Sepasang suami istri muda, mengawali hidup bersama penuh dengan cita-cita dan keinginan. Tapi, masih banyak harus berdamai dengan situasi. Si suami fotojurnalis muda berbakat, yang mulai meniti karirnya yang sepertinya akan gemilang. Si istri bekerja di media yang sama, di bagian adminiatrasi. Niatnya adalah untuk pindah bagian, dan menjadi pengamat dan penulis budaya. Tak mudah, tapi seseorang di bagian budaya pernah berkata bahwa bukannya tak mungkin,
Si istri sangat ingin memiliki komputer pribadi yang bisa dibawa-bawa. Seperti yang dimiliki para jurnalis kece di kantor. Dari tanya sana-sini, ia memutuskan pilihannya pada jenis notebook. Ukuran dan beratnya lebih kecil dari laptop. Nggak berat, enak buat dibawa-bawa. Kalau ditugaskan ke luar kota, membwa notebook sendiri konon sangat menguntungkan. Bisa sambil mengerjakan proyek pribadi. Lumayan bsia dapat tambahan pemasukan. Demikian kata koleganya yang di bagian budaya itu.
Di samping itu, harga notebook juga di bawah laptop. Cocoklah. Pasti suami mau belikan kalau harga tak seberapa mahal.
"Bang, belikan aku notebook donk," kata istri pada satu malam hari sebelum mereka tidur.
"Oke!" jawab suami yang sudah hampirbterlelap.
Si istri senang sekali. Tapi, menunggu beberapa hari, tak ada gerakan atau pembicaraan lanjutan. Si istri ingat, malam itu si suami menjawab ketika matanya sudah menutup. Ah, jangan-jangan ia tak benar-benar menagkap permintaan istrinya. Maka, malam itu, dia buka lagi omongan. Diyakinkannya bahwa sang suami masih cukup terang pikiran.
"Bang, katanya mau belikan aku notebook".
"Oh iya, lupa! Maaf ya".
Senangnya si istri.
"Kapan dibelikannya, bang? Besok ya?" katamya dengan hati riang.
"Jangan besok. Besok dan beberapa hari ke depan penugasanku berat-berat. Di dalam kota sih, tapi dari subuh ke subuh".
"Kapan donk abang nggak sibuknya?"
*Akhir pekan aku dapat libur"
"Horeeee, Sabtu ya, bang"
" Oke!'
Sabtu pun datang. Si istri niatnya nggak masak, karena dia pikir mereka akan pergi beli notebook. Makan siang bisa sekalian di luar. Sudah biasa kalau keluar rumah, pasti makan siang di luar.
Meliha istri hari itu tak angkat panci, suami menganggap bahwa hari ini adalah gilirannya untuk masak. Melihat suaminya pergi ke pasar lalu bersibuk di dapur, istri menjadi resah. Ia menyibukkan diri dengan menonton TV. Sebentar-sebentar diliriknya suaminya di dapur. Jam 12 lewat si suami memanggil istri untuk makan siang bersama. Sambil mendudukan dirinya dikursi meja makan, istri bertanya.
"Bang, katanya Sabtu ini mau belikan aku notebook".
"Oh iya, aku lupa".
Jadi riang hati si istri mendengarnya.
"Habis makan ya, bang".
"Wah, aku harus bereskan data foto-fotoku hasil kerja seminggu ini. Agak sore nanti kawanku akan datang mau beli foto koleksi pribadi".
"Yaaaaa, jadi gimana donk,“ istri mulai sedikit merajuk.
"Pergi beli sendiri sajalah, dek".
Riang lagi hati si istri.
"Ya sudah, aku pergi sendiri. Uangnya mana, bang?"
"Kau ambil saja dari uang belanja".
"Lah, koq gitu? Mana cukup?" istri jadi bingung.
"Masak nggak cukup? Uang sisa belanja di laci masih bisa beli 10 biji buku notes di warung Ucok tuh".
Aaah...