primadona bagi para elit politik dalam melancarkan aksinya. Politik pecah belah menjadi cara jitu dalam mendapatkan kekuasaan. Sejak zaman Julius Cesar memabangun kekaisaran Romawi hingga zaman modern saat ini, devide et impera tetap menjadi cara berpolitik yang masih sering digunakan. Ternyata hidup memang selalu berkaitan dengan sejarah di masa lalu. Benar apa yang dibilang oleh Mark Twain; history never repeats itself, but it does often rhyme. Peristiwa sejarah itu tidak pernah sama, tapi kejadiannya selalu berulang-ulang dengan pola yang sama.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.