Rapot Biru

Rapot Biru

"Selamat ya bu... rapotnya biru."

Dr. Sri mengucapkan selamat sebelum menjelaskan hasil lab darah. Mendengar kata biru mataku terbelalak. Tak percaya tapi Dr. Sri tak mungkin berbohong.

"Bagus, koq. Tiga bulan lalu bagus, sekarang juga bagus. Stabil. Tahun-tahun lalu hb biasanya mentok di angka 10. Sekarang melesat ke angka14. Hiperagregasi semua angkanya normal. Ndak ada infeksi dan bakteri. Hasil test ANA negatif. GERD membaik. Tadi waktu saya periksa, ndak ada lagi suara kodok ngorek dari dalam perut. Kelihatan wajah sekarang lebih berseri-seri. Pipi tembem. Beda nggak seperti dulu."

Sejak keluar dari kamar praktek dokter hingga ke apotik bibirku tak berhenti komat-kamit mengucap syukur. Rasanya seperti mimpi. Selama empat tahun tiap bulan selalu mendapat rapot merah. Baru tahun ini setelah dua kali cek darah dalam rentang waktu tiga bulan aku bisa naik kelas. Itu artinya dosis obat bisa dikurangi. 

Aku ingat ketika pertama kali harus dirawat di rumah sakit karena mengalami nyeri hebat di sekujur tubuh. Hampir dua minggu terkapar di rumah sakit dan pulang ke rumah tanpa kesembuhan berarti. Dokter hanya berusaha mengurangi rasa sakit. Hasil test menunjukkan aku menderita autoimun jenis hiperagregasi trombosit. Darahku sangat kental dan cepat membeku. Saking kentalnya sering sulit disedot saat harus cek darah. Bukan itu saja. Aku juga menderita GERD dan fibromyalgia. GERD menyebabkan mual dan malas makan sehingga badanku makin krempeng. Sedangkan fibromialgia membuatku sering disergap kelelahan, sulit tidur, mengalami gangguan memory dan merasakan sakit lima kali lebih berat dibanding orang lain. Belum ada obatnya dan belum diketahui penyebabnya. GERD dan Fibromyalgia sama-sama memiliki gejala psikosomatis. Dokter Sri menjelaskan semua dengan gamblang. Menurutnya lebih baik aku mengetahui yang sebenarnya supaya bisa mengantisipasi serangan. Tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dan tidak boleh putus asa. Beliau juga memintaku mengendalikan pikiran supaya tidak stres dan depresi karena itu semua hanya akan membuat badanku semakin babak belur.

"Ibu Damayanti...."

Namaku dipanggil oleh kasir apotik. Obatku akan segera disiapkan setelah dibayar. Jumlahnya tetap 9 macam tapi dosisnya dikurangi. Lumayan sedikit lebih murah daripada dulu ketika awal didiagnosa. Aku harus menelan 16 jenis obat. Ini menghabiskan tabungan. BPJS hanya menanggung biaya yang murah-murah saja. 

Aku masih harus menunggu antrian obat sambil memikirkan hasil labku. Apa yang membuat hasilnya normal semua? Apa yang berbeda dari yang biasa aku lakukan sehari-hari? Berbagai pertanyaan timbul di pikiran. Aku meneliti diriku sendiri. 

-----

Tahun lalu ketika sedang berbaring di ranjang rumah sakit, aku menonton serial CSI. Dikisahkan seorang wanita menghipnotis teller bank agar menyerahkan sejumlah uang. Ketika tim CSI menginterogasi wanita itu, ia berkata bahwa ketika sedang menghipnotis orang lain sebenarnya ia juga menghipnotis dirinya sendiri. 

Tertarik dengan kisah si wanita tukang hipnotis, aku berpikir ingin mencari seorang dengan kekuatan bujukan untuk menghipnotis diriku supaya bisa tidur nyenyak dan bangun dalam kondisi segar tidak sempoyongan. Tapi keinginan hanya sebatas keinginan yang lama-lama akhirnya terlupakan. Sampai suatu hari aku melihat info kelas menulis online numpang lewat di time line facebookku. Aku putuskan untuk mendaftar. Berharap mendapat ilmu tulis menulis yang berbeda dari yang pernah aku ikuti. Bagiku menulis lumayan mengurangi sakit kepala dan eneg di lambung.

Terus terang, mengikuti kelas secara online lewat whatsapp membuat kepalaku puyeng. Agak keteter karena untuk memahami makna sebuah kalimat harus berpikir agak lebih lama daripada orang lain. Kadang terpaksa berhenti sebentar karena aku butuh waktu untuk meredakan sensasi panas di dalam kepala. Selain itu fibromyalgia juga menyebabkan penglihatanku kabur jika terlalu lama membaca. Tetapi begitu kang Asep Herna menjelaskan tentang hypnotic writing, aku berusaha mengikuti tanpa jeda supaya tidak ketinggalan praktek. Mata melek semelek-meleknya. Pusing-pusing dikit ditahan aja.

Materi yang diajarkan kang Asep ada bau-bau hipnotisnya. Walaupun kang Asep menghipnotis peserta supaya bahagia dan mencapai target-target tertentu, namun secara pribadi timbul keyakinan aku akan bisa tidur nyenyak. Karena targetku cuma itu. Bisa tidur dan bangun dalam kondisi segar. Dan benar saudara-saudara... Aku bisa tidur pulas. Bangun tidur tanpa rasa lelah dan tanpa sakit di seluruh badan kayak habis mimpi digebukin orang sekampung. 

Jadi begitu caranya supaya aku bisa tidur. Ini belum benar-benar hipnotis yang serius. Maksudku kang Asep tidak khusus hanya menghipnotis diriku supaya bisa tidur. Tapi gini aja udah lumayan banget. 

Sejak itu sebisanya aku mengikuti arahan kang Asep. Memasukkan kata-kata yang positif ke dalam subsconcious mind. Bukan hanya kalau mau bobo. Tapi di setiap waktu utamanya saat perasaan-perasaan yang negatif datang mengganggu. Ini membuat hidupku lebih plong dan santai dalam menghadapi masalah apapun. Pelan-pelan tentunya. Tidak bisa sakdet saknyet. Dinikmati saja prosesnya. 

Dalam prakteknya menurutku ada bagian yang mirip meditasi. Tapi tidak terlalu mirip juga. Maka aku berpikir ada bagusnya jika mulai mendisiplinkan diri bermeditasi dengan memperhatikan tarikan nafas seperti yang disarankan seorang teman M. Jojo Rahardjo. Banyak tulisannya tentang positivity yang aku baca berdampak pada pola pikir.

Menghipnotis diri sendiri dan meditasi. Dua hal itulah yang tahun-tahun lalu tidak pernah aku lakukan. Baru setelah ikut kelas menulis the writers tanggal 10 Maret 2020 aku mulai mendisiplinkan diri disamping minum obat. Walau makan porsi sedikit perlahan berat badanku naik bahkan melebihi yang disarankan dokter. Kelebihan 4 kg. Malah jadi kegendutan. Pernah sebulan lalu mengalami bengkak gusi dan kulit di langit-langit rontok mengelupas. Bagian dalam mulut terasa asin dan bau amis darah. Tapi proses sembuhnya lebih cepat dari biasanya.

Aku tahu perjuanganku masih panjang. Apalagi ada 3 tumor di dalam tabung syaraf di tulang belakang yang tidak bisa diambil tanpa memutus banyak serabut syaraf. Tapi tak ada yang lebih penting selain berusaha bahagia dan tidak lagi bertanya pada Tuhan. Why me? Melainkan  bertanya pada diri sendiri. Why not me? 

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.