Ingat Rasanya Lupa Namanya
Memori seorang jejaka polos yang belum mengerti makna cinta

Memang hidupku tak semulus pahanya Luna yang artis dari Bali itu, banyak lika-liku kayak drama korea, khususnya dalam hal percintaan. Dari awal masuk SMA tak pernah punya yang namanya pacar ataupun yang naksir diriku, hingga lulus SMApun tetep saja berboncengan sepeda tua model OENTA sama teman yang laki-laki. Nasib yang tragis memang.
Namun kehidupan percintaanku mulai terbit dari kegelapan yang haq semenjak aku melanjutkan sekolah di Jogja. Bergaul dengan banyak orang dari berbagai suku menjadikanku mudah berinteraksi, khususnya dengan para gadis.
Cerita bermula pada saat setelah pendaftaran & pengurusan segala macam tetek bengek admistrasi di salah satu universitas swasta di Jogja akhirnya saya sah diterima sebagai salah satu mahasiswa baru disana.
Dari sanalah saya kenal Jack, Anjar dan Bimo saat membeli perlengkapan OSPEK. Dari perkenalan kita saat itu akhirnya kami menjadi kawan karib. Kemanapun pergi, entah itu ke Mall atau di kampus selalu berempat. 3 laki laki dan 1 perempuan.
Meski begitu saya sering ngilang sendiri gabung sama temen-temen yang lain diluar grup itu setelah beberapa bulan jadi mahasiswa.
"Mbel ... loe dicari tuh sama Anjar dikantin," ucap Jack salah satu anggota grupku saat papasan di gerbang kampus menjelang berangkat kuliah. Kami memang berbeda tempat kost dan jurusan, entah kenapa?.
Pernah satu waktu saat aku pencar dari ketiga kawan-kawanku, Anjar mencariku.
"Ada apa?" Tanyaku pada Jack.
"Ga tahu," katanya lagi sambil mengangkat bahunya.
Gembel adalah julukanku dulu, orang-orang menjulukiku seperti itu karena jarangnya kuberpakaian rapi dan bersih. Pernah lho celanaku itu tak pernah kucuci selama 6 bulan lamanya, cuma bermodal kispray saja hahahah.
Tapi akhirnya nyerah sendiri deh dari nadzar mo bikin rekor 1 tahun ga cuci celana hahaha.
Dan, lucunya. Waktu itu kurendam celanaku selama seminggu penuh meski gonta ganti air, begitu kusikat langsung rontok kain jeansnya dan berakhirlah ditempat sampah. Logika jaman jahiliyah dulu kalo pakaian direndam lama ostosmastis pasti rontok sendiri kotornyakan?. Ternyata kain celananya ikut rontok pula hahahaha.
Meski begitu ketiga kawanku itu tak pernah protes, entah sungkan entah memang udah mampet hidungnya gak tahu.
Tak lama kemudian, langsung kubergegas untuk temui Anjar di kantin kampus. "Ada apa Njar?" Tanyaku.
"Ga da papa seh ... cuma minta ditemani aja makan siang," bilangnya singkat.
Shit! ... rutukku dalam hati, kupikir apa!”.
"Hebat nian kamu Njar, siang aja kau makan apalagi nasi," candaku menutupi kedongkolan.
"Hahahahah bisa ae loe Mbel," tawanya, hingga hampir aja kesedak sendok dia pas nyuapi mulutnya.
"Aku pengin ngomong sama kamu mBel," katanya kemudian.
"Lah, lha dari tadi apa lagi mbisu?" gumamku lirih.
"Kamu itu lhoo, selalu aja gitu. Ga pernah serius kalo diajak omong sama orang," sungutnya sebal.
"Hahahhahah," tawaku meledak lihat expresi muka Anjar seperti itu.
Dia itu orangnya manis, berkulit sawo matang eksotis, kalau tersenyum lesung pipitnya memenjarakan iman orang yang memandangnya. Apalagi kalau sedang ngambek seperti ini, kalah deh juice tebu peras ????.
Jujur, dalam hati aku senang berkawan akrab dengan dia kalau mengingat masa-masa SMAku yang yang ga pernah bergaul dengan teman perempuan. Apalagi anaknya cantik pula. Hingga banyak bikin iri teman-teman lain.
Ya ... itulah aku, ga pernah serius dalam segala hal.
Moga-moga aja dalam menulis cerpen ini serius saya. Oh eh loh koq, malah masuk ke ranah pribadi ya?. Kan niate nulis cerpen fiksi hahaha.
Saat itu suasana kantin pas lagi sepi, hanya ada aku dan dia serta ibuk kantin yang lagi asik masak di dapurnya sedang mencoba menu baru. Ayam bakar madu yang madunya dia beli dari Sumbawa.
"Mbel ... aku suka kamu," dengan cueknya dia ngomong gitu sambil nyuapi bibir manisnya dengan suapan nasi terakhir dari piringnya.
Jueeeeddiieeeerrrrr!!! ... seperti disambar petir muatan 100 juta kilovolt mataku terbelalak, rambut berdiri tegak semua, mulut terbuka lebar dengan kedua telapak tangan di pipi. Persis seperti Maculay Culkin di salah satu adegan film home alonenya. Alaynya aku ini waktu itu, ga sesuai sama penampilan gembelnya hahahaha.
Bukan tanpa sebab aku terkazoooeet, mimpi apa semalam aku ini.
Bayangkan coba? ... (saya kasih satu menit untuk membayangkan ya?).
Orang dekil, kusam serta lusuh kayak aku ini ditembak cewek cantik macam Anjar adalah perasaan ajaib dalam hidup, sedangkan tiga tahun yang lalu aku masih bukan siapa-siapa.
Diam mematung terasihir oleh keadaan di kursi kayu panjang khas warung tegal, kucoba gerakkan kakiku. Dengan sepatu kets model Bata yang kuinjak bagian tumitnya kujejakkan kakiku ke lantai kantin tiga kali sambil baca mantra. Cuma memastikan saja bahwa aku masih berada di Bumi dan tidak sedang bermimpi.
Syukurlah, setelah kupastikan bahwa ini bukan mimpi cepat-cepat kuminum es JAHE instan kesukaanku yang kupesan pada ibuk kantin untuk menetralkan degub jantungku.
"Serius kamu Njar!" Seruku.
"Serius lah," jawabnya tegas.
Kulihat dari samping, wajahnya yang cantik itu dibalik sikap santainya dia menyimpan rasa grogi yang besar sebenarnya. Benarkah keputusanku ini? Mungkin begitu dalam hatinya berkata.
Sedang aku sendiri juga bingung, mau bilang terima dia sebagai pacarku kok mustahal untuk orang seperti diriku. Mau ditolak ... rejeki. Dilema melanda hahahah.
Sempat beberapa menit dalam keadaan canggung, aku bilang ke dia, “tunggulah Njar ... ku pikir dulu, kamu tempe kan aku siapa, eh tahu kan aku siapa?" kataku sok jual mahal.
"Tahu, kamu Gembel. Raka Dipa Permana nama aslimu," sahutnya.
"Malah mbanyol ni orang, serius nih!" kataku bingung.
Baru kali ini aku serius, dan ga tahu mo ngapain.
"Iyaa ... ku dua rius malah, udah lama kusuka sama kamu Mbel," katanya lagi dengan cueknya menutupi rasa canggung.
Segera kuminum lagi es jaheku yang sudah hilang hangatnya bercampur es batu yang mencair.
Glek ... glek ... glek.
Habis tak tersisa. Tapi masih saja hati ini berdebar-debar belum hilang canggung dan grogiku. Bayangkan, (saya kasih waktu sepuluh detik lagi ya?) ... sahabat karibku sendiri nyatakan rasa sukanya padaku. Bisa berteman dengannya saja merupakan anugrah terindah apalagi menjadi kekasihnya nanti. Seakan masih tak percaya pada apa yang aku alami ini.
Siang itu matahari semakin kokoh memancarkan sinarnya, udara yang gerah ditambah debar denyut jantung membuat kaosku sedikit basah oleh oleh keringat. Bukannya pesan es teh, ku malah pesan lagi segelas es jahe merah instan. Konon khasiatnya ini selain memperkuat fungsi hati juga memperkuat sistem imun dari serangan virus, yang seperti saat ini imunku lagi terkapar tak berdaya terpapar virus cinta sahabatku.
Baru seminggu setelah hari itu tak sengaja kubertemu Anjar di perpustakaan kampus. Sebuah tepukan di pundak mengagetkanku yang lagi konsen cari literatur bahasa.
"Mbel, kemana aja seh loe?" Teriak Anjar kegirangan menemukanku disebuah tempat aneh.
Sangat aneh memang kalau aku ke perpustakaan ini, mengingat jarangnya aku belajar, ga tahu ini lagi nyari apaan? hahahah.
Masih belum hilang keterkejutanku, tahu-tahu ada ciuman menampar pipiku. Semakin grogi dan tak berdaya, lemas sudah seluruh badanku seperti tak bertulang lagi. Serasa tulang belulang ini diloloskan dari sendi-sendi yang jumlahnya ribuan.
Disaat seperti inilah aku sangat membutuhkan es jahe. Kan ngaco!!! Hahahah
20 tahun berlalu, saat ini saya punya 3 orang anak yang lucu & imut. Namun, bapaknya panggah amit-amit yang tetap setia dengan style gembelnya. Tidak ada yang berubah.
Terkadang, disaat sepi. Pikiran liar itu seakan menembus waktu, kembali ke jaman lampau saat masih kuliah dulu.
Masih INGAT RASAnya, kecupan lembut di pipi ini membekas sampai sekarang. Memori yang susah dihapuskan meski aku sudah LUPA NAMAnya, dimana dia sekarang, punya anak berapa dan bagaimana kabarnya?.
Memori manis seorang anak lugu nan polos yang tak pernah punya kekasih semasa SMA itu. Andaikan waktu bisa kuputar kembali, mungkin aku akan menerimanya. Tapi takdir berkata lain, kami masih tetap bersahabat hingga lulus dari kampus itu dan melanjutkan hidup masing-masing.
1, 2 dan 3 tahun berikutnya masih kontak melalui bilik kecil yang terbuat dari kaca berbingkai aluminium 1,5 x 1 m hingga benar-benar lost kontak sampai sekarang.
Terima kasih sahabat, engkaulah pemberi kenangan pertama terindah yang pernah aku terima. Maafkan aku yang cuek ini, mungkinkah engkau punya masalah besar yang aku tak tahu hingga kecupanmu itu sebenarnya sebuah kode kalau engkau mau berbagi denganku kelak. Entahlah.....
Namun, dalam lembaran sajadahku selalu kupanjatkan doa-doa terbaik untukmu dimanapun engkau berada sekarang.
Sahabatku yang aku lupa namamu, tak akan pernah hilang memori tamparaan bibir tipismu di pipi ... Semoga engkau bahagia dimanapun berada, maafkan keacuhanku....
Kediri, 23 Juni 2020
13.08 PM
Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.