Kutunggu Jandamu

Kutunggu Jandamu

Ini bukan kebetulan. Mereka bertemu di tempat yang rasa-rasanya agak mustahil. Tapi Sarah percaya tangan takdir sedang bekerja. Mereka berkenalan tapi tak bisa mengobrol lama karena Rio harus mengantar istrinya ke dokter. Sebelum pergi Rio berjanji akan menemui Sarah lagi Sabtu depan.

Ini sudah Sabtu. Sarah sudah mencoba untuk tenang. Tidak seharusnya ia begitu gelisah memikirkan suami orang. Tapi Rio beda. Ia berani melanggar aturan. Dalam balutan T-shirt warna pink, celana jeans biru dan sepatu hak tinggi Sarah menunggu dengan sabar.

"Hai, apa kabar?" Rio meremas bahunya dari belakang.

Sarah menyimpan kalimat itu baik-baik seperti suvenir. Itu kalimat pertama Rio untuknya ketika mereka bertemu lagi di tempat yang sama. Dan Sarah semakin berbunga-bunga ketika Rio memujinya. Menurutnya itu sangat manis sekali. Ia membayangkan laki-laki itu menyapanya dengan ciuman kilat yang mesra.

"Hari ini penampilanmu semakin cetar." Puji Rio.

Sarah tersenyum. Sebuah senyuman yang menggoda. Rio mengatakan itu seolah mereka sudah sering bertemu. Sarah menebak Rio akan merindukannya kalau ia tak datang. Ia mengumpulkan keberanian untuk bertanya apakah kapan-kapan Rio mau jalan-jalan dengannya, dan lelaki itu menjawab, "ya, oke!"

Minggu demi minggu berlalu, Sarah cukup meyakini bahwa Rio menyimpan perasaan yang sama dengan dirinya. Sampai minggu ke enam Sarah membaca WA Rio di ponselnya. Jantungnya serasa berhenti.

"Bisa tunggu Sabtu depan? Aku lagi ada urusan keluarga. Sampai ketemu yaa... Sar."

Kedua lutut Sarah menjadi lemas. Padahal ia sudah berencana memamerkan Rio sebagai kekasihnya di acara reuni SMA. Tapi ia akan bersabar menunggu hari Sabtu depan dan berharap Rio akan datang dan mengajaknya jalan. Sarah menerima resiko memacari suami orang. Ia harus bersabar menunggu istri Rio menjandi janda. Sarah yakin waktunya akan tiba dan Rio akan menjadi miliknya. 

"Kutunggu jandamu Rio. Mantan istrimu akan menjadi jandamu. Soon, tak lama lagi." Sarah berkeyakinan dalam hati.

Akhirnya Sarah menghadiri reuni SMA tanpa Rio. Ia datang sendiri. Banyak yang tak mengenalinya. Tentu saja. Sarah kini sudah menjelma menjadi wanita cantik. Kulitnya mulus, tubuhnya langsing, payudaranya kencang. Tak ada teman SMA yang kecantikan dan kemolekan tubuhnya sempurna seperti Sarah. Dengan langkah gemulai ia menyapa Doni, Heri, Rani, Eli dan ... Sarah terkejut. Ia tak menyangka akan bertatap muka dengan Rio yang menggandeng Lusi teman sebangkunya semasa kelas tiga. Lusi adalah teman satu-satunya tempat ia menceritakan rahasianya. Teman yang bisa memahami gejolak jiwanya sejak SMA hingga sekarang.

Tak bisa dihindari. Mereka bertiga bertatap muka. Lusi menyapa Sarah dengan gembira dan mengenalkan Rio suaminya. Sarah mencuri-curi pandang ke Rio. Tapi Rio berpaling ke arah lain.

"Hai, apa kabar?" 

Sapaan itu lagi. Dulu dari Rio sekarang dari Lusi. Sarah berusaha bersikap sewajarnya. Tapi Rio terlihat kikuk, tak berani menatap mata istrinya dan sengaja pamit meninggalkan mereka berdua supaya bisa mengobrol. Ia tak nyaman berada dalam satu ruangan bersama Sarah dan Lusi dan memilih merokok di luar sambil bersandar di sebuah tiang. Lelaki itu benar-benar khawatir Sarah terlalu banyak bicara dan membocorkan hubungan mereka berdua pada Lusi. Galau melanda hingga acara usai. Rio ingin segera pulang dan meminta Lusi berpamitan pada Sarah. Adegan itu ingin dilalui Rio dengan cepat. Ia tak ingin Lusi terlalu banyak basa basi.

Di dalam mobil yang melaju Lusi menanyakan apakah Rio sakit. 

"Nggak. Cuma tenggorokanku agak gatel. Seperti mau radang." Rio memberikan alasan.

"Mungkin karena tadi minum softdrink. Harusnya papah ambil teh manis anget aja." Sahut Lusi.

Rio mengangguk. Ia menduga-duga isi obrolan istrinya dengan Sarah. 

"Ngobrol apa tadi sama Sarah. Kayaknya akrab banget." Rio berusaha mengarahkan pembicaraan untuk mengorek informasi.

"Ngobrol waktu zaman SMA waktu Sarah belum cantik seperti sekarang."

"Ah, cantikan juga mama." Rio merasa sedang menggombal.

"Mama masih asli pap... alis mamapun nggak pernah diapa-apain. Sarah beda. Dia cantik karena oplas."

"Hah?!!" Rio memotong.

"Tapi Sarah benar-benar berjuang untuk bisa diakui sebagai wanita cantik." 

"Apa dulu nggak cantik? Sorry, pesek gitu?" Tanya Rio penasaran.

"Bukan pap...! Sarah itu dulu namanya Agus. Dulu dia cowok. Terus dia operasi total biar cakep sekaligus mengganti kelamin." 

Tiba-tiba Rio merasa mual. Ia membayangkan dirinya ketika memeluk dan melumat bibir Sarah sambil mempraktekkan French kiss. Ia merasa dirinya laki-laki yang menjijikkan saat memojokkan Sarah di belakang pintu kamar karaoke untuk meremas payudaranya, meraba kelamin palsunya dibalik celana dalam hitam berenda. 

"Ya ampun... nggak ada bedanya dengan Lusi punya." Ujarnya dalam hati. 

::

Sudah tiga bulan Sarah tak bertemu Rio. Lelaki itu selalu membatalkan ajakan bertemu. Sekali saja Sarah mengirim WA dua hari setelah acara reuni.

"Kamu kenapa, sayang?"

Rio membaca pesan singkat itu tapi menganggapnya sebagai pertanyaan bodoh. Sebodoh dirinya. Tak ada lagi keinginan Rio untuk bertemu Sarah. Nomor telpon Sarahpun ia block setelah ia menjawab dengan tegas.

"Sar, maaf! Aku tak ingin menyakiti hati istriku dan anak-anak. Semoga kamu bahagia."

Sarah paham. Ia juga tak ingin menyakiti Lusi. Dengan kecantikannya ia bisa mendapatkan lelaki yang mencintainya apa adanya. Ia akan jadi perempuan baik-baik, bukan pelakor. Lagipula, perawan ting-ting harusnya dapet perjaka.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.