GITAR
Malam itu terasa lebih sunyi dan dingin, aku masih duduk termenung seorang diri.

Jam menunjukkan pukul 11 malam, aku masih duduk termenung seorang diri di ruang kerja yang dindingnya tampak didominasi warna putih. Berkali - kali kata "hmm" terucap dari bibirku sambil mengusap-usap dahi, memandangi dinding yang tampak berjejer foto keluarga. Lalu, kembali lagi ku mengucap "Hmm". Malam itu terasa lebih sunyi dan dingin, aku masih duduk termenung seorang diri.
Ku pandangi "Tablet"ku yang tampak putih polos layarnya. Ku sentuh tiap tuts keyboard berkali-kali, lalu kembali ku pandangi tablet. Tetap tidak terjadi apa-apa. Sungguh, aku kehabisan ide malam itu. Aku ingin menulis tapi bingung mau menulis apa. Sudah ku coba berkali-kali tapi tetap tak membuahkan hasil. Aku tidak bisa menelurkan satu patah katapun untuk ku tulis dalam tablet, blank.
Beranjak aku dari kursi yang sudah panas ku duduki selama sejam. Aku bergerak dan melangkah menuju dapur yang tak jauh dari ruang kerja. Tiap langkah terasa semakin berat karena hawa malam yang semakin dingin. Ku ambil gelas besar yang tertata rapi di rak piring kaca transparan itu. Aku mulai menuangkan air hangat dan beberapa sendok susu cokelat bubuk lalu mengaduknya. Sungguh nikmat sekali minum susu cokelat hangat waktu malam.
Kembali aku ke ruang kerja, duduk di depan tablet sambil memegang segelas besar susu cokelat hangat. Sudah hampir jam 12 malam saat ku melirik dinding tempat jam bergantung dengan tenang. Ku pandangi gelas besar di tangan yang sudah kosong akibat ku minum semua isinya. Dan, tetap ide itu belum datang menghampiri.
Malam semakin larut, ku berdiri sejenak dari kursi, dan mulai sedikit menggerakkan badan. Berjam-jam duduk membuat punggungku terasa pegal. Saat sedang menggerakan badan ke kiri dan kanan, mataku manangkap gitar yang sudah lama tak ku mainkan terletak sendirian bak orang yang sedang kesepian bersembunyi di ujung ruang. Tanpa berfikir panjang, ku raih dan mulai memetik tiap senarnya. Suara gitar masih terdengar indah walau usianya mulai usang. Tiap-tiap senar yang kupetik seakan bahagia dimainkan. Lumayanlah olahraga jari malam itu.
Perlahan, aku mulai bermain sambil bernyanyi. Entah, apa mungkin terlalu lama aku tak menyentuh gitar hingga akhirnya aku terhanyut dalam tiap lantunan melodi yang ku mainkan. Dengan suaraku yang pas-pasan, aku bernyanyi mengiringi suara gitar. Semakin lama nyanyian dan permainan gitarku semakin keras. Padahal malam itu sudah larut. Akibat semangatnya bermain dan bernyanyi, aku tak menyadari jika suami dan anak-anak sudah berdiri di depan pintu sambil memandangku heran. aku terkejut saat menyadari kehadiran mereka. Dengan mata melotot, ku pandangi mereka satu persatu karena kaget.
"Mama kenapa?" tanya salah satu anakku. Aku diam, masih berusaha mereda rasa kaget.
Dalam waktu hampir bersamaan semua menjawab sambil menatapku kesal, " MAMA KESURUPAAAAAN."
"Iya, Mama kesurupan. Ayo, kita doain, Mama." tambah anakku yang paling kecil.
Aku tidak bisa menahan tawa sebelum akhirnya meminta maaf. Jam sudah menunjukkan pukul 1 subuh, ku matikan tablet dan meninggalkannya untuk pergi beristirahat bersama suami dan anak-anak.
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.