My Running Man

Cerita dimulai saat namamu muncul meminta permintaan pertemanan di akun media sosialku.
Setelah menerima permintaan pertemanan darimu, aku melihat beberapa foto - fotomu yang banyak bercerita tentang hobi larimu.
Suatu hari kamu menuliskan pesan di kolom pesan. Aku lupa apa pesan pertama yang kamu tulis. Cuman satu yang berhasil aku ingat.
“ Kalau pas kamu lagi di Surabaya, ikutan lari yuk, “ pintamu.
“ Aku sudah lama gak pernah lari. Aku gak suka lari sebenarnya. Aku lari kalau pas ada event lari aja karena sering dulu diajakin temen. Seru liat pemandangan sekitar dan bisa fotoan plus pamer di akun sosmedku, “ jawabku dengan kesan menolak.
Aku juga lupa apa jawabanmu saat itu.
Jangan heran, untuk hal - hal yang aku anggap tak penting, aku memang teramat mudah melupakan.
Hingga pada suatu hari kamu mengetikkan sebuah kalimat.
“ Aku bisa minta no wa mu? “ tanyamu singkat.
Aku juga lupa apa jawabanku saat itu dan apa yang menjadi alasan sampai akhirnya aku memberikan no handphoneku padamu.
Padahal aku adalah tipe orang yang jarang menyahut di kolom pesan akun media sosial kecuali itu untuk yang penting dan aku juga termasuk orang yang jarang mau berbagi nomor handphone.
Tapi itu perkecualian denganmu. Mungkin karena obrolan denganmu nyaman seputaran hobiku berolahraga dan larimu.
Entahlah...
Akhirnya obrolan kita berlanjut di whatsapp. Di awal - awal obrolan kamu tak pernah menyerah merayuku untuk memgikuti ajakan larimu. Tapi aku juga tak pernah bosan untuk menolak dengan berbagai alasan.
“ Kalau ngajak nyobain kuliner baru aku mau, “ protesku.
“ Makan mulu kerjanya, “ jawabmu.
“ Biarin. Kalau jam makan aku lebih suka keliling nyobain makan. Daripada masih enak - enak mimpi kamu ajakin aku nyari keringet. Weekend itu waktuku melek siang karena weekdays aku sudah terjaga pagi karena bunyi weker, “ jawabku membela diri.
“ Jam 5 pagi disini sudah terang lo, “ bujukmu lagi.
Aku tetap pada pendirianku. Kalau aku sudah bosan membatahmu aku pasti mengakhiri obrolan kita dengan kata - kata saktiku.
“ Aku males berdebat denganmu. Gak dapet duit. Capek aku ngetik, “ kataku merajuk.
Ketikan itu selalu ampuh membuatmu berhenti mengajakku lari.
“ Wah hebat, tadi 5 Km, “ ketikanmu tanpa basa basi muncul tiba - tiba.
“ Biasa aja kok. Ini kebetulan aja aku lagi mood ngukur aspal jalanan. Hebatan juga kamu. Minimal 10 Km dan gak pernah ada kata off, “ jawabku.
Entah siapa yang memulai, akhirnya ngobrol denganmu menjadi sebuah kebiasaan. Kehadiranmu seperti mentari yang muncul menyapa di setiap pagiku dan berubah menjadi senja tuk menghias soreku.
Kadang aku mengirimkan lagu untukmu karena aku sangat menyukai musik. Kadang aku mengirimkan foto aktifitasku.
Sampai pada suatu hari kamu menghilang. Aku mencoba menahan diri tak menyapamu hingga akhirnya aku menyerah.
“ Gak ada apa - apa kok, “ jawabmu singkat ketika aku bertanya kenapa menghilang.
Beberapa hari kemudian hal itu terjadi lagi. Sampai hampir 2 minggu. Jangan tanya bagaimana rasanya aku tanpa celotehmu.
Hingga pada malam harinya kulantunkan doa, Tuhan, jika hatinya memang untukku, buat dia kembali menjadi mentari dan senjaku yang dulu. Tapi jika hatinya bukan untukku, tolong berikan petunjukMu.
Keesokan harinya doaku terjawab.
“ Aku gak suka ditanya - tanya dan diawasi. Jangan setiap saat nyariin biar gak bosan, “ katamu.
Jujur, aku sakit dan terluka mendengarnya. Tapi aku tidak bisa memaksamu mengikuti inginku. Karena itu akan membuatmu tidak merasakan kenyaman lagi bersamaku.
Sejak hari itu kubulatkan tekad, aku tak kan sanggup menemanimu berlari. Aku akan tetap di tempatku berdiri. Teruslah berlari kemanapun kamu mau, karena disanalah duniamu & kebahagiaanmu. Jika kamu ingin berbalik, semoga kamu tahu aku adalah tempat ternyamanmu untuk menghentikan langkah kakimu.
AVSW. 120320.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.