Tirani

Mencari Bumbu Rahasia ke dalam Kenangan

Tirani
Foto dokumentasi pribadi

Tirani

Oleh Budi Saputra

Dia adalah nenekku dari jalur ibu. Kupanggil dengan sebutan Amak, karena aku orang Minang. Masa mudanya dihabiskan untuk membesarkan keempat anaknya. Dengan berdagang kue-kue tradisional. Dijajakan ibuku, dititipkan di warung-warung. Sebuah jalur rezeki yang untuk saat ini sulit dibayangkan hasilnya bisa untuk memiliki tanah dan membangun rumah dan kontrakan, serta pensiun dini. Dengan anak-anak yang sudah disekolahkan lebih tinggi dari bangku pendidikan yang pernah dialaminya.

Rasa lidahku dibentuk kuat oleh masakan Amak, dan tentu saja ibuku. Hanya saja seperti halnya seorang guru yang bahkan ilmunya tidak terwariskan ke anak tapi ke murid. Walau sering membantu Amak, ibuku tetap menyatakan tidak bisa menyamai masakan ibunya tersebut.dua ruas jari tangan kanannya hilang, terpotong, jari tengah dan manis. Jika ada yang bertanya mengapa masakannya enak, nenekku menyebut karena hilangnya dua jari itu.

Diantara cucunya, salah seorang yang sering dibawanya pulang kampung, ke Sicincin, adalah aku. Masih sekolah dasar. Mungkin karena usiaku yang sudah bisa dibawa-bawa, atau tempat tinggal kami yang berdekatan di satu kota, atau mungkin karena aku yang pendiam jika dibawa berkunjung ke rumah-rumah saudara di kampung. Delapan jam perjalanan dengan bus antar kota antar propinsi, dari Riau ke Sumbar. Biasa berangkat malam. Pemberhentian pertama di lembah anai, lewat kelok sembilan jalur lama. Biasa sampainya subuh di pasar Sicincin. Dilanjutkan ke dalam nagari, naik ojek ataupun dijemput.

Biasanya kepulangan ke kampung ini berkaitan dengan acara keluarga, baralek salah satunya. Amak diminta untuk membuat samba lado.kebetahannya untuk seharian berada di dapur mengolah masakan dan mengerjakan makanan tidak menurun persis sama ke anak-anaknya. Pun diantara cucu-cucnya, yang laki-laki, mungkin akulah yang paling betah untuk berada di dapur. Kelak, jauh setelah kepergiannya, aku berusaha mengingat-ingat rasa-rasa masakan masa kecilku yang dibentuk oleh Amak. Bumbu rahasianya kenangan masa kecil, demikian slogan yang kusematkan pada usaha makananku, Nasi Uda.

Kelas dua sekolah dasar, aku tinggal di rumah Amak, seperti kost, di salah satu kamar yang sudah tidak terpakai. Kedisiplinan dan kecerewetan seorang nenek seperti beliau yang mungkin membuatku nantinya saat kost sebagai mahasiswa di yogyakarta bisa bertahan di rumah yang kondisinya seperti rumah nenekku.

Pada masa inilah aku belajar berdagang, membangun bisnis. Memetik cabe rwait, penjual tebu. Mendnegar ceramah Zainuddin MZ dan kisah hikmah budaya Minang dari kaset tape Yus Datuak Parpatiah, Balairung Group.

Makanan selalu tersedia di meja dapur, dalam lindungan tudung saji. Tentu saja ada makanan cadangan, rahasia, di dalam lemari kayu bagian atas. Pedasnya enak, bahkan dalam makanan yang terdiri dari warna hijau sayur dan putih mie hun, tingkat pedasnya tetap ada.

Rumahnya di rantau ini dimulai dari sebidang tanah berbentuk segitiga, karena diujung tanah adalah simpang tiga jalan, menuju arah lain. Ditanami tanaman umbi-umbian, pisang. Dibangun sedikit demi sedikit hingga menjadi sebuah rumah utama, kedai untuk berjualan, tempat pangkas rambut kakekku, dan rumah petak untuk disewakan. Bagian depan tanah yang berbatasan dengan jalan, ditanami tanaman bunga raya, pohon nangka yang dahan-dahannya menjadi lokasi tidur favorit ayam-ayam perliharaan nenekku. Sesekali ayam perliharaan itu disembelih untuk dimasak, jika ada acara keluarga, hari  raya. Pun jika ayam itu tertabrak kendaraan yang berlalu lalang, namun masih hidup, terluka, tapi hidup, segera disembelih. Inyiak yang bertugas, dengan pisau khususnya yang setajam samurai. Maka jadilah ayam-ayam itu mempunyai nama beragam, mulai gulai ayam, kalio ayam, sampai goreng ayam.

Kerja kerasnya di masa muda , membuat kue tradisional yang pasar utamanya adalah para pembeli sarapan dan anak-anak sekolah, menuntut dirinya bangun dini hari, dibawanya hingga usia tua.

 Sebidang tanah di daerah Panam, harus ikut dirinya jika akan dilakukan pembersihan lahan. Keaktifannnya menjadi jalan jatuhnya dari ketinggian, saat memperbaiki atap rumah. Golongan darahnya O, kata dokter menjadi salah satu sebab Amak kuat bertahan. Biasanya golongan O ini kuat, begitu penjelasannya. 

Yang kulakukan adalah memancing ikan dan menunggu waktu makan siang. Rantang tiga susun menjadi memori kolektif masa kecilku. Di dalam rantang itulah bekal. Di gubuk alakadarnya untuk tempat bernaung saat membersihkan tanah jadi lesehannya. (BS) 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.