FILOSOFI TINGGI

"Om Bud, kok lo pendek ya? Padahal Pak Chappy tinggi besar," kata seorang teman.
"Iya, jauh banget bedanya. Lo pasti ngedongak ya kalo ngobrol sama abang lo?" celetuk yang lain lagi.
Hehehehe... Ini bukan pertama kalinya saya mendengar pertanyaan semacam itu. Chappy Hakim, abang saya, memang jenderal bintang empat. Mantan KASAU. Prestasinya menjulang, wibawanya tak perlu diragukan lagi.
Namun demikian, banyak yang nggak tau bahwa tinggi kami sama. Bahkan kalo diukur dengan meteran, bisa jadi saya lebih tinggi.
"Sebenernya, gue lebih tinggi dari dia," sahut saya tersenyum.
"Hahahahahaha..." semua orang tertawa geli karena mengira saya sedang bercanda. Enggak ada yang percaya dengan keterangan saya, dan saya juga nggak berniat menjelaskan lebih jauh.
Banyak orang nggak memahami bahwa ada dua jenis tinggi. Yang pertama adalah tinggi dalam meteran dan yang kedua tinggi dalam pikiran. Saya biasa menyebutnya dengan istilah Physical Height dan Psychological Height.
Physical height adalah ukuran tinggi yang angkanya bisa kita peroleh pake meteran. Misalnya tinggi saya 174 cm. Psychological Height itu soal posisi, soal keberadaan seseorang di dalam sebuah ruang. Jadi yang satu adalah fakta yang terkonfirmasi dengan angka. Yang satu lagi terasa karena prestasi yang membentuk persepsi.
Contohnya Maradona. Secara Physical Height, tingginya hanya 162 cm. Tapi saat dia berlaga di lapangan, kita melihat dari perspektif yang berbeda. Dengan luar biasa, dia menggiring bola melewati lima pemain Inggris dan mencetak gol yang tak terlupakan. Dia begitu perkasa dan terlihat jauh lebih tinggi dari kenyataannya. Inilah yang disebut dengan Psychological Height.
Lihat juga Lionel Messi. Tingginya hanya 167 cm. Namun, ketika dia menguasai bola, lawan-lawan yang jauh lebih besar darinya tampak kecil dan tak berdaya. Karena makna tinggi, sejatinya bukan soal angka, tapi tentang bagaimana seseorang menguasai ruang dan waktu.
Filosofi tinggi ini memang sangat penting dalam kehidupan. Misalnya di dunia advertising. Kenapa saat presentasi kita disarankan untuk menempatkan diri di tengah dengan posisi berdiri? Karena ketika kita berdiri, kita lebih tinggi dari audiens. Kita terlihat lebih powerful. Kita menjadi pusat perhatian. Kita menjadi center of the universe, Kita menjelma menjadi seorang yang perlu didengarkan.
Winston Churchill pernah berkata, "To each, there comes in their lifetime a special moment when they are figuratively tapped on the shoulder and offered the chance to do a very special thing, unique to them and their talents."
Dalam hidup setiap orang, akan datang satu momen istimewa ketika secara figuratif mereka ditepuk pundaknya dan diberi kesempatan untuk melakukan sesuatu yang unik sesuai dengan bakatnya. Berdiri di hadapan orang banyak adalah salah satu bentuk dari momen itu—saat kita diberikan kesempatan untuk menunjukkan kapasitas kita, berbicara, menginspirasi, dan mengubah cara orang berpikir.
Sekarang kita pindah ke ruang meeting board of directors di sebuah korporasi. Kenapa bos selalu duduk di kepala meja? Karena dia harus menjadi pusat kendali. Kalau bosnya pendek, dia butuh kursi yang lebih tinggi supaya tetap terlihat dominan. Posisi menentukan persepsi. Dari mana kita memandang dan bagaimana kita dipandang, itu semua soal posisi.
Seperti yang dikatakan Napoleon Bonaparte, "The battlefield is a scene of constant chaos. The winner will be the one who controls that chaos, both his own and the enemy’s." Dalam kehidupan sehari-hari, meja pertemuan adalah medan pertempuran, dan posisi menentukan segalanya.
Kenapa rumah harus lebih tinggi dari jalan di depannya? Kenapa ruang tamu harus lebih tinggi dari teras? Kenapa ruang keluarga harus lebih tinggi dari ruang tamu? Karena pemilik rumah harus terlihat lebih berkuasa dibandingkan tamu yang datang. Semua ini bukan sekadar estetika, tapi tentang menunjukkan otoritas dan pengaruh.
Di Jepang ada sebuah filosofi tentang "shikidai"—tangga kecil di pintu masuk rumah yang menunjukkan hierarki dan penghormatan. Posisi tidak hanya mencerminkan status, tetapi juga membangun kesan dan rasa hormat.
Tinggi bukan cuma soal fisik akan tetapi juga tentang filosofi. Tinggi adalah soal bagaimana kita menempatkan diri, bagaimana kita memengaruhi dunia, dan bagaimana kita dipandang oleh sejarah.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.