Cinta Sejati Sejagad
Cerita cinta sejati paling dahsyat di jagad semesta

*Yen ing tawang ana lintang, cah ayu
Aku ngenteni tekamu
Marang mega ing angkasa,
Ingsun takokke pawartamu.
Jikalau ada bintang di langit, wahai si jelita
Kumenunggu hadirmu
Pada mega di angkasa
Kutanyakan beritamu.
Sayup-sayup senandung gending Jawa mengusik malam sepi penuh bintang, menemani sang purnama di malam kelam. Sinarnya begitu jernih menyinari kampung kecil di lereng gunung itu. Terasa tentram dan damai. Beberapa pemuda pemudi tampak asik bercengkerama di tepi sungai. Suara aliran sungai mengimbuhi senandung cinta mereka. Sesekali angin bertiup membelai dedaunan, rumput yang ada di sekitar sungai.
Tak jauh dari kerumunan itu, Nawang, seorang pemuda kurus kecil, tampak sedang mengintai sesuatu dari balik semak rimbun yang menyeruak. Dalam diam yang gaduh, ia asik mengagumi Wulan yang duduk terpekur seorang diri. Tubuh montoknya membentuk silhouette indah karena pantulan sang purnama. Udara dingin malam itu terasa hangat mengalir di sekujur tubuh kecil Nawang. Ia menatap takjub dengan pemandangan indah di hadapannya.
Wulan, gadis misterius kembang desa di kampung itu. Bukan Nawang saja yang ingin mendekati dirinya. Dan Wulan tetap bergeming dalam kesendiriannya, tak mengacuhkan sama sekali para pemuda yang berusaha mendekatinya. Tak seorang pun mengerti perasaan hatinya.
Nawang sadar, dirinya bukan siapa-siapa.
“Pemuda lain yang lebih tegap dariku saja tak berhasil meluluhkan hati Wulan,” gumamnya dalam hati sambil memandang tubuh kecilnya.
**Janji-janji aku eling, cah ayu
Sumedhot rasane ati
Lintang-lintang ngiwi-iwi,
Nimas tresnaku sundhul wiyati.
Kuberjanji kan selalu ingat, wahai jelitaku
Tercekat rasa hatiku
Bintang-bintang seolah menggoda,
Adinda, cintaku setinggi langit biru.
Senandung gending itu semakin jauh melambungkan mimpi Nawang. Ia membayangkan dirinya bersanding bersama Wulan, berjalan di antara rumput ilalang sambil bergandengan tangan. Sementara ratusan anak mereka ramai bersenda gurau berjalan di belakang sang bapak dan simbok. Senyum sumringah menghiasi wajah bahagia mereka. Sesekali keduanya menengok ke belakang sambil melempar senyum penuh cinta pada anak-anak mereka.
“Duh Gusti Sang Hyang, sang penguasa semesta, sudilah kiranya kau mengabulkan mimpiku. Biarkan Wulan merasakan tulusnya cintaku…,” Nawang merapatkan kedua tangannya, menjunjung sembah sujud yang sangat mendalam pada Sang Gusti Allah.
Di tengah kesunyian yang sendu, tiba-tiba sesosok pemuda lain melompat sigap tanpa suara ke tengah tanah kosong yang ada di antara tempat Nawang bersembunyi dan titik Wulan duduk sendiri. Nawang terkesiap melihat sosok bayangan pemuda yang tiba-tiba muncul di hadapannya.Tubuhnya jauh lebih tegak dari dirinya.
“Mau apa gerangan dia?” Tanyanya dalam hati.
Pemuda itu bergerak pelan namun pasti menuju tempat Wulan duduk. Wajahnya tampak menyeringai penuh birahi menatap Wulan. Dari kejauhan, Nawang mengintai tajam pemuda itu. Jantungnya berdegup kencang tak beraturan.
“Apa yang harus kulakukan? Kalau aku keluar dari persembunyian, apa kata Wulan nanti. Dia akan tahu, aku telah mengintainya sejak tadi. Tapi, kalau aku diam saja, bagaimana nasib Wulan…?”
Di saat yang tepat, Nawang akhirnya mengambil keputusan yang seharusnya. Ia melompat keluar tanpa gentar sedikit pun. Dalam satu kali lompatan secepat kilat, Nawang berhasil menyergap pemuda itu dari belakang. Mereka bertarung hebat di atas rerumputan kering. Beberapa kali Nawang sempat terlempar jauh, namun ia tidak menyerah. Dikerahkannya seluruh tenaga dan kekuatannya untuk melindungi Wulan, sang pujaan hati. Tanpa ragu, Nawang mencekik leher pemuda itu tanpa ampun. Mata pemuda itu mendelik kehabisan napas. Melihat lawannya melemah, Nawang tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia segera menebas leher sang lawan hingga kepalanya putus. Kepala itu terbang dan jatuh menggelinding sampai ke bawah kaki Wulan yang menjulang anggun menyanggah tubuh montoknya. Ternyata Wulan sudah menyaksikan pertarungan mereka sejak tadi di luar sepengetahuan Nawang.
Melihat Nawang berhasil memenangkan pertarungan itu, Wulan menatap kagum padanya. Ia bertepuk tangan pelan sambil tersenyum menggoda pada Nawang. Nawang terpaku melihat senyum itu. Ia cuma diam ketika Wulan berjalan pelan menghampirinya. Wulan melangkahi kepala pemuda yang dikalahkan Nawang tanpa peduli. Tujuannya cuma satu: Berjalan mendekati Nawang. Sesungguhnya Wulan bisa saja langsung melompat tinggi ke hadapan Nawang. Tapi dia tidak mau melakukannya. Dia ingin menggoda Nawang dengan gerakan tubuhnya saat berjalan pelan menghampirinya.
Nawang benar-benar tersihir oleh kecantikan wajah Wulan. Matanya tak berkedip sekali pun. Napasnya memburu tak tertahan, menanti kelanjutan kejadian berikutnya.
“Mimpikah aku saat ini…?” Batinnya dalam diam.
***Dhek semana janjiku disekseni mega kartika
Kairing rasa tresna asih.
Kala itu janjiku disaksikan awan gemintang
Teriring rasa cinta kasih.
Dalam hitungan menit, Wulan sudah berdiri berhadapan dengan Nawang. Wajah Wulan begitu dekat dengan Nawang sehingga Nawang bisa merasakan deru napas Wulan yang harum menyapu wajahnya.
“Siapa namamu wahai jantan pemberani?” Tanya Wulan dengan genit.
Nawang sama sekali tidak siap menerima perlakuan semesra itu dari Wulan. Selama ini dia mengira Wulan gadis pendiam, pemalu, dan dingin terhadap laki-laki. Lidahnya terasa kaku dan kelu, tapi dipaksakannya juga suaranya keluar untuk menjawab pertanyaan Wulan. Nawang sengaja batuk kecil sebelum menjawab untuk menjernihkan suaranya.
“Ehem…, mmm…, anu, namaku Nawang.”
“Namamu bagus. Aku suka. Namaku Wulan.”
“Hmm…aku sudah tahu namamu. Siapa tak kenal dirimu.”
Nawang mulai berani menanggapi Wulan. Wulan tersenyum nakal mendengar jawaban Nawang.
“Oh ya? Kamu stalker aku ya?”
“Eh…, bukan begitu. Maksudku….”
“Hihihihii…, santuy Nawang. Aku juga suka kamu kok.”
“Ya Tuhan. Mimpi apa aku tadi malam. Rasanya seperti kejatuhan seribu burung kolibri,” gumam Nawang dalam hati.
Bahagianya bukan kepalang! Dia tak pernah menyangka semudah ini meluluhkan hati Wulan, si gadis misterius.
“Nawang, aku punya satu pertanyaan untukmu.”
“Bertanyalah. Aku akan menjawab semua pertanyaanmu dengan tulus dan jujur.”
“Seberapa besar kau mencintaiku?”
“Tak terhingga Wulan. Bahkan aku tak bisa lagi menyebutkan ukurannya. Tak ada satuan yang tepat di dunia ini untuk menggambarkan besarnya cintaku padamu.”
“Sungguh?”
“Demi Tuhan, Wulan.”
“Kamu rela mati demi aku?”
“Apa pun akan kulakukan untuk membahagiakanmu. Segalanya akan kuberikan untukmu, termasuk jiwa dan ragaku.”
“Cium aku, Nawang.”
Sebelum Nawang sempat mendekatkan wajahnya, Wulan sudah terlebih dahulu menyambar bibir Nawang. Mereka saling menggigit dan memagut mesra tanpa henti. Udara gunung yang dingin malam itu sudah tak terasa lagi bagi sepasang kekasih yang sedang asik masyuk.
Kabut mulai turun membasahi rumput-rumput dan daun-daun di sekitar mereka. Sementara bulan purnama semakin tinggi. Cahayanya menyisakan sinar keemasan di tubuh Nawang dan Wulan yang saling berpelukan erat. Keduanya sesekali saling meregangkan tubuh merasakan nikmat tak terkira yang membawa mereka jauh melayang ke langit ketujuh. Tak ada yang lebih indah dari malam itu bagi Nawang. Mimpinya kini menjadi kenyataan, bahkan lebih indah dari apa yang dibayangkannya selama ini.
Di tengah suasana mesra itu, tiba-tiba Wulan berbisik di telinga Nawang, “Nawang kekasihku, kini saatnya aku menagih janjimu. Buktikan sejatinya cintamu padaku, sayangku.”
Nawang hampir tak mampu menjawab sepatah kata pun, dia hanya mengangguk pelan sambil mempererat pelukannya pada sang kekasih.
“Maafkan aku Nawang.”
“Aku tahu apa yang akan kau lakukan. Lakukan kekasihku, aku rela asal kau bahagia.”
“Aku mencintaimu, Nawang.”
“Sayangku….”
“Sekali lagi maafkan dirku.”
“Tak ada yang salah. Aku rela Wulan.”
Wulan mengangguk pelan. Dia memejamkan matanya rapat-rapat sambil menarik napas dalam-dalam. Dalam satu helaan napas, Wulan melakukan sebuah gerakan yang sangat cepat dan tak terduga. Dia menebas kepala Nawang dan melumatnya segera tanpa ragu.
Sebuah cinta sejati telah terbukti. Cinta mati selamanya yang telah menjadi takdir Nawang. Seperti cinta sejati Romeo yang rela mati demi Juliet, cinta suci Sinta yang rela membakar diri demi Rama, begitulah kisah cinta Nawang, sang belalang jantan sentadu, yang rela mati demi Wulan, si belalang sentadu betina pujaan hati.
****Yen ing tawang ana lintang, cah ayu
Rungokna tangising ati
Binarung swarane ratri,
Nimas ngenteni mbulan ndadari.
Jikalau ada bintang di langit, wahai si jelita
Dengarkanlah tangisan hati ini
Tersaput suara-suara malam,
Adinda menunggu bulan purnama.
T A M A T
*Bait 1 gending Jawa Yeng Ing Tawang Ana Lintang
**Bait 2 gending Jawa Yeng Ing Tawang Ana Lintang
*** Bait 3 gending Jawa Yeng Ing Tawang Ana Lintang
**** Bait 4 gending Jawa Yeng Ing Tawang Ana Lintang.
#LombaMenulis #HambaAllah #TheWriters
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.