TERIMA TAKDIR, UBAH NASIB

Alkisah seorang tukang gorengan sedang merenungi nasib dan mengeluh kepada Tuhan.

TERIMA TAKDIR, UBAH NASIB
Sumber foto : www.tribunnews.com

“Tuhan tidak adil! Kehidupanku begini terus. Jadi tukang gorengan, penghasilan pas-pasan. Tidak seperti pemilik restoran dimana saya mangkal. Dia kaya raya. Restorannya banyak, mobilnya mewah, kenapa nasibku tidak Engkau samakan seperti Dia!”

Tiba-tiba suara petir menggelegar keras. Membuat si tukang gorengan melompat saking kagetnya. Tidak lama terdengar suara tanpa wujud berkata kepada si tukang gorengan.

“Hai manusia, Aku Tuhan, Aku mendengar keluh kesahmu. Baik, Aku mengabulkan doamu. Tapi bukan hidupmu yang Aku samakan dengan pemilik restoran itu. Tapi hidupnya yang Aku samakan dengan keadaanmu sekarang, dia Kujadikan tukang gorengan juga!”

Kembali si tukang gorengan kaget, begitu suara nirwujud itu menghilang, pemilik restoran sudah berada di sebelahnya lengkap dengan bakul gorengan, sama seperti dirinya.

“Hahaha, kita sama sekarang, kamu bisa merasakan bagaimana hidup berkekurangan dan miskin seperti saya!” Si tukang gorengan menertawakan pemilik restoran yang tiba-tiba berubah menjadi tukang gorengan juga.

Si pemilik restoran hanya tersenyum, dia sepertinya tidak mengenal si tukang gorengan itu. Dan sepertinya dia tidak merasa ada yang aneh dengan keadaannya yang tiba-tiba berubah.

Mereka pun berjualan bersama. Ada yang membeli ke si tukang gorengan dan ada juga yang membeli ke mantan pemilik restoran.

Menjelang magrib, keduanya beristirahat. Si tukang gorengan bertanya ke mantan pemilik restoran. 

“Kamu dapat berapa hari ini?”

“Saya dapat tiga puluh ribu rupiah mas, mas dapat berapa?” Jawab si mantan pemilik restoran.

“Saya dapat lebih banyak dari kamu, lima puluh ribu rupiah!” balas si tukang gorengan dengan bangga.

“Yuk, beli makanan, saya sudah lapar, saya mau beli nasi padang di seberang, sama rokok!” Ajak Si tukang gorengan.

“Tidak, terima kasih mas, saya masih ada sisa beberapa gorengan, saya makan itu saja.”

“Halah jangan kayak orang susah, hidup itu harus dinikmati, harus dirayakan, payah kamu!” Si tukang gorengan beranjak membawa bakulnya menuju ke rumah makan padang di seberang jalan.

Keesokan harinya, mereka kembali berjualan gorengan. Tetapi kali ini si mantan pemilik restoran bersama dengan satu orang anak remaja.

Si tukang gorengan bergumam dalam hati, “Ngapain dia bayar orang, duit yang diterima makin sedikit, sungguh bodoh. Kemarin saja dia terima hanya tiga puluh ribu, kalau bayar anak itu sepuluh ribu saja, tinggal dua puluh ribu sisanya, orang aneh!”

Mereka pun mulai menjajakan jualannya. Si pemilik restoran ternyata menyuruh si anak remaja untuk berkeliling ke kantor dan toko-toko di sekitar. Si anak remaja menawarkan gorengan yang sudah dikemas dengan harga tertentu.

Sore menghampiri. Mereka menutup lapaknya. Si mantan pemilik restoran menghitung pendapatannya hari ini. “Seratus lima puluh ribu, alhamdullilah, Jang, ini buat kamu tiga puluh ribu, besok datang lagi ya, bawa teman-temanmu yang mau nambah-nambah uang jajan.”

“Terima kasih Pak, besok saya kembali lagi, saya ajak teman-teman saya,” Girang si anak remaja bernama Ujang tersebut.

Si tukang gorengan terperangah melihat hasil yang didapatkan oleh si mantan pemilik restoran. Dia kembali mendapatkan lima puluh ribu hari itu. Si tukang gorengan kali ini membeli makan malam soto betawi dan sebungkus rokok. Sedangkan si mantan pemilik restoran kembali hanya memakan sisa gorengannya.

Keesokan harinya, Ujang datang lagi dengan empat orang temannya. Mereka membantu si mantan pemilik restoran menjajakan dagangannya.

Hari berganti, bulan berganti. Si tukang gorengan sudah sangat jarang melihat si mantan pemilik restoran berjualan. Si Ujang sekarang yang menggantikannya.

“Si Bapak kemana Jang, kok jarang kelihatan sekarang?” Tanya si tukang gorengan penasaran.

“Bapak buka cabang baru pak, dekat pasar modern. Rame di sana, saya diminta untuk gantiin dia di sini.” jelas Ujang.

Si tukang gorengan terperangah.

Dua bulan kemudian, Ujang pun sudah tidak berdagang lagi. Si tukang gorengan penasaran, dia pun pergi ke pasar modern. Betapa terkejutnya dia, si mantan pemilik restoran ternyata menyewa sebuah kios di pasar modern. Ujang dan teman-temannya bekerja di sana. Kios gorengan tersebut sangat ramai, karena enak dan murah.

Si tukang gorengan terperangah.

Setahun kemudian si mantan pemilik restoran, sudah memiliki lebih dari 10 cabang warung gorengan. Dia sudah bisa membeli rumah dan mobil dari hasil usahanya tersebut.

Si tukang gorengan masih berjualan dengan penghasilan segitu-gitu saja.

Dhuaarrr jederrrrr! Tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar.

Si tukang gorengan melompat saking kagetnya.

“Bagaimana, kamu sudah mengerti mengapa nasibmu dan nasib si pemilik restoran tidak sama? Padahal kalian sama-sama memulai usaha yang sama.” Tiba-tiba suara nirwujud yang pernah menyapanya beberapa waktu lalu kembali terdengar.

“Ya Tuhan, saya paham sekarang. Takdir Engkaulah yang menentukan. Tapi nasib, kamilah yang mengubahnya. Mereka yang mau bekerja keras dan cerdas akan dimuliakan dan diangkat derajatnya.” Si tukang gorengan dengan penuh sesal menjawab suara tersebut.

“Aku senang sekali kamu akhirnya paham, ayo ubahlah nasibmu, asal engkau jujur, kerja keras, kerja kerdas, dan menaati perintahKu, Aku akan mempermudah rejeki mengalir dalam hidupmu.”

MAUKAH KITA MENGUBAH NASIB KITA? MULAILAH DENGAN MENSYUKURI TAKDIRMU

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.