MENGGAPAI BAYANGAN

MENGGAPAI BAYANGAN
Sumber : famela.com

Empat sisi dinding ruangan menjadi sahabat yang setia menemani hari-harinya. Menyaksikannya bekerja dari tengah hari hingga malam. Melakukan hal yang itu-itu saja. Menatap layar monitor komputer sementara jari-jarinya lincah menari-nari di atas keyboard . Hanya berhenti untuk makan dan mandi. Pekerjaannya sebagai penerjemah mengharuskan dia berkonsentrasi penuh .

 Ketika Ibu tiada disusul oleh Bapak enam bulan kemudian, Ratih  merasa sendiri di dunia ini. Ia hanya hidup berdua dengan Arman  tetapi tidak tinggal bersama karena Arman masuk sekolah berasrama. Hanya saat liburan sekolah ia baru merasa menjadi seorang Ibu bagi Arman..

 Pernah terbersit niat untuk pergi jauh dari kotanya, bahkan jika perlu ke negeri asing yang belum pernah diinjaknya. Mengalami semua yang serba baru. Tinggal di lingkungan baru, bertemu dengan orang-orang baru untuk membicarakan hal-hal baru. Keinginan itu terus mengusiknya.  Memulai lagi dari awal sambil memperbaiki semua kesalahan. Mempunyai sebuah keluarga seperti kebanyakan orang. Tidak hanya berdua dengan Arman di saat liburan sekolah lalu sisanya dihabiskan sendirian bersama udara dan detak jam dinding di rumahnya yang senyap.

Ratih menyudahi paragraf terakhir yang baru diterjemahkan tetapi tidak mematikan komputer. Ia hanya perlu istirahat untuk makan. Tidak banyak yang dimakan. Kentang, telur rebus dan sup sayuran.  Malamnya ia menyisihkan waktu sejenak membuka sosial media, mengecek email dan pesan yang ditinggalkan teman-teman di situs pertemanan. Terkejut mendapati pesan Mark yang akan ke Indonesia. Jakarta, dan Yogyakarta adalah kota yang dipilihnya. Mark  yang dikenalnya lewat situs pertemanan akan berlibur di Yogya selama tiga hari.

Inilah kesempatan melihat dunia luar, begitu pikirnya. Kegembiraan kecil meletup-letup di dadanya mengobarkan semangat yang tidak biasa. Energi berlimpah membuatnya terjaga hingga dini hari dan terjemahan naskah jurnal selesai. Besok pagi-pagi akan diambil pemiliknya saat di mana Ratih akan menerima bayaran.

Menunggu pertemuan dengan Mark membuatnya gelisah. Dadanya berdebar-debar tidak sabar. Waktu melambat dalam hitungannya padahal ia terbiasa berkejaran dengan waktu. Di lobi hotel mereka berjanji bertemu. Mark tiba di bandara jam empat lalu ke hotel.  Jam lima Ratih sudah menunggu. Jalanan ke Prambanan mungkin akan macet karena malam Minggu.

"Hai," Mark mengulurkan tangan mengajak bersalaman. Ia memakai kacamata , berbeda dengan foto yang dipasang di situs pertemanan. Sama seperti Ratih yang lebih suka berfoto tanpa kacamata. Sejenak mereka berpandangan sambil tersenyum. Rasa canggung masih ada di antara mereka ketika mengawali percakapan sebelum mendapatkan taksi ke Prambanan.   

"Aku sudah menyewa mobil dan sopir untuk mengantar kita jalan-jalan besok," Ratih menerangkan rencana perjalanan wisata besok . Bahkan untuk besok lusa ia sudah mengatur jadwal dengan baik.

"Kamu sudah mengatur semuanya dengan baik. Pekerjaan yang bagus. Terima kasih banyak," mata Mark sedikit melebar lalu sudut bibirnya membentuk senyuman yang selaras dengan binar matanya.

Keduanya menonton sendratari Ramayana di panggung terbuka candi Prambanan bersama puluhan penonton yang memadati tempat duduk di samping kanan kiri dan depan panggung.  "Pertunjukan yang sangat hebat," Mark mengungkapkan kepuasannya begitu  Hanoman  selesai membakar dua buah bangunan dari anyaman bambu. Kobaran api membubung tinggi menyala merah melalap habis  atap dan rangka bangunan.

Masih ada dua hari lagi bersama Mark. Ratih datang lebih pagi keesokan harinya supaya sopir tidak kebingungan mencari mereka. Lava tour menjadi acara pertama yang sangat menantang. Tiga jam menyusuri jalan lava di sekitar Merapi dengan jeep dan sopir yang terlatih menjadi petualangan mendebarkan. Sopir yang baru dua puluhan usianya selalu mencari medan terjal yang dipenuhi bebatuan. Kadang harus menanjak tinggi lalu menuruni jurang yang curam. Ratih tak tahan hanya berdiam diri, berulangkali ia berteriak sementara Mark hanya tersenyum kecil menyaksikan pasir, kerikil , bebatuan dan pepohonan di sekitarnya. Beberapa kali sopir berhenti meminta keduanya berfoto di lokasi-lokasi yang  menjadi favorit para wisatawan. Naik di ketinggian dua ribu meter lebih di atas permukaan laut sambil memetik edelweis menjadi foto terbaik mereka selama perjalanan di samping foto-foto berlatarkan guguran lava dan bebatuan sebesar gunung. Ratih begitu lepas meluapkan kegembiraan dalam petualangan yang mungkin hanya akan menjadi impian jika Mark tidak menemaninya.

Setelah mengunjungi museum gunung Merapi, museum budaya dan makan siang menu ikan gurame, mereka memburu sunset di Prambanan.

 "Berapa lama kamu sudah bercerai? " Mark bertanya sambil lalu sebelum masuk lokasi candi Prambanan.

Ratih  diam sejenak sambil menghitung lamanya waktu yang dilalui sendiri tanpa suami. "Dua belas tahun," jawabnya masih merasa tak percaya sudah begitu lama ia hidup  tanpa lelaki.      

Mestinya ini kesempatannya untuk ganti bertanya tentang kehidupan pribadi Mark tetapi tidak dilakukan. Ratih bermain dengan pikirannya sendiri tentang mantan istri Mark dan dua anak perempuannya yang memilih tinggal bersama Ibunya di Kyoto.

"Lebih baik hidup sendiri dari pada punya pasangan tapi bertengkar tiap hari. Itu sungguh sangat melelahkan," suara Mark menyadarkan kalau dirinya masih bersama lelaki dari negeri lain yang telah menjadi temannya. "Kita tidak akan pernah kesepian. Tidak pernah benar-benar sendiri karena kita selalu bisa dengan mudah mendapatkan teman."

 Ratih tidak ingin mendebat untuk mengungkapkan pendapatnya. Memang mudah mendapatkan teman lewat situs pertemanan  tetapi mereka hanyalah bayangan. Membayangi kehidupan kita dalam keseharian tetapi tidak pernah benar-benar menjelma menjadi teman yang nyata. Buktinya hanya Mark yang datang menemui Ratih.  Sebenarnya bukan karena ingin bertemu Ratih tetapi perjalanan dan liburan ke Indonesia yang membawanya datang kepada Ratih.

Sunset di Prambanan mereka nikmati dalam keteduhan senja. Cakrawala jingga adalah panorama sempurna yang tertangkap mata. Bayangan orang-orang terkasih terlihat jauh dan samar dari pandangan. Mark pasti merindukan dua anak perempuannya. Tak tahu kapan bisa bertemu. Sedangkan Ratih bisa memuaskan rindunya kepada Arman dengan lebih mudah meski tak setiap hari menemaninya.

"Kamu sebaiknya mencari pendamping yang memiliki kesamaan denganmu. Kalian akan sering melakukan kegiatan bersama. Itu sangat menyenangkan dan membuat kalian semakin dekat," Mark bertutur seakan Ratih membutuhkan nasehatnya. Apakah memang Ratih terlihat butuh seseorang untuk mendampingi hidupnya? Dua belas tahun bukanlah waktu yang singkat.   

"Apakah  benar begitu?" Ratih meragukannya meski ingin meyakini. Masalahnya adalah menemukan lelaki yang memiliki kesamaan dengannya.Barangkali lelaki itu malah akan cepat membuatnya bosan. Sama-sama terkungkung dalam ruangan dengan seluruh perhatian tertuju pada pekerjaan. Tak ada suara tak ada kata. Hanya tekanan agar pekerjaan segera diselesaikan. Tak ada kesenangan tak ada kedekatan. Jadi  mana yang harus dipilih, mencari kesamaan atau membiarkan perbedaan ?

Hari terakhir bersama Mark adalah menyambut matahari terbit di Punthuk Setumbu kawasan Borobudur Nirwana Sunrise. Merekahnya mentari  menghalau kawanan kabut. Warna abu-abu tersapu tumpahan cahaya kuning yang makin lama makin menyilaukan seiring kehangatan yang menjalari kulit. Di kejauhan nampak gunung Sindoro dan Sumbing berdampingan menyita seluruh pandangan. Berkilauan bagaikan dilumuri butiran emas. Burung-burung terpukau  lalu berkicau membuka hari dengan keriangan alami .

"Indah sekali," Mark tak mampu menyembunyikan kekagumannya.

"Kuharap  ini akan kamu kenang selamanya," bisik Ratih

Mark mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari ufuk timur yang berpijar menyilaukan. Bau rumput dan tanah merebak bersama tiupan angin pagi yang lembut melepaskan dingin.  Embun pagi segera pudar oleh kehangatan mentari.

"Kita melihat Borobudur sekarang! " ajak Mark  bersemangat.

 Stupa-stupa candi bermandikan cahaya keemasan. Kesan sakral  dan agung terjaga hingga beberapa lama sebelum rombongan wisatawan berdatangan memadati pelataran candi. Suara mereka berdengung melibas hening pagi.

Ratih menatap sosok lelaki yang begitu nyata. Benar-benar ada di dekatnya , bisa dilihat dan kalau saja mau ia bisa menyentuh kulitnya. Bulu-bulu halus coklat muda memenuhi kedua lengannya yang putih. Berkilat tertimpa hangatnya mentari pagi. Mark bukan bayangan saat bersamanya tapi ia tahu besok pagi-pagi sekali Mark akan kembali menjadi bayangan.  Lelaki yang menghabiskan satu malam dua hari bersamanya akan kembali ke negeri asalnya di New Zealand.  Meninggalkan kenangan ini untuknya . Sementara Mark mungkin akan segera melupakannya karena perjalanan wisata di negara lain telah menantinya. Setiap jejak perjalanan meninggalkan satu noktah di memorinya. Jika bertumpuk begitu banyak entah noktah mana yang akan menyembul dalam ingatan saat ia sendirian tanpa teman.

"Selamat tinggal," ucapan itu mengakhiri pertemuan mereka. Mark menyalami Ratih dengan tatapan yang sulit diterjemahkan maknanya. Tatapan Ratih menyimpan harapan. Jika menuruti kata hati ia akan memeluk erat lelaki asing di depannya itu. Memintanya tinggal lebih lama agar bisa sering bersama. Berjalan bersama, makan berdua dan bercakap-cakap tentang apa saja. "Aku akan datang lagi. Kita akan jalan-jalan lagi. Mungkin ke  Pulau Komodo atau ke Bali, " janjinya seperti seorang Bapak  mencoba menenangkan anak bungsunya yang tak ingin ditinggalkan sendiri. Mark segera berlalu menuju taksi yang akan membawanya ke bandara diiringi tatapan sayu dari sepasang mata yang tak rela melepasnya pergi. Mata Ratih berembun meski bibirnya tersenyum

Kembali ia sendiri . Melewati hari-harinya dan berkejaran dengan waktu menuntaskan setiap pekerjaan. Ratih ditinggalkan sendirian menggapai bayangan yang semakin samar.  Mark  tidak pernah tahu kalau kehadirannya yang hanya sesaat dalam kehidupan Ratih telah merusak mood perempuan itu hingga beberapa hari. Bayangan Mark tak henti mengikutinya hingga ke alam mimpi. Membuatnya ingin selalu bersama bayang-bayang kebersamaan mereka.

  

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.