JEJAK CINTA DI KOTA MAINZ
“ Serius pilih negara Jerman?”, Aryo bertanya kepada Daniel. Mereka baru selesai acara lulusan SMA. Aryo adalah sahabat Daniel sejak duduk di bangku SMA.
“Iya Yo, negara itu banyak menyediakan beasiswa. Belanda juga… hanya entah kenapa negara itu dengan kemajuan dan teknologinya membuatku sangat ingin ke sana. Pak Habibie aja bisa jadi insinyur dan buat pesawat terbang, kalo aku pengen jadi dokter… hahaha tapi ini semua masih mimpi sih”, Daniel bercerita dengan semangat dan berapi- api. Perawakannya cukup besar dan berkulit sawo matang. Rambutnya panjang namun diikat. Daniel dan Aryo beruntung dapat memanjangkan rambutnya. Sekolah mereka yang isinya laki- laki semua memang mengijinkan murid berprestasi untuk berambut panjang.
“Kenapa yah, aku tidak sedikitpun tertarik ke Jerman. Abis, tiap nonton film Hollywood biasanya musuhnya orang Jerman. Mukanya juga nyeremin, pintar tapi sadis gitu. Kalo gak Jerman biasanya Rusia sih musuhnya perhatiin deh film James Bond, Mission Impossible…hehehe” Aryo memang senang nonton berbagai fim laga.
“Loh namanya juga film Yo, kok kamu jadi kebawa perasaan?” Daniel jadi senyam senyum sendiri melihat tingkah laku kawannya yang konyol.
“Ehhh…sekarang coba kamu pikiran lagi nazi yang kejam dan bengis itu dari negara mana coba? Kali ini aku gak mengada- ada loh. Itu khan nyata ceritanya dalam sejarah. Hitler dan tentaranya…hiii…ngeri ahhh”, Aryo yakin kali ini sahabatnya tidak mungkin menyanggah pendapatnya.
“Iya sih Yo…” Daniel menghela napas panjang dan bertanya- tanya kepada dirinya sendiri. Pada suatu titik negara itu memang memiliki masa lalu kelam. Seluruh dunia akan selalu ingat akan seorang seorang pemimpin dunia yang bertangan besi dan tak berperikemanusiaan itu.
********
Bulan Juni adalah bulan yang tak akan terlupakan oleh Daniel. Surat pemberitahuan dari pemerintah melalui Pak Gafur Menteri Olahraga yang merekomendasi agar anak- anak bangsa mendapat kesempatan untuk kuliah di Jerman. Terkhusus mengambil spesialisasi olahraga di Jerman. Daniel diterima di Universitas Johannes Gutenberg di kota Mainz. Pemuda berdarah Sulawesi ini mencoba mencari informasi tentang nama Johannes Gutenberg, ternyata namanya dikenang karena penemuan mesin cetak. Sosok Johannes mengembangkan metode pertama penggunaan huruf cetak yang bergerak dan mesin cetak. Dengan demikian buku dapat diproduksi secara besar dan dalam waktu yang relatif lebih singkat.
Namun jenis beasiswa yang diterima Daniel tidak menyediakan tempat tinggal untuk mahasiswanya. Artinya mahasiswa tetap harus membawa “bekal” paling tidak untuk tempat tinggal dan biaya hidup sehari- hari.
“ Jangan lupa berdoa dan jaga dirimu baik- baik Daniel.” Ibu Daniel mencoba memberikan nasihat terakhir sambil berlinang air mata.
“ Alamat rumah Om Wolly sudah kamu simpan khan?”, Bapak Daniel sudah menghubungi saudara jauhnya agar anaknya dapat tinggal sementara di rumahnya. Selanjutnya Daniel perlu mencari ‘kos’ untuk tempat tinggal selama kuliah di sana.
“ Sudah Pa, udah tersimpan rapi dalam buku note. Jangan khawatir Pa , nanti sampai di Jerman aku telpon ke rumah!”
Setelah berpelukan erat dan lama akhirnya Daniel memantapkan langkah dan meninggalkan Bandara Soekarno Hatta. Setelah menjejakkan kaki di Bandara Frankfurt berangkatlah Daniel menuju kota Mainz, sebuah kota yang tahun 1972 masih masuk ke otonomi Jerman Barat.
Daniel terpesona dengan berbagai bangunan yang ada di kota ini. Bangunannya memiliki gaya unik tersendiri. Ada bangunan kuno dan juga bangunan modern. Transportasi kereta api dan bis berjalan sangat baik dan lancar. Semua orang terlihat disiplin dalam waktu dan langkah- langkah panjang mereka bergerak dengan cepat. Orang Jerman terlihat bagai raksasa dan berambut pirang. Namun tidak sedikit Daniel berjumpa dengan orang Asia ,Afrika dan Eropa. Dari beberapa artikel yang pernah dibacanya Jerman memang menerima imigran dan pencari suaka dengan tangan terbuka.
*******
“ Ben, itu KA singkatannya apa ya? kok tiap iklan baris informasi sewa kamar selalu ada dua huruf ini? “
Daniel bertanya kepada Ben sambil memandangi setiap kertas informasi sewa kamar yang menempel di papan iklan dinding kampusnya. Daniel masih mencoba mencari kamar ‘kos’ untuk tempat tinggalnya selama kuliah. Ia ingat pesan bapaknya untuk tidak merepotkan om yang masih merupakan saudara jauhnya itu.
“KA itu singkatan dari Kein Ausländer. Artinya pemilik rumah tidak menerima orang asing. Hanya menerima orang berkebangsaan Jerman . Jadi yah kamu harus cari iklan yang tidak ada tulisan itu, Good luck my friend!” Ben sendiri seorang mahasiswa Jerman yang berasal dari kota Bonn. Seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di kampus yang sama. Daniel dan Ben biasanya berkomunikasi dalam Bahasa Inggris.
Hampir satu bulan lebih kedua bola mata Daniel mencermati setiap info penyewaan kamar yang ditemuinya. Siang ini dengan perasaan bahagia yang membuncah Daniel menemukan pemilik rumah yang mau menerimanya. Setelah menghubungi admin kampus dan membuat janji, Daniel menuju rumah Frau Cratz dengan hati berdebar- debar. Alamatnya di Augustus strasse 15.
“Ting tong…ting tong…”
Cukup lama Daniel menunggu di depan sebuah rumah besar berukuran lebih dari 500 m. Luas tanahnya kira- kira 1000 m. Cat dindingnya berwarna kuning. Banyak jendela yang menghiasi rumah tersebut dan setiap jendela mempunyai tutup jendela kayu yang berwarna hijau. Tutup jendela tersebut terlihat seperti menempel di dinding sebelah kiri dan kanan jendela.
Sepintas ada seorang perempuan berambut pendek yang mengintip dari atas jendela. Tidak lama ibu itu keluar dari pintu rumah dan menyambut Daniel dengan senyum hangat dan mata ramah. Cantik menawan dan Daniel mengira- ira umurnya baru masuk usia 60-an. Laki- laki ini teringat kehangatan ibu kandung yang dirindukannya.
“Guten Tag, ich bin Daniel ” mencoba mengenalkan dirinya. Daniel belum fasih berbahasa Jerman dan akhirnya terus mencoba berkomunikasi dalam Bahasa Inggris dengan ibu yang mukanya mengingatkan akan tokoh Maria yang dimainkan oleh Julie Andrews di film Sound of Music.
“Guten Tag. Ah iya kamu Daniel mahasiswa dari universitas yang sedang mencari kamar sewa. Saya Frau Cratz. Silahkan masuk!” . Mereka melewati ruangan berkaca besar sehingga Daniel dapat melihat berbagai pohon apel yang tumbuh subur di belakang rumah ini. Beberapa pohon cemara tinggi besar sebagai latar menambah keindahan kebun nan hijau segar. Di tengah ada kolam air mancur kecil dari batu yang menghiasi karpet hijau yang sangat luas.
“ Menurut info administrasi kamu asalnya dari Indonesia? Saya baru dengar negara ini, apakah negara ini sama dengan negara Tunisia?” Frau Cratz bertanya penasaran. Daniel mencoba menjelaskan letak Indonesia yang terletak di Asia Tenggara. Yang menarik Frau Cratz tau keberadaan Bali namun dia tidak menyangka jika Bali terletak di negara Indonesia.
Mereka berdua lalu naik ke lantai dua. Di lantai dua ada 3 kamar tidur, 1 kamar mandi dan 1 dapur.
“Silahkan isi kamar ini, dua kamar lain sudah disewa mahasiswa Jerman. Jika ada pertanyaan boleh tanya ke saya. Saya tinggal di lantai satu namun kadang- kadang saya tinggal di rumah saya yang lain di kota Eltville, tidak jauh dari sini. “ Frau Cratz lalu memberikan kunci kamar kepada Daniel.
Waktu terus bergulir. Hari demi hari dilewati Daniel dengan belajar bahasa Jerman di kampus. Pepatah tak kenal maka tak sayang benar- benar dirasakan Daniel. Frau Cratz adalah seorang penganut Katolik yang taat. Sosok yang rajin berdoa, suka menolong orang lain dan berjiwa sosial tinggi. Di saat luang dan akhir minggu Daniel akan diajak ke kapel terdekat untuk berdoa dan mengganti bunga layu dengan bunga segar. Di kesempatan lain Frau Cratz akan mengajaknya ke rumah sakit dan mengunjungi teman dan orang tua yang sudah sakit parah. Mobil Fiat uno warna putih akan setia menemaninya kemanapun dia pergi. Mobil itu bisa diisi tiga orang, dua di depan dan satu di belakang.
Ada satu hal yang sering mengganjal di hati Daniel. Sebuah pertanyaan yang selalu tak sampai hati ia tanyakan kepada Frau Cratz.
“Apakah Frau Cratz sudah menikah? Kenapa selama beberapa bulan tak pernah ada lelaki yang mendampinginya? Apakah dia memiliki anak?”
Daniel pernah belajar di sekolah bahwa orang asing kurang suka ditanyakan masalah pribadi. Frau Kratz sendiri tidak pernah menanyakan hal pribadi kepada dirinya.
*******
Malam itu ruangan Daniel terasa sangat dingin. Sedingin cuaca di luar. Daniel mencoba menengok lewat jendela. Pekarangan sudah terlihat putih karena tertutup sempurna dengan butiran salju. Padahal mesin pemanas listrik sudah menyala sejak beberapa jam lalu. Prakiraan cuaca memperkirakan temperature di luar dapat mencapai -15 derajat Celcius. Daniel sudah menggunakan longjohn dan baju berlapis namun ia tetap menggigil. Tidak lama ia mendengar ketukan dari pintu kamarnya.
“Gutend Abend Daniel, maaf mengganggu malam- malam”, suara Frau Cratz terdengar di luar pintu.
Dengan terhuyung- huyung Daniel mencoba mengumpulkan tenaga untuk membuka pintu.
Begitu pintu dibuka Frau Cratz langsung masuk dan memperhatikan muka Daniel yang bersemu merah karena demam yang sedang dialaminya.
“Saya baru saja mimpi kalau kamu sakit karena tidak biasa dengan cuaca ekstrim belakangan ini”, perempuan bersahaja ini lalu memegang kening Daniel. Daniel sendiri sudah tidak banyak mampu berkata- kata karena kepalanya terasa sangat berat.
“ Kamu demam tinggi Daniel. Jangan khawatir saya akan merawatmu. Saya mantan perawat”, Frau Cratz mulai mengisi baskom dengan air dan mencari kain handuk kecil.
Daniel tersenyum. Batinnya mengucap syukur karena di tengah negara asing ada seorang malaikat yang dikirim khusus untuk dirinya. Lagi- lagi Daniel teringat kasih sayang ibunya. Ibu kandung yang berada ribuan mil dari keberadaanya saat ini.
“Besok saya akan masak bubur dan nasi, saya tahu kalau kamu sudah sangat rindu dengan makanan Asia” lagi- lagi perkataannya menenangkan hati Daniel.
Daniel memang mulai bosan dengan kentang dan segala jenis makanan Eropa yang kurang masuk seleranya. Biasanya Daniel makan di kampus. Makanan Asia adalah sebuah kemewahan bagi dirinya. Jumlah toko Asia tidak banyak di kota itu dan jarang pula mengkonsumsi hidangan dari resto karena harganya yang relatif mahal.
Daniel tidak akan pernah lupa peristiwa malam itu. Sosok Frau Cratz membuatnya merasa nyaman di negara yang asing dan sangat berbeda dengan negaranya. Suatu kali ketika Daniel sedang berbicara dengan perempuan yang selalu berambut pendek ini dia minta agar dirinya dipanggil dengan nama Mutti. Dalam bahasa Jerman kata ibu adalah Mutter, dan Mutti adalah nama panggilan seperti “Bu” atau “Ma”.
Sabtu itu Frau Cratz mengajak Daniel untuk ikut ke rumahnya di Eltville. Frau Cratz memang kadang- kadang memilih untuk tinggal di Eltville Jika menggunakan mobil atau kereta menempuh waktu kira- kira 20- 30 menit. Jaraknya 13 kilometer dari kota Mainz. Kota ini terletak di pinggir Sungai Rhine. Di pinggir sungai ini banyak terlihat bebek dan angsa. Tidak jarang orang memberi makan roti kepada binatang- binatang cantik ini.
Sungai yang mengalir melalui beberapa kota di Jerman, Swiss dan Belanda. Menjadi pusat jalur transportasi dan perdagangan selama ratusan tahun. Ada kapal pengangkut barang dan juga kapal khusus turis yang ingin menikmati pemandangan sepanjang sungai ini. Di kiri dan kanan sungai dipenuhi dengan bukit- bukit hijau yang dihiasi berbagai perkebunan anggur dan apel. Selain perkebunan, rumah- rumah berwarni warni, jalur kereta api dan jalan kendaraan bermotor menghiasi kaki- kaki bukit itu. Tidak lupa tempat pejalan kaki yang dapat leluasa berjalan di sepanjang pinggir sungai. Pohon- pohon rindang berjejer seakan memagari pejalan kaki agar dapat menikmati pemandangan dengan nyaman dan leluasa. Ada juga berbagai bunga mawar dan ratusan bunga berwarna lainnya. Kastil- kastil tua yang sudah berumur ratusan tahun pun masih berdiri kokoh di antara pohon dan puncak bebukitan. Kastil itu memberi rasa historis dan kesan romantis bagi setiap mata yang memandangnya. Kastil tersebut ada yang dijadikan restoran, café dan juga objek wisata lainnya.
Daniel akhirnya sampai di rumah Mutti. Rumahnya tidak sebesar rumah di Agustus strasse .Daniel merasa hari ini dia akan mendapat jawaban mengenai status dan latar belakang keluarga Mutti yang sesungguhnya. Begitu masuk aroma bunga mawar yang semerbak wangi tercium oleh hidungnya. Ada tiga ruangan. Ruangan dapur, ruang untuk duduk dan ruang tidur yang mungil. Lantainya semua terbuat dari kayu, begitu juga tangga menuju lantai atas yang hanya menuju ke satu kamar besar. Kamar yang biasanya disewakan Mutti untuk orang berusia senja yang membutuhkan tempat tinggal kecil.
Daniel memperhatikan setiap dinding yang ada di setiap ruangan. Di dinding dapur ada foto 12 anak- anak Afrika yang sedang tersenyum. Semuanya digantung dengan frame kecil dan menjuntai dari atas ke bawah.
“ Ini foto siapa Mutti?” Daniel bertanya penasaran.
“Itu foto anak- anak angkat saya di Afrika,” Mutti tersenyum bahagia lalu memandangi setiap foto itu.
Daniel mulai bergerak di ruang keluarga. Ada sofa panjang dan sofa single yang terlihat sangat nyaman. Sebuah kaca besar menghadap kebun sedang. Di sana Daniel melihat kebun yang ditanami pohon apel, rasberry dan juga cheri. Namun tiba- tiba Daniel tertegun dengan sebuah lukisan pria tampan yang menggunakan baju tentara. Warna rambutnya pirang kecoklatan, matanya biru sama persis seperti mata yang dimiliki oleh Mutti. Mutti lalu mengajak Daniel untuk duduk di sofa krim bersama- sama.
“Selama ini saya belum pernah menceritakannya. Namun mungkin inilah waktu yang tepat untuk menceritakan kisah cinta saya . Saya sudah menganggapmu seperti anak sendiri Daniel. Kamu adalah anak yang tidak pernah saya sangka akan hadir di dalam hidup saya sebelumnya. Saya pernah menikah, waktu itu masih muda dan dijodohkan oleh keluarga. Saat itu saya masih bekerja sebagai perawat di Perancis. Suami saya adalah seorang tentara berpangkat Kolonel dan dia bertugas di Rusia. Namanya Karel Cratz. Kami menikah di saat Perang Dunia ke- II sedang berlangsung. Layaknya pasangan yang baru menikah kami dimabuk rasa cinta dan kemesraan yang tidak ingin segera berlalu. Namun kondisi mengharuskan kami untuk kembali bertugas di tempat kami masing- masing. Dua minggu setelah menikah suami saya kembali bertugas sebagai prajurit negara di Perancis…”, kali ini Mutti terhenti bercerita dan mulai meneteskan air mata.
“Sudah Mutti tidak perlu diteruskan…” tiba- tiba Daniel merasa bersalah karena membangkitkan memori yang mungkin akan membuka luka lamanya.
“Tidak apa- apa Daniel…saya ingin berbagi kisah saya dengan kamu. Ketika suami saya dikirim ke medan perang ada rasa khawatir dan takut yang menjelma. Namun saya tahu dia hanya menjalankan tugasnya sebagai aparat negara. Ternyata ketakutan saya beralasan. Saya tidak pernah melihatnya lagi semenjak dia berangkat ke medan perang. Dia gugur dan pergi selamanya. Bahkan adiknyapun yang belum menikah juga gugur di medan perang.” Entah mendapat kekuatan dari mana Mutti dapat bercerita dengan kuat dan tegar kepada Daniel.
“Turut berdukacita Muttiiiiiiii”, Daniel turut menangis dan memeluk Mutti dengan erat.
“Daniel, kamu tau…memori indah itu akan selalu saya simpan di lubuk hati. Tidak pernah sedikitpun saya merasa kekurangan cinta dan kasih sayang. Ternyata cinta itu saya temukan dalam diri berbagai manusia yang Tuhan tempatkan di sepanjang hidup saya. Saya tidak perlu mencari suami untuk membuat saya bahagia. Warisan dari keluarga dan pensiunan almarhum suami dapat mencukupi kebutuhan hidup saya sehari- hari. Bahkan sangat lebih dari cukup. Karena itu saya juga selalu ingin berbagi kepada orang yang membutuhkan, baik dalam bentuk perhatian maupun dalam materi. Dan kamu Daniel, adalah salah bukti bahwa Tuhan selalu menyiapkan cinta berlimpah untuk setiap manusia ciptaanNYA”.
Sore itu Daniel menjadi saksi sebuah cerita cinta yang yang tak akan ia lupakan seumur hidupnya. Tidak sabar berbagi kisah sosok Mutti kepada keluarga dan sahabatnya Aryo di Indonesia. Betapa negara Jerman memiliki malaikat yang tinggal di hatinya untuk selamanya.
Catatan terjemahan:
Kein Ausländer: Tidak menerima orang asing
Good luck my friend: Selamat berjuang
Frau Cratz: Ibu/ Nyonya
Augustus strasse: Jl. Agustus
Guten Tag, ich bin Daniel: Selamat siang, saya Daniel
Gutend Abend: Selamat malam
#LombaMenulis #HambaAllah #TheWriters
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.