Bukan Karna Kamu Susah Maka Ku Tak Peduli Padamu

Bukan Karna Kamu Susah Maka Ku Tak Peduli Padamu

Menurutmu, aku tidak peduli padamu disaat kamu sedang susah dan terpuruk, banyak hutang dan susah uang. 

“Tadi Pa nongkrong sama Pak Eki, ituloh Manajer kebun di PT. Aru dulu, inget gak?” Ucapmu mengawali percakapan kita malam itu.

“Dia masih main perempuan sampe sekarang, padahal udah gada kerjaan dan gada asset, dia kan udah pensiun sekarang..” sambungmu lagi

“Pa bilang sama dia, sudahlah Pak berhenti jangan main perempuan lagi.. udah tua” tambahmu lagi di akhiri dengan tawa singkat.

“Oh, ya? Orang bilang kalo lelaki tukang selingkuh itu sampe mati baru berhenti loh Pa” Jawabku “Semoga kamu bener-bener insaf yah Pa, gak akan main perempuan lagi.. susah sekali loh Pa, jadi istri yang suaminya tukang selingkuh..” ucapku lagi dengan mata yang mulai berkaca-kaca dan hati yang mulai terasa sakit.

“Habis kalian gada yang ngerti sih waktu Pa susah, kalian gada yang peduli..” jawabmu dengan entengnya.

Seketika itu juga aku terdiam, amarahku meletup dan malas menimpali ucapanmu lagi.

“Sudahlah sampai disini saja obrolan kita, hatiku mulai sakit lagi oleh ucapanmu..” umpatku dalam hati.

Sampai esok harinya hatiku masih begitu sakit dan terasa mengganjal, seolah ada godam besar yang ditimpukkan ke ulu hatiku dan berdiam disana, berat.

Kamu menuduhku tidak mau mengerti dan tidak peduli padamu disaat kamu susah?

Mari kuceritakan kepadamu ya Sayang.. supaya kamu ingat dan tidak menuduhku sembarangan..

Saat itu di tahun 2006 usaha yang sedang kamu kerjakan diluar kota sana mulai terlihat tak sesuai harapan dan berakhir merugi. Saat itu anak kita baru satu orang dan masih berusia satu tahun. Tak lama setelah kamu pulang berhaji aku mengandung buah cinta kita yang kedua, saat itu kamu khawatir dengan kehamilanku karna kondisi usaha yang merugi dan kondisi keuangan yang tak begitu jelas.

Karna kekhawatiranmu akan kondisi ekonomi kita itulah maka aku berusaha mencari cara menghasilkan uang, setidaknya dapat membantu meringankan bebanmu fikirku kala itu, meski uang yang kuhasilkan hanya recehan buatmu.

Kulakukan yang kubisa, aku mulai berjualan baju dan dompet dari rumah kerumah, aku bahkan menjajakan kacang mete di Ramayana saat perutku membuncit besar karna hamil tua. Kacang mete yang kubeli kiloan dari Jawa dan ku packing ulang di toples-toples kecil itu habis tak bersisa, mungkin orang-orang iba melihatku maka mereka membelinya.

Ya iyalah.. kalau aku diposisi mereka pun akan kulakukan hal yang sama, membeli dagangan ibu hamil tua bukan karna mau beli tapi karna kasian hahaha..

Masih kuingat malam itu sepulang kamu bekerja kamu menangis dalam pelukanku dan melontarkan pemikiranmu tentang kemungkinan bunuh diri akibat usaha yang merugi dan kesulitan keuangan yang menghantui.

Sambil kudekap erat tubuhmu dan ku elus-elus lembut punggungmu aku ingat aku berkata “Gak apa-apa Pa, jangan kuatir kita akan hadapi ini bersama, aku sama anak-anak akan selalu mendukungmu apapun yang terjadi”, kukecup lembut keningmu penuh kasih setelahnya.

Diantara waktu-waktu itu kamu masih bisa menyenangkan dirimu dengan hobi berkaraoke ditemani wanita yang bisa kau cumbu dan pulang di subuh hari.

“Gimana kalo kita pindah ke Medan? Pa mau coba kongsi usaha sama teman disana?” Tanyamu suatu hari setelah kejadian itu.

“Ayok Pa!” Tanpa pikir panjang dan banyak pertanyaan aku mengiyakan tawaranmu. Bagiku istri haruslah mendukung suaminya, maka kemanapun suamiku membawaku dan anak-anak, selama kami bersama maka akan kujalani.

Segera setelah perbincangan itu aku menjual semua emas perhiasanku untuk modal awal kepindahan kita ke kota baru, waktu itu sahabat-sahabatku yang menemaniku pergi dari satu toko emas ke toko emas yang lain dengan tujuan mencari toko yang mau menerima emas-emasku dengan harga yang paling tinggi.

Mulailah kita pindah ke kota itu.. Diawali dengan mengontrak rumah disebelah rumah temanmu, disebuah komplek perumahan yang sudah tua namun nyaman menurutku,  akupun melanjutkan usaha dagang yang sudah kumulai sejak hamil buah cinta kedua kita..

Alhamdulillah usaha itu sedikit demi sedikit mampu membiayai semua pengeluaran keluarga kecil kita, dari mulai makan, belanja bulanan, art, supir, air, listrik bahkan sekolah anak, meskipun tentu saja masih tidak bisa membayar hutang perusahaan yang merugi..

Tetapi setidaknya kita bisa hidup dengan baik dan tidak kekurangan..

Saat itu aku bahkan mendapat pengalaman pertamaku untuk kembali ke kota kita sebelumnya dengan menggunakan bus selama semalam perjalanan hanya untuk mencairkan deposito yang tak seberapa yang sempat kutabung sebelumnya untuk modal awal kongsian usahamu dengan beberapa teman walau berakhir tak tentu rimbanya.

Kitapun menjual beberapa hektar lahan sawit yang belum ditanami yang sebelumnya kita beli dengan harga murah. Itupun masih belum bisa melunasi hutang perusahaan yang begitu besar..

Di Medan itupun kamu tetap sering pulang subuh bahkan sampai tak pulang berhari-hari dengan alasan keluar kota untuk pekerjaan.

Satu hari kutemukan sepatu wedges wanita di bagasi mobil kita ketika kutanyakan kepadamu sepatu siapakah itu “Itu sepatu ibu-ibu anggota dewan kota, kemarin keluar kota pake mobil kita, jadi ketinggalan” jawabanmu sungguh ajaib tak masuk akal tapi dasar istrimu ini lugu sekaligus bodoh aku iyakan saja meski hatiku bertanya anggota dewan manakah yang memakai sepatu wedges norak berhak tinggi yang bisa buat melempar anjing sampai terkaing-kaing, sungguh tak pantas sepatu itu digunakan  untuk bekerja apalagi bagi anggota dewan. Ckckckck..

Lalu tetangga kita yang suaminya adalah teman nongkrongmu berkata kepadaku “Intan, kamu simpen uangmu buat tabungan anak-anak, biaya rumah tangga biar Alun yang urusin, dia lelaki pasti punya uang”.

Mendengarnya berkata seperti itu membuatku sedih sekali..

“Ci, Alun tuh belum punya penghasilan tetap, kasian dia kalo harus mikirin biaya hidup kami juga, biar aja aku keluar uang, toh semuanya demi kebaikan keluarga kecilku” itulah jawabku saat itu.

Bertahun kemudian baru kusadari, mungkin Ci Afi mendengar kelakuan suamiku dari suaminya karna kalian teman nongkrong bareng dan Ci Afi jatuh iba kepadaku. Tapi aku adalah istri lugu yang selalu percaya ucapan suamiku.. Maka nasihat orang selalu kumentahkan.

Tinggal dikota itu sungguh membuatku nyaman.. selain usahaku yang lancar, rumah kita juga dekat dengan keluarga besarmu sehingga anak-anak kita pun bisa mengenal orang-orang tua dan sepupu-sepupunya, kitapun bisa merayakan hari-hari besar bersama. Sesuatu yang jarang kualami saat kecil dulu.

Ditengah kehidupan yang nyaman buatku ternyata tidak begitu berhasil buat usahamu, kamu memutuskan kita kembali pulang ke kota awal, baiklah mari kita pindah lagi.. dengan senang hati, asal bersamamu..

Sampai di kota ini kembali kulanjutkan usahaku meski tidak selancar dikota yang lalu namun masih bisa kupakai untuk patungan denganmu membayar sekolah anak dan jajanku dan anak-anak sehari-hari.

Setiap hari yang kita lakukan adalah bersama-sama mengantar anak ke sekolah dilanjut dengan sarapan berdua lalu kamu menemaniku membuka toko, ya saat itu aku memutuskan membuka toko dengan harapan penjualan yang semakin besar. Setelah menemaniku di toko sebentar kamu pergi bekerja, sore hari seusai pekerjaanmu selesai kamu akan mendatangiku di toko, menemaniku hingga malam hari toko kita tutup.

Begitu selalu.. Aku bersyukur kamu selalu mendukung dan menemaniku.. Kamu pun sudah jarang pulang subuh ketika itu..

Lalu semua berubah begitu saja, waktu itu anak pertama kita sudah kelas dua SD dan anak kedua kita masih di TK. Kamu jadi sibuk tak menentu..

Setiap pagi masih bersamaku mengantar anak-anak ke sekolah, masih sarapan berdua denganku dan menemaniku membuka toko, tapi sore hari hingga malam hari kamu mulai menghilang dengan bermacam alasan, mulai bertemu si anu, meeting dengan si anu, reunion dengan grup anu, kedatangan tamu dari luar kota dan harus menemani..

Hingga akhirnya aku jadi terbiasa pulang kerumah seorang diri setutupnya toko di malam hari, tiada lagi suamiku yang biasanya setia menemani..

Tuhan memang baik, Dia sering memberiku petunjuk ada yang salah dengan suamiku tetapi bodohnya aku yang selalu percaya dan tak tahu harus bagaimana menanggapinya..

Satu hari ditoko kita kedatangan pengunjung wanita, dia terbengong saat melihatku dan melihatmu, setelah itu dengan gugup kamu pamit padaku untuk pergi membeli pulsa “Pa pergi beli pulsa dulu yah!” ucapmu sambil lalu

Lalu si pengunjung wanita itu mulai bertanya pada karyawan kita, Nuri

“Cece itu yang punya toko?” tanyanya pada Nuri karyawanku

“Iya, Cece itu yang punya toko” jawab Nuri

“Trus Koko tadi suaminya Cece itu?” tanyanya lagi

“Iya, Koko itu suaminya Cece” jawab Nuri lagi

“Kenapa mbak?” Tanya Nuri balik

“Oh, Gpp ka, makasi ya saya liat-liat dulu” ucapnya sembari pergi meninggalkan toko

Setelah Nuri menyampaikan kepadaku percakapan mereka, segera kukejar pengunjung wanita itu yang sayangnya sudah tak terlihat lagi.

Lalu di hari lainnya kamu sibuk kondangan dan menemani tamu dari Jakarta, herannya si wanita jahanam selingkuhanmu itu selalu menempel dan mengekorimu sampai-sampai ku bertanya “Kemana suaminya? Kok dia nempel terus sama kamu? Emang suaminya gak marah ya malam-malam istrinya masih ngekorin kamu?”.

Jawaban apa yang kudapatkan darimu waktu itu?

Sudah pasti amukan dan caci makimu karna kamu memang selalu tak pernah suka bila ku mulai curiga akan kelakuanmu dan mulai menanyakan hal-hal tentang perselingkuhan dan wanita yang sedang dekat denganmu.

Iya, Sayang.. begitu susahnya kita berbicara dengan kepala dingin dan secara dewasa, karna disaat ku menanyakan kelakuanmu tentu saja kamu tak terima dan akan mengamuk kesetanan, memakiku, meneriakiku bahkan didepan anak-anak kita..

Tahukah kamu bahwa anak-anak kita memiliki trauma tersendiri karna kelakuanmu itu, yang selalu sengaja mengamuk kepadaku di depan mereka, hal ini akan kuceritakan di lain waktu juga, aku tak sanggup bila harus mengorek luka bagaimana terlukanya anak-anak kita sampai-sampai gurunya disekolah bertanya "Papi sekarang masih jahat?".

Hal itu ku ketahui bertahun-tahun kemudian setelah anak-anak kita lebih besar.

Tak berapa lama setelah itu di satu malam, kamu datang menjemputku di toko bersama dengan wanita selingkuhanmu dan seorang teman yang kemudian kumengerti ia kau jadikan sebagai kamuflase agar perselingkuhanmu dengan wanita itu tidak terlalu kentara.

Tuhan juga baik saat itu, saat akan mengantarku pulang si teman kamuflasemu bertanya “Pak Alun, jadikan kita makan durian?”.

Karna aku sudah melihat gerak-gerikmu dan si wanita selingkuhan itu sebelumnya maka segera kujawab pertanyaan teman kamuflasemu “Mau makan durian ya Pa? Aku ikut juga kalo gitu!”. Tak kusangka dengan menahan amarah kamu menjawabku “Jangan ribut disini, nanti dirumah baru dijelasin, kalo mau ribut disini biar kubikin ribut sekalian” lalu kamu tancap gas dan memberitahu temanmu kalian tidak jadi makan durian. Dan akan mengantar si Vena selingkuhanmu pulang lebih dulu.

Begitu hafalnya kamu melewati jalanan kecil dan berbelok-belok mengantar Vena selingkuhanmu itu pulang kerumahnya. Padahal saat itu pencahayaan jalanan minim dan kondisi yang hujan cukup deras, tentu saja keherananku terjawab setelah beberapa waktu.

Waktu itu hampir setiap malam kamu pamit padaku, nongkrong bersama seorang karyawan PT. Aru, seorang lelaki bernama Ilman. Kamu berkata padaku sering meminjam mobil Ilman untuk kesana kemari karna mobil kita aku pakai untuk sehari-hari bolak-balik toko dan menjemput anak-anak dari sekolah.

Seringkali saat malam hari pulang kerumah kamu diantar oleh mobil kecil biru muda yang kamu akui sebagai mobil si Ilman itu. Awalnya seperti biasa, si istri bodoh ini percaya saja semua perkataan suaminya meski sudah sering dikibuli..

Tapi tuhan begitu baik menunjukkan semua kebusukan kalian..

Satu malam entah mengapa tiba-tiba aku ingin sekali turun kebawah dan duduk di ruang tamu. Saat duduk diruang tamu itulah aku mendengar suara mendengung diluar yang lama tak juga berhenti, saat kuperiksa ternyata mobil kecil biru muda yang suamiku akui sebagai mobilnya Ilman, sudah lama mereka didalam mobil yang mesinnya dalam keadaan hidup itu.

Akupun masuk kerumah dan menutup pintu yang memang terdengar keras sekali saat ditutup, lalu aku kembali duduk di ruang tamu waktu itu feelingku sebagai istri sudah memberitahu bahwa mobil itu milik si Vena selingkuhan suamiku.

Tak berapa lama terdengar suara pintu mobil yang ditutup dan terdengar suara gembok pagar rumahku, ternyata suamiku sudah turun dari mobil itu, dengan tersenyum dia memberitahuku “Tadi minta tandatangan si Ilman didalam mobil”.

Aku sudah muak dengan segala kebohonganmu dan tak menimpalinya lagi, minta tandatangan selama itu didalam mobil?

Sayang.. yang kamu bohongi ini wanita dewasa yang pernah kuliah dan bekerja, meski aku bodoh selalu percaya kibulanmu, aku bisa mikir mana yang bercumbu didalam mobil dan mana yang benar minta tandatangan..

Dari situ rangkaian puzzle itu mulai terbentuk, mengapa suamiku begitu mengenali jalanan menuju rumah selingkuhannya. Tuhan.. aku kembali limbung..

Kejadian-kejadian menyakitkan hati itu tak pernah kuungkit denganmu, aku hanya ingin keadaan kita kondusif bagi tumbuh kembang anak-anak, aku tak ingin mereka memiliki trauma karna pertengkaran kita dan amukan-amukanmu.

Coba kamu fikir berapa tahun kita bahu membahu bersama hingga datang si Vena wanita selingkuhanmu dan mengambilmu dariku, dari anak-anaku dan dengan entengnya kamu berkata “Gada yang ngerti waktu aku susah, gada yang peduli”.

Adakah aku pergi meninggalkanmu saat kau jatuh bangkrut? Adakah aku berhenti mengabdi kepadamu sebagai seorang istri dan seorang ibu bagi anak-anakmu? Adakah aku pergi meninggalkan anak-anak kita demi mendapatkan kesenanganku sendiri?

Sayang, ratusan kali kamu menyakitiku dengan hobi main perempuan dan selingkuhmu aku tetap berdiri disini, tetap bertahan dibelakangmu, mencintaimu dan anak-anak kita, tetap mengabdi untuk keluarga kecil kita, untuk anak-anak kita.

Kau menuduhku tak peduli kepadamu disaat kamu susah..

Namun yang terekam di otakku adalah, saat kita sedang begitu kesusahan, susah uang dan banyak hutang, disaat aku dengan sepenuh hati iklas lahir bathin pergi pagi pulang malam setiap hari, disaat aku meninggalkan anak-anak kita yang masih balita dan sangat lengket denganku itu dirumah bersama neneknya meski setiap jam mereka akan menelponku dan bertanya "Mami kapan pulang?".

Disaat kadang-kadang aku membawa anak-anak kita ikut "jaga toko" sepulang mereka dari sekolah hingga sore hari, disaat anak-anak kita pun dengan "senang hati" mengorbankan tidur siang dan istirahat nyamannya dirumah. Disaat itu pula kamu tetap membagi hatimu, memberi cintamu, waktumu, materi, tenaga, fikiran dan kehidupanmu kepada wanita lain.

Sakit..

Sakit sekali.. Karna sakit itulah maka aku kehilangan hati untuk meringankan bebanmu, juga kehilangan rasa untuk terus mengabdi kepadamu, menjadi istri yang selalu menurut padamu, melayanimu, seperti yang sedari awal kulakukan, mencintaimu sepenuh hatiku.

Saat itu bahkan aku kehilangan kepercayaan pada tuhanku, aku menyalahkanNya, memaki Dia, mempertanyakan padaNya, kenapa Tuhan? Kenapa??

Hasilnya? aku pun kehilangan rasa terhadap tuhanku sendiri. Bertahun-tahun aku marah padaNya. Aku mendendam pada tuhanku karna perlakuan burukmu padaku.

Aku merasa Dia pun menghkianatiku.. tuhan yang kusembah dan tempatku memohon agar suamiku, ayah dari anak-anakku berhenti dengan kebiasaannya membagi cinta dengan wanita lain ikut Menghancurkan hatiku.. Sama sepertimu dan wanita jahanam itu.

Wanita yang bahkan kamu menyuruhku untuk menitipkan barang dagangan kita kepadanya untuk di jual kepada teman-temannya di kantornya. Cihhh..

Dengan bodohnya aku mengikuti saranmu.. Menitipkan beberapa barang dagangan kita padanya. Bahkan kuantar barang-barang itu ke kantornya, bersamamu waktu itu.. Ternyata dibalik semua itu kau sudah mendambanya.. atau si wanita itu sudah mendambamu?

Entahlah.. yang jelas kalian berhasil menipuku, memanipulasiku.. Betapa bodohnya aku.. Mungkin kalian tertawa bersama melihat betapa tololnya aku sebagai istri..

Tak habis fikir..

Sungguhku tak habis fikir..

Bahkan aku merasa aman-aman saja saat kau ceritakan si wanita yang bekerja membantumu itu, toh dia sudah berkeluarga, bukan seorang gadis atau janda dan dia memiliki tiga orang anak yang masih kecil-kecil, seingatku waktu itu dia baru melahirkan anak bungsunya sehingga harus pulang kerumah saat jam makan siang tiba untuk menyusui bayinya itu.

Tentu saja ku merasa aman.. 

Wanita itu memiliki suaminya sendiri, lelakinya sendiri, memiliki sandarannya sendiri, memiliki istananya sendiri, memiliki ayah dari anak-anaknya, juga ada banyak anak yang akan membuatnya berfikir ratusan kali untuk berbuat hal yang tidak pantas denganmu, apalagi merebutmu dariku juga dari anak-anak kita..

"Dia toh mengenalku, dia juga memiliki anak, dia takkan sampai hati merebut suamiku, dia tau bagaimana perasaan anak-anaknya bila ada yang mengambil ayah mereka, dia tak akan sejahat itu menyakiti hati anak-anakku, dia tak akan tega", itulah fikirku.

“Dasar istri tolol..” begituku selalu merutuki diriku bila mengingat awal tsunami itu.

Awalnya ku berfikir bahwa hal itu tak kan berbeda dengan wanita-wanitamu sebelumnya, wanita penghibur untuk menemanimu bernyanyi atau bercinta satu atau dua malam, menemanimu untuk kau peluk dan kau cumbu di ruang karaoke hingga memuaskanmu di ranjang kamar hotel, seperti yang sudah-sudah yang sering kau lakukan sebelumnya.. Nasi bungkus yang kau buang saat kau kenyang..

Tapi aku salah..

Ternyata kalian sama-sama pencinta hubungan terlarang, kalian sama-sama penghancur rumah tangga orang, kalian sama-sama tak masalah menyakiti hati pasangan dan anak-anak kalian.

Tapi sudahlah, kan kuceritakan di lain waktu bagaimana rasanya, perihnya, sakitnya, merananya, menderitanya aku saat itu, saat ini tak ku ijinkan diriku untuk mengorek-ngorek kembali luka yang selalu basah dan tak kunjung kering itu..

Selalu kucoba melupakan luka jahanam itu meski ia tak jua mau sembuh..

Ku terhenyak saat mendengarmu berkata "Habis waktu saya susah kalian gak ada yang ngerti, gak ada yang mau peduli" Sampai melongo ku mendengarmu berkata itu Sayang..

Sebentar, katamu aku tidak mau mengerti dan tidak peduli saat kamu susah?

Sayang, ingatkah kamu berapa lama kita terpuruk akibat dari pekerjaanmu yang merugi?

Kebangkrutan kita mulai tampak saat aku mengandung buah cinta kita yang kedua, kondisi sulitmu itu berlangsung bertahun-tahun hingga anak kita besar, hingga buah cinta kita yang kedua itu kini sudah berusia hampir 13 tahun, lalu adakah kutinggalkan kamu dan anak-anak kita karna kamu bangkrut dan dikejar hutang? adakah kubiarkan kamu sendiri, tak melayanimu karna kondisimu yang sedang sulit?

Tidak Sayang.. aku adalah produk seorang ayah bangsat yang tak bertanggung jawab dan aku produk pengabaian sejak ku dilahirkan, aku adalah produk yang tak diinginkan oleh siapapun sejak ku membuka mata, tidak keluarga besarku, tidak saudara-saudaraku, bahkan ayahku..

Mungkin hanya ibuku yang memiliki hati untukku, walau kondisinya sangat sulit dan memaksanya membiarkanku hidup terlantar tak terurus tanpa kasih sayang, menumpang di manapun tempat yang mau menerimaku, membuatku bertumbuh besar dengan sendirinya, tanpa asuhan apalagi cinta kasih..

Aku di abaikan sedari ku pertama kali membuka mata, kasih sayang dan kehangatan keluarga adalah dambaanku sedari kecil dulu, dicintai dan diinginkan adalah mimpiku, impian seorang anak kecil yang tak pernah merasakan kasih sayang dan asuhan kedua orangtuanya, anak yang tak pernah merasakan hangatnya kasih dan pelukan, maka ketika ku bertemu denganmu, menerima segala cinta dan kasih sayangmu, perhatianmu, kehangatanmu, pelukanmu, bagaikan kutemukan tujuan hidupku, bagai kutemukan Pangeran Berkudaku, kumencintaimu dan menyayangimu setulus hatiku, segenap jiwa dan ragaku.

Maka kesuksesan maupun kejatuhan ekonomimu bukanlah perkara besar bagiku.

Sayang.. aku adalah anak yang di abaikan dan miskin sedari awal hidupku, maka saat hidup kita menjadi sulit secara ekonomi itu bukanlah badai buatku, tak ada seujung jari pun bila dibanding dengan derita masa kecilku.

Kabar bahwa kau telah menikahi si wanita jahanam itulah yang membuatku benar-benar terpuruk dan tak ingin lagi berbagi hati denganmu, membuatku tak ingin lagi membantumu, yang membuatku meminta semuanya padamu untuk memenuhi semua kebutuhan rumah tangga kita.

Saat itu ku merenung tentang yang dikatakan oleh tetangga kita di Medan dulu, setelah sekian lama begitu naif dan selalu percaya padamu aku menarik kesimpulan, "Suamiku memiliki cukup uang sehingga ia mampu untuk berselingkuh hingga menikahi selingkuhannya" lalu untuk apa aku pontang-panting bangun pagi pulang malam meninggalkan kedua anakku yang masih balita bersama neneknya dirumah bila pengorbananku tidak dilihat sedikitpun oleh suamiku.

Bila suamiku mampu membiayai kegiatannya berselingkuh diluar sana maka akan kubiarkan ia membiayai semua pengeluaran keluarga kecil kita, aku akan seratus persen mengasuh anak-anakku saja dirumah dan tak ingin meninggalkan mereka lagi demi alasan membantu meringankan bebanmu yang tak kau pandang sedikitpun itu.

Itulah yang membuatku tak mau peduli denganmu lagi Sayang, perselingkuhanmu dengan si wanita jahanam itu yang membuatku kehilangan seluruh hatiku.. 

Bukan karna kamu tak ada uang maka ku tak peduli denganmu, tapi karna disaat bertahun-tahun kita susah kamu masih sanggup untuk mendua..

Bahkan menikahinya.. betapa bodohnya aku..

Dulu saat hampir setiap malam kamu pulang subuh demi bersenang-senang dengan wanita-wanita penghiburmu, aku kira aku sudah sangat sakit hati, merana dan menderita.

Ternyata baru kusadari kesakitanku itu tak ada seujung kuku bila dibandingkan dengan sakitku karna kamu menikahi selingkuhanmu, yang juga mengenalku, yang pernah bertemu dengan anak-anak kita, bertemu dengan mamaku ibu mertuamu karna disatu sore saat kamu menjemput anak-anak dan neneknya dari toko, si wanita jahanam itu sudah duduk di jok depan mobil kita tempatku biasa duduk.

Betapa bodohnya aku.. 

Kalian benar-benar menghancurkan hatiku, meluluh lantakkan hidupku, itulah yang membuatku tak ingin mempedulikanmu lagi Sayang, sekuat tenaga aku ingin melindungi hatiku agar ia tak menjadi seperti borok yang tak pernah kering karna setiap saat selalu kau korek meski masih basah..

Bukan..

Bukan kuceritakan ini untuk mengungkit perjuanganku dalam mempertahankan keluarga kecil kita.. Perjuanganku toh tak pernah benar dimatamu, aku tak pernah benar-benar ada didalam hatimu..

Aku hanya sungguh tak terima bila kau berfikir aku tak mempedulikanmu karna kamu susah uang.. Aku tak akan meninggalkan suamiku karna uang..

Bukan..

Bukan uang.. tapi karna kamu sanggup menikahi wanita lain disaat kita bahkan sedang berjuang untuk menghasilkan uang..

Keluarga kecil kita, kamu dan anak-anak kita adalah istanaku, rumahku, tempat ternyamanku, tempat terbahagiaku, meski kamu menghancurkan pondasinya, mematahkan kakinya, membuatnya pincang sebelah, meski akhirnya kutahu bagimu aku hanya seorang wanita yang kebetulan mampir didalam hidupmu menjadi istrimu, melahirkan anak-anakmu, meski akhirnya kutahu hatimu tak pernah untukku dan  bahagiamu bukan bersamaku..

Ku tulis ini sebagai bagian dari terapi ku untuk memulihkan luka, semoga kamu tak lagi melukaiku disisa hidupku..

 

Pekanbaru, 22 Sepetember 2020

 

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.