Selokan Dalam Lamunan

Selokan Dalam Lamunan

Dulu waktu kecil saya suka main di got  (selokan). Tunggu dulu, got dulu tak sama dengan sekarang. Di tanah kelahiran saya, belakang rumahnya ada empang, tidak terlalu luas tapi cukup untuk menampung banyak air.

Got-got yang sering menjadi tempat saya bermain, airnya asalnya dari sana. Cukup jernih kok airnya. Kalo ga percaya liat aja masih banyak ikan geppy dengan ekor warna-warni.

Musim hujan adalah waktu yang sangat menyenangkan. Air empang sedikit meluap dan arus air got menjadi cukup deras. Saat itulah perahu gabus saya bisa beraksi. Modalnya hanya potongan gabus putih bekas perabot/barang elektronik yang dibentuk menyerupai kapal, ditambah tusukan lidi agar seperti ada layar dan bendera nya.

Sore itu setelah hujan, gerimis tipis-tipis dan genangan air masih menghasilkan suara kecipak jika di injak. Berdua dengan teman saya Yayan, kami bersiap balapan kapal gabus. Masing2 memegang kayu untuk membebaskan kapal jika tersangkut di bebatuan ataupun pusaran air.

Hitungan ketiga semua kedua kapal kami lepaskan berbarengan. Dengan sigap kami berlari mengikuti dari pinggir selokan. Teriakan demi teriakan kami lontarkan sebagai energi tambahan. Karena ukuran kapal saya agak lebih besar, saya kalah start dari yayan. Kapal yayan kecil dan ringan lincah meliuk di setiap gelombang.

Terlalu dini untuk menyerah, saya teriak lebih kencang menyemangati kapal agar berjalan lebih cepat. Selisih jarak kapal kami makin jauh tapi saya masih yakin bisa menyusul. Air yang relatif tenang ini memang kurang menguntungkan kapal gabus saya. Teriakan yang menimbulkan urat leher masih kami lontarkan. Yayan sekarang setengah berlari sedangkan saya hanya berjalan ringan. "Sial, saya ga boleh kalah sama si yayan", kata saya dalam hati.

Track lomba semakin seru karena jalan  semakin menurun dan banyak terowongan. Artinya kecepatan akan bertambah dan juga kita tak pernah tau ada apa di bawah terowongan. Kadang ada kayu melintang, atau bahkan bebatuan. Tak jarang kapal yang masuk terowongan tidak muncul lagi di ujungnya. Itu artinya semua masih bisa terjadi dalam balapan kali ini.

Terowong terpanjang ada di depan mata. Terowongan tersebut merupakan pintu rumah terbesar di sepanjang jalan. Rumah dengan tanah yang luas, artinya lubang selokannya pun sangat panjang. Kapal Yayan lebih dulu hilang dalam gelap, kapal saya menyusul tidak lama kemudian. Tak lama setelah meyusul, saya bergegas menuju ujung terowongan menyusul yayan yang sudah menanti. Menyerahkan kapal gabus kami pada takdir.

Setengah menit kemudian, semua yang kami takutkan tidak terjadi. Kapal kami baik2 saja keluar dari terowongan. Kapal Yayan masih memimpin 5 jengkal di depan.

Menjelang pertengahan lomba, kapal kami tiba di sebuah pertigaan. Air bertambah deras karena pertemuan air dari 2 selokan. Akhirnya keberuntungan berpihak pada kapal saya. Kapal yg lebih luas mendapat dorongan air lebih banyak. Artinya di arus yang deras, kapal gw lebih di untungkan. Sedikit demi sedikit jarak kami terpangkas hingga hanya beberapa meter saja. Yayan mulai gelisah melihat kapalnya tersusul, sedangkan saya semakin semangat bagaikan mendapat angin segar.

Garis finis mulai terlihat, begitu pula arus semakin deras karena selokan menurun tajam. Beberapa meter kemudian kapal kami benar2 sejajar. Secara otomatis pula saya berlari sejajar dengan yayan. Teriakan masih kami lontarkan: ayo.. ayoo... ayooo...

Masih diuntungkan arus dan besar kapal akhirnya kapal gabus saya sukses overtaking. Keadaan berbalik, kapal gabus saya memimpin jalannya lomba dengan gagah.

Garis finis sudah terlihat. Sebenarnya tidak ada garis apa2. Hanya berupa air terjun kecil akhir dari selokan hingga mengarah ke wadah yg agak besar yg sebenarnya adalah saluran irigasi sawah. Dianggap garis finish karena kita tak akan mampu lagi mengikuti jalannya kapal. Kalinya luas dan permukaan airnya terlalu jauh. Tidak terjangkau lagi oleh kayu kami.

50 meter sebelum garis finish, saat sudah yakin akan menang, kapal saya tersangkut di oleh pohon di pinggir selokan. Arus kencang membuat kapal setengah tenggelam. Tapi apa daya, tiang kapal menyangkut sempurna ke dahan pohon. Dengan sigap saya membebaskan kapal saya dengan kayu. Namun jaraknya lumayan jauh, sulit terjangkau kayu yg saya pegang. Terpaksa saya menurunkan kaki di pijakan sebuah batu. Tapi apa daya perahu yayan melaju bebas tanpa halangan melewati semua rintangan.

Kapal saya akhirnya kembali berjalan namun tak lama yayan sudah selebrasi kemenangan di depan. Saya berjalan lunglai ke depan disambut senyum kemenangan yayan.

-------------------------------------------------

Sayup-sayup suara tawa yayan masih terdengar, sampai akhirnya saya tersadar dari lamunan. Matahari kian menyengat kulit, jam menunjukan pukul sembilan. Bergegas saya masukan kamera ke dalam tas dan bergegas melanjutkan perjalanan. Tak terasa sudah setengah jam saya berdiri memandangi Kali Banjir Kanal Timur atau orang sering sebut BKT. Niatnya mau hunting foto tapi malah melamun.   "Kalo melamun di gaji, mungkin saya sudah kaya", kata saya dalam hati.

Saya tidak pernah bertemu yayan lagi, saat saya SMP Yayan beserta keluarganya pindah rumah ke daerah lain. Saya juga tak pernah mencarinya. Tapi saya selalu mengingatnya setiap melihat air mengalir.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.