Membuka Diri pada Ruang Komunikasi dan Menciptakan Solusi

Tidak ada orang yang menginginkan masalah dalam hidupnya. Saat suatu masalah timbul, kita harus fokus pada penyelesaiannya. Membuka diri pada ruang komunikasi adalah langkah penting untuk menciptakan solusi. Bagaimana pun juga, masalah bisa diselesaikan dengan komunikasi.

Membuka Diri pada Ruang Komunikasi dan Menciptakan Solusi
Photo by fauxels from Pexels

Ketegangan mengisi aula kerajaan bernama Wessex tatkala dua pria gagah sedang berhadap-hadapan di dalamnya. Meskipun berasal dari suku bangsa yang sama, yaitu Dane, mereka mendukung pihak yang berbeda. Di dalam aula itu mereka bertarung singkat dan kemudian berdebat.

Satu pria bernama Uhtred alias Uhtred dari Bebbanburg. Dia adalah sosok sentral yang memiliki pengaruh kuat sebagai komandan pasukan dan membela Raja Edwards, pemimpin bangsa Saxon dan penguasa Kerajaan Wessex. Sementara pria lainnya, Sigtryggr, adalah pemuda yang berhasil memimpin pasukan bangsa Dane menguasai pusat kota Wessex, yaitu Winchester, untuk pertama kalinya. 

Uhtred: "Apa yang kau inginkan?"

Sigtryggr:  "Perdamaian. Atau perdamaian dan tanah."

Uhtred: “Kau mencari damai dengan memulai perang?”

Sigtryggr: “Di mana pertempurannya? Di mana perangnya?”

Uhtred: “Aku menduga kau mau bernegosiasi.”

Percakapan antara Uhtred dan Sigtryggr menjadi sangat penting dan genting karena pada saat yang sama, di luar tembok kota Winchester, situasi sedang memanas. Raja Edwards sedang menyiapkan strategi dan pasukan untuk berperang habis-habisan demi merebut kembali kota mereka. Sang raja yang diselimuti dan dibutakan oleh kemarahan tidak memberi ruang negosiasi bagi bangsa Dane. 

Uhtred-lah yang menawarkan diri sebagai tawanan demi menyelamatkan para putra raja. Dia sudah siap seandainya harus tewas di tangan bangsanya sendiri. Namun, ternyata Sigtryggr mengajak Uhtred ke aula untuk bertarung singkat, berdebat, dan berdiskusi. Kemudian, Sigtryggr memberi kesempatan pada Uhtred untuk meyakinkan Raja Edwards melakukan negosiasi. Dan, berhasil. 

Awalnya, perang adalah satu-satunya bahasa antara bangsa Dane yang dipimpin oleh Sigtryggr dan bangsa Saxon. Bahasa itu kemudian berubah drastis menjadi dialog demi menghasilkan win-win solution bagi kedua pihak yang berseteru. Pada akhirnya, perdamaian tercipta, bangsa Dane diberi tanah (wilayah) dan Winchester selamat dari pembumihangusan. 

Kisah di atas merupakan cuplikan singkat dari film serial bertema sejarah, yaitu The Last Kingdom. Hal yang paling menarik dari episode terakhir di musim keempat itu adalah tentang betapa pentingnya komunikasi dalam segala hal, terutama dalam penyelesaian konflik.

Konflik perang yang berlarut-larut antara bangsa Saxon dan Dane terselesaikan dengan damai hanya setelah Uhtred dan Sigtryggr berbicara empat mata dan melakukan negosiasi. Ya, negosiasi adalah salah satu bentuk komunikasi untuk menyelesaikan masalah. 

 

***

Sebagai makhluk sosial, kita tidak akan pernah lepas dari aktivitas bernama komunikasi. Sebab, dengan komunikasi-lah kita bisa mengetahui informasi, berinteraksi, dan menjalin hubungan baik dengan orang lain.

Komunikasi bisa dilakukan secara lisan, tertulis, maupun bahasa isyarat. Inti dari komunikasi adalah semua pihak yang terlibat bisa mengerti pesan utama yang disampaikan.  

Agar pesan dipahami dengan baik, penyampai pesan harus berkomunikasi dengan benar dan jelas. Sebab, jika ada kesalahan dalam penyampaiannya, maka pesan yang diterima bisa saja akan berbeda dari pesan sebenarnya. 

Dari buku Komunikasi Bebas Konflik (Hiromi Yamasaki, 2016), saya mengutip lima poin penting yang harus dipahami dalam komunikasi. 

Pertama, tidak ada orang yang memiliki pola yang sama, entah itu pola pikir, bekerja, emosi, atau pola-pola lainnya sehingga kita tidak bisa memaksakan pola kita pada orang lain. Kedua, kita harus mengakui eksistensi lawan bicara dengan cara mendengarkan dan memperhatikan mereka. Ketiga, berhenti membuat asumsi sendiri tentang orang lain. Lebih baik bertanya langsung daripada membuat asumsi yang belum tentu benar terhadap seseorang. 

Keempat, masalah tentang protes atau komplain bisa ditangani menggunakan teknik "Ya, dan..". Kelima, mengendalikan kemarahan dan menjaga suasana ketenangan hati sangatlah penting agar emosi stabil ketika melakukan komunikasi.

 

Membuka Diri

Menurut pengamatan saya, ruang komunikasi bisa ada hanya jika kita membuka diri. Dengan membuka diri, kita menghancurkan 'tembok" pembatas cakrawala berpikir yang membuat kita merasa seolah-olah paling hebat. 

Membuka diri juga berarti meruntuhkan ego sehingga kita bisa merendahkan hati untuk menerima sudut pandang orang lain. Sebab, seperti yang disebutkan oleh Yamasaki tadi, semua orang memiliki pola yang berbeda. 

Mari kita perhatikan dalam lingkup terdekat yaitu keluarga. Jika ada hubungan yang tidak harmonis antara suami dengan istri atau anak dengan orang tua, sebenarnya bisa dicarikan solusi hanya dengan membuka diri untuk bercerita tentang unek-unek yang dirasakan. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ruang komunikasi antara masyarakat dengan pejabat bisa tercipta jika sang pejabat mau membuka diri mendengarkan jeritan rakyatnya, bukan hanya bisikan gerombolannya.

Dalam konteks global, sikap membuka diri sudah ditunjukkan oleh para pemimpin dunia. Satu contoh yang paling saya ingat adalah pertemuan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un dengan  presiden AS Donald Trump tahun 2018 silam. Kita tahu bahwa hubungan AS dan Korea Utara bisa dikatakan tidak pernah akur. Namun, pada saat itu, kedua pihak terlihat membuka diri dan melepaskan ego -- meski hanya sementara -- dan akhirnya pertemuan langka itu pun berhasil terlaksana. 

 

Mengatasi Masalah

Rasanya tak seorang pun menginginkan masalah dalam hidupnya. Apa hendak dikata, selama nafas berhembus, jantung berdetak dan kita masih berinteraksi dengan sesama, masalah akan selalu ada. Ibaratnya, ketika mendambakan kehidupan seindah setangkai bunga mawar, tentu kita harus siap pula menghadapi ‘duri-duri’ masalah yang ada. 

Tentu, sebagai pihak yang (mungkin) terlibat dalam suatu konflik atau masalah, kita perlu mengalihkan diri agar tidak hanya fokus pada masalah, melainkan pada solusi alias cara mengatasi masalah itu. 

Lebih mudah rasanya mencari solusi jika pihak yang terlibat masalah hanya diri sendiri. Namun, tantangan semakin besar jika ternyata masalah yang ada melibatkan dua orang atau lebih. Sebab, kecenderungan kita sebagai manusia adalah merasa paling benar dan hebat. Akibatnya, kita sering ngotot dan berkutat pada pendapat sendiri, entah itu benar atau salah. Ujung-ujungnya semua pihak saling menyalahkan dan tidak ada titik temu yang mengarah pada solusi. 

Satu-satunya cara mencari solusi adalah membuka diri pada ruang komunikasi. 

Mungkin anda berpikir, "Ahh, membuka diri itu klise. Praktik nyatanya bagaimana?"

Menurut saya, membuka diri adalah langkah awal. Seperti saya sebutkan sebelumnya, dengan membuka diri maka kita meluruhkan ego, perasaan (sok) hebat dan (sok) benar.  

Kebiasaan kita, karena sering merasa paling benar, adalah mendebat atau menyangkal pendapat pihak lain dengan respons "Tidak, bukan begitu, tetapi..". Hal itu menimbulkan ketidaksepahaman karena pihak yang satu tidak mau mendengarkan pihak lain. Sehingga, untuk praktik nyata kita perlu melakukan cara dari Hiromi Yamasaki, yaitu teknik "Ya, dan..". 

Teknik "Ya, dan .." mempunyai arti bahwa kita memberlakukan lawan bicara dengan baik melalui respons awal "Ya". Kita bukan membenarkan pendapat lawan bicara melainkan menerima perasaan mereka. Dengan begitu, lawan bicara merasa dihargai dan diakui eksistensinya. Setelah itu, dengan ".. dan..", kita menyampaikan fakta dan argumen yang kita miliki.

Jika setiap pihak mampu menerapkan teknik "Ya, dan.." dengan baik, semua argumen akan didengarkan. Kemudian, argumen-argumen itu bisa dirangkum bersama untuk diintisarikan sebagai solusi. Teknik tersebut sangat tepat sebagai praktik nyata dalam penyelesaian masalah, termasuk ketika ada masalah terkait protes atau komplain dari pelanggan kepada sebuah perusahaan atau instansi atas ketidakpuasan produk atau jasa. 

Dalam menangani komplain, jika pihak perusahaan menutup diri, maka tidak akan ada solusi dan malah membuat pelanggan semakin kesal. Jika itu terjadi, reputasi perusahaan menjadi taruhan. Maka, membuka diri adalah langkah penting yang harus dilakukan oleh perusahaan dan pada praktiknya menggunakan teknik "Ya, dan.." tadi. Apa pun masalahnya, jika sudah membuka diri, pihak perusahaan akan menemukan solusi tepat dan pastinya menaikkan (setidaknya mempertahankan) reputasi. 

***

Uhtred dan Sigtryggr adalah kita, orang-orang yang selalu membutuhkan solusi atas semua masalah atau konflik yang terjadi. Dalam hati kecil kita pasti ada niat untuk menyelesaikan masalah dengan baik, tanpa memunculkan masalah baru. Jadi, membuka diri pada ruang komunikasi melalui diskusi atau negosiasi sangat penting untuk menciptakan solusi. Sehingga, pada akhirnya ada kesepahaman, masalah terselesaikan, dan tercipta ketenangan. 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.