Kunci Mengatasi Intoleransi
Tidak ada tempat bagi sikap intoleransi di NKRI yang majemuk, multikultural dan berideologikan Pancasila.

Kalau yang diperlukan hanya ‘kunci’, mudah saja jawabnya; berikan kuncinya dan……selesai! Namun sebagai insan pendidikan, penulis sangat prihatin mengamati kejadian-kejadian akhir-akhir ini. Bicara salah – diam pun salah, serba salah jadinya. Padahal toleransi itu tidak hanya berlaku terhadap sesama manusia saja melainkan juga terhadap semua makhluk hidup lainnya, seperti kepada hewan dan tumbuh-tumbuhan karena toleransi dapat dilakukan di semua segi kehidupan.
Toleransi dapat diartikan sebagai perilaku terbuka untuk menghargai segala bentuk perbedaan yang ada di antara sesama manusia. Toleransi ada justru karena kita berbeda. Manusia yang bersikap toleransi artinya memiliki sikap sabar, bisa menahan diri, bisa menghargai dan berlapang hati terhadap orang-orang yang memiliki perbedaan pendapat. Begitu bagusnya makna toleransi sesungguhnya, akan tetapi mengapa ada saja orang atau sekelompok orang yang maunya intoleransi?
Kata toleransi berasal dari bahasa Latin, yaitu tolerare, yang berarti sabar dan menahan diri. Toleransi atau toleran merupakan sebuah sikap yang dapat diartikan sebagai suatu sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan. Kalau menyimak kata toleransi yang berasal dari bahasa Inggris, tolerance – berarti tindakan untuk menghargai orang lain karena perbedaan-perbedaan yang melekat dalam diri masing-masing manusia.
PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) memahami toleransi sebagai cara yang tepat untuk kita menjadi manusia yang benar dan dapat terus mendukung kehidupan dunia yang penuh dengan berbagai macam perbedaan. PBB telah bersepakat untuk memperkuat toleransi dengan memupuk saling pengertian di antara budaya dan masyarakat. Keanekaragaman suku bangsa, bahasa dan agama di dunia ini tidak untuk dibuat konflik dan menebar kebencian satu sama lain, tetapi justru harus dipandang sebagai suatu kekayaan yang dianugerahkan Tuhan.
Perbedaan itu merupakan takdir Tuhan yang mustahil kita lawan. Sekuat apapun kita melawan takdir-Nya, kita pasti akan terpental dan kemudian terjerembab, begitu Maha Kuasa nya Allah, Dia menciptakan manusia di dunia ini tak satu pun ada yang persis sama sekalipun ia anak kembar. Semua kita, apapun agama kita, kita adalah orang-orang yang dikasihi-Nya; jadi buat apa bertengkar karena beda keyakinan. Mengacu pada yang Gus Dur pernah katakan: ‘Agama dilahirkan untuk kedamaian, bukan untuk kekerasan’.
Lihat saja pelangi, ia akan nampak indah karena warna-warni nya. Bagaimana seandainya pelangi itu hanya terdiri dari satu atau dua warna saja, tentu tidak indah bukan? Tak usah jauh-jauh, mari kita lihat yang ada di hadapan mata kita saja yaitu jari-jari tangan kita. Sekalipun ibu jari itu biasanya menunjukkan tanda hebat/bagus, bagaimana kalau semua jari kita adalah jempol? Masing-masing bentuk jari-jari tangan kita mempunyai fungsi yang berbeda-beda; oooh alangkah sempurnanya kita diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Tolak Intoleransi
Hidup di Indonesia yang masyarakatnya majemuk; Bung Karno salah satu tokoh pendiri bangsa ini jauh-jauh hari telah memikirkan perlunya kesatuan dan persatuan, sehingga lahirlah semboyan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), yaitu Bhinneka Tunggal Ika (sungguh futuristik beliau). Seorang tokoh bangsa yang berpikiran jauh ke depan mengingat Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau. Tiap pulau di huni oleh berbagai suku yang menggunakan berbagai bahasa dan memeluk agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing, memiliki adat-istiadat dan budaya yang berbeda-beda dapat disatukan sedemikian rupa.
Seuntai pita bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika, yang digenggam erat oleh kaki burung garuda, yang di dada nya tergantung sebuah perisai berisikan lambang lima sila sungguh tepat, agar tidak ada peluang terjadinya konflik yang berujung pada disintegrasi bangsa. Dengan menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa pada Sila pertama, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Karakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kiranya rumusan Pancasila ini sudah tepat sebagai ideologi bangsa Indonesia yang kokoh kuat demi tegak berdirinya ibu pertiwi.
Tindakan-tindakan intoleransi yang menyebabkan ketidakharmonisan antar Suku-Agama-Ras-Adatistiadat (SARA), ujung-ujungnya akan mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara harus ditumpas. Oleh karenanya siapapun yang mengganggu kerukunan bangsa Indonesia harus dilibas habis sampai ke akar-akarnya. Indonesia itu masyarakatnya multikultural, sehingga perlu ada pendidikan multikultural di sekolah-sekolah. Pendidikan itu merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang individu atau kelompok, dalam usaha mendewasakan manusia melalui proses pengajaran, pelatihan dan perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus sepanjang hayat.
Sebagai pendidik, guru dan dosen diperlukan perannya dalam ‘Pendidikan Damai’ dengan selalu menekankan arti pentingnya sikap yang harus dipunyai oleh peserta didiknya, yaitu: (1) Cinta tanah air; (2) Kesadaran berbangsa dan bernegara; (3) Meyakini Pancasila sebagai ideologi negara; (4) Siap dan rela berkorban bagi bangsa dan negara; (5) Memiliki kemampuan bela negara. Setidaknya ke lima hal tersebut harus senantiasa terinternalisasi di setiap individu. Sekolah dan kampus sebagai tempat tumbuhkembang siswa dan mahasiswa hendaknya terus mewujudkan lingkungan yang toleran dan sekaligus menolak keras sikap-sikap intoleransi.
Oleh karena itu, dalam mengampu pembelajaran hendaknya dialogis, tanpa kekerasan namun, tetap mengedepankan sifat kritis, analitis dan kreatif sehingga peserta didik tidak mudah ‘diracuni’ pikirannya dengan hal-hal yang intoleransi. Akhirnya penulis mengajak semua insan pendidikan untuk terus menyalakan api semangat toleransi dan yakinlah pasti ada kesejukkan di hati, karena ada tertulis: ‘Berbahagilah orang yang membawa damai’. Namun, sebagus apapun kunci yang penulis berikan (sekalipun kunci itu terbuat dari emas), tetaplah Anda-Anda yang harus memasukkan dan mengulirkannya ke dalam lubang kunci, baru kemudian pintu bisa terbuka dan lihatlah bahwa damai itu indah.
Jakarta, 4 Februari 2022
Salam penulis: E. Handayani Tyas; Universitas Kristen Indonesia – [email protected]
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.