UCAPAN KITA ADALAH DOA

UCAPAN KITA ADALAH DOA

“Kamu kalau tinggal kelas tahun ini, ibu nggak bakal mau nyekolahin kamu lagi!!!”

Kalimat diatas adalah kalimat favorit ibu saya saat mengetahui anaknya membuat masalah di sekolah.

Waktu itu saya masih kelas 2 Sma. Masa dimana kebanyakan anak muda akan merasa keren sekali jika berhasil melanggar apa yang seharusnya dipatuhi.

Suatu hari hp nokia senter ibu bergetar, ada sebuah sms masuk dari Buk As, walikelas saya, isi smsnya ternyata bukan air mineral, melainkan undangan dari Buk As untuk datang ke sekolah.

Keesokan harinya, ibu meluncur ke sekolah untuk menemui Buk As bersama saya.

“ Cari siapa bu?” sapa Buk As

“ Ini saya orangtuanya Romario buk” jawab ibu.

"Romario mana ya bu? Setau saya ga ada nama siswa Romario di sekolah ini ” sahut Buk As.

Saya dan ibu sehati, kami sama-sama melongo mendengar ucapan Buk As.

"Kalau ga salah Romario itu udah pindah sekolahnya di warung depan bu, udah tiga minggu saya tidak melihat dia di sekolah ini” sahut Buk As lagi.

Saya menahan ketawa mendengar ucapan Bu As, sekaligus menahan sakit karena dicubit oleh ibu dari samping.

Ya, saya memang lebih sering duduk di warung main judi kartu daripada duduk di kelas mendengar celotehan guru yang tidak ada manfaatnya dipakai saat dewasa.

"Kamu kalau tinggal kelas tahun ini, ibu nggak bakal mau nyekolahin kamu lagi!!!” ucap ibu setelah bertemu wali kelas saya tadi, ibu mencoba menjadi Romy Rafael dengan memberi sugesti ke alam bawah sadar saya.

Tapi sayangnya untuk bisa menjadi Romy rafael tidak semudah yang ibu bayangkan, karena beberapa bulan kemudian ibu mendapat sms lagi dari Buk As yang nomor hp nya ternyata tidak memakai kartu as.

Ibu disuruh datang lagi ke sekolah karena saya dan beberapa teman membuat bapak Randi menangis.

Bapak Randi adalah mahasiswa Pkl yang mengajar pelajaran agama di sekolah saya.

Selain lincah dalam mengajar agama, Pak Randi juga lincah dalam menggerakkan tubuhnya, dia juga seorang dancer.

Pak Randi ini lucu, jarang saya melihat dia melambaikan tangan, tapi entah kenapa gayanya melambai.

Waktu itu pak Randi sedang asyik mengajar di kelas sesudah jam istirahat, saya dan beberapa teman sengaja terlambat masuk ke dalam kelas karena cuma diajar oleh guru pkl ngapain masuk buru-buru.

Setelah menghabiskan beberapa batang rokok di belakang musholla sekolah, saya dan keempat teman memutuskan untuk masuk kedalam kelas.

Sesampai di depan kelas, bukannya langsung duduk di kursi tapi kami malah joget-joget di depan kelas menirukan gaya pak Randi saat sedang ngedance.

Melihat hal itu pak Randi merasa malu dan mencoba menegur, namun tidak kami hiraukan, berulang kali ia mencoba menegur namun tetap tidak kami hiraukan.

Muka Pak Randi merah bercampur amarah, tiba-tiba saja air mata turun membasahi pipi pak Randi, karena sudah tidak tahan lagi, dia berlari ke ruang wakil kepala sekolah mengadukan perbuatan kami.

Alhasil kami di panggil orangtuanya dan di skors selama 3 hari.

“Kamu kalau tinggal kelas tahun ini, ibu nggak bakal mau nyekolahin kamu lagi!!!” kalimat sakti itu keluar lagi dari mulut ibu saya, ibu masih berusaha agar bisa menjadi Romy Rafael, namun tampaknya dibanding dengan Uya Kuya saja ibu masih jauh kalah levelnya dalam hal memberi sugesti.

Terbukti dengan ibu harus datang lagi ke sekolah beberapa bulan kemudian.

Pada hari itu saya datang ke sekolah dengan keadaan kelas yang digembok.

Usut punya usut ternyata kelas saya digembok karena anak kelas satu mengadukan perbuatan saya dan beberapa teman yang memberantakkan kelas seberantak-berantaknya sampai terlihat seperti kapal pecah.

Jadi, saya bersekolah di sma swasta yang kekurangan kelas, anak kelas satu dan kelas dua ganti-gantian memakai kelas yang sama pagi dan siang.

Awal mula kejadian memberantakkan kelas ini karena ada aduan dari teman cewe yang piket di pagi hari kalau anak kelas satu suka meninggalkan sampah di dalam kelas.

Seusai jam pelajaran saya dan beberapa teman membalas perbuatan anak kelas satu dengan membolak-balikan meja dan kursi seperti kerusuhan yang terjadi di kongres partai Pan, sampah yang semula ada di dalam tong sampah juga kami tebar ke dalam kelas.

Karena perbuatan tersebut kelas digembok, kami sekelas dikumpulkan di aula oleh Pak Kusro, wakil kepala sekolah.

"Siapa yang memberantakkan kelas kemaren?” tanya Pak Kusro dengan nada membentak.

"Kenapa diam? Saya rela membatalkan puasa saya hari ini untuk menampar kalian satu per satu jika tidak ada yang mengaku! “ lanjut Pak Kusro yang hari itu sedang puasa Senin-Kamis.

Karena kasian dengan teman-teman lainnya yang tidak bersalah, saya memulai inisiatif untuk mengaku, diikuti oleh pelaku-pelaku lainnya yang berjumlah delapan orang.

Kami berdelapan dipanggil orangtuanya dan di skors selama seminggu.

“Kalau sempat kamu tinggal kelas tahun ini, ibu nggak bakal mau nyekolahin kamu lagi!!!” seperti biasa, kalimat itu keluar lagi dari mulut ibu saya, kali ini saya dihukum tidak dikasih jajan selama seminggu.

Di hari ketiga hukuman tidak mendapat jajan, nafas saya tiba-tiba sesak.

“Ibu nafas aku sesak” ucap saya dengan nafas tersengal-sengal.

“Sesak kenapa? Ayo kita cek ke dokter” sahut ibu dengan wajah khawatir.

"Ga usah bu, bagi duit jajan aja biar aku bisa bernafas lega” 

“Heh! Ga ada cerita ya! Kamu sedang ibu hukum, lagian ga malu apa minta duit terus?”

“Ngapain malu, kan aku masih anak-anak”

“Ada tauk, anak yang udah bisa ngasih makan banyak orang”

“Anak siapa?” tanya saya penasaran.

"Anak perusahaan “ jawab ibu sambil terkekeh pergi meninggalkan saya.

Semenjak kejadian tidak dikasih jajan itu saya jadi kapok bikin masalah di sekolah, saya perlahan mulai berubah menjadi anak yang baik dan rajin karena ujian kenaikan kelas tinggal beberapa bulan lagi.

Beberapa bulan berlalu, sampai juga pada hari pembagian rapor, hari itu kakak saya yang mewakili mengambil rapor karena ibu ada urusan kerja yang tidak bisa ditinggalkan.

Saya berhasil naik ke tangga kelas saya yang berada di lantai dua untuk menanyakan bagaimana hasil rapor kepada kakak.

Kami berpapasan di depan kelas. Kakak langsung melempar rapor ke lantai. “Dasar anak ga bisa diatur! Bikin malu keluarga!” ucap kakak yang lalu pergi meninggalkan saya.

Bumi serasa mau runtuh, kiamat terasa sangat dekat, langsung terngiang kalimat yang sering ibu ucapkan “kamu kalau tinggal kelas tahun ini, ibu nggak bakal mau nyekolahin kamu lagi!!!”

Saya sangat takut untuk pulang ke rumah, tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi nanti. Saya memilih untuk pergi ke rumah teman, setelah waktu menunjukkan jam 10 malam saya kumpulkan keberanian untuk pulang, diawali dengan menghela nafas panjang saya gas motor untuk pulang ke rumah.

Sesampai dirumah saya sangat terkejut atas apa yang saya dapati, saya tidak dimarahi, cuma didiamkan saja oleh semua anggota keluarga yang ada dirumah.

Ibu tidak menepati apa ucapannya, dia tidak pernah serius saat mengucapkan tidak akan mau menyekolahkan saya lagi jika saya tinggal kelas.

Ibu mulai mencari-cari info sekolah baru untuk melanjutkan pendidikan saya, namun ibu tidak ingin saya satu sekolah kembali dengan teman-teman saya yang tinggal kelas juga. Ibu selalu beranggapan bahwa anaknya nakal karena salah pergaulan.

Waktu ibu sedang pergi kondangan, ibu tidak sengaja bertemu dengan Pak Dul. Pak Dul ini saudara jauh dari ibu, dia adalah kepala sekolah Smp favorit di kota saya.

Ibu senang sekali karena sudah lama tidak bertemu dengan Pak Dul, mereka mengobrol panjang lebar, dari membahas kampung halaman sampai menceritakan saya yang baru tinggal kelas dan sedang mencari sekolah baru, karena punya banyak koneksi di bidang pendidikan, Pak Dul menawarkan untuk membantu memindahkan saya ke Sma negeri favorit dengan membayar uang pelicin.

Namun untuk bisa pindah ke Sma negeri tersebut prosesnya agak ribet dan akan memakan waktu yang lumayan lama, harus menunggu sekitar 2 bulan lebih, karena harus mengurus rapor dari luar provinsi dan proses administrasi lainnya.

Ibu menyetujui bantuan Pak Dul, tidak masalah menunggu lama, asal saya tidak satu sekolah lagi dengan teman-teman saya yang sama tinggal kelas juga waktu itu menurut ibu.

Waktu berlalu, dan setelah menunggu selama dua bulan, orangtua saya mulai menanyakan kabar kepada Pak Dul perihal proses kepindahan saya, namun setiap dihubungi nomor hp Pak Dul tidak pernah aktif.

Orangtua saya akhirnya memutuskan untuk mengunjungi kediaman Pak Dul, ternyata kabar yang didapati disana membuat membuat jantung ibu serasa mau copot.

Pak Dul ternyata sudah satu tahun dicopot dari jabatannya karena korupsi dana bantuan operasional sekolah, dan sekarang menghilang kabur keluar kota membawa uang pelicin dari ibu.

Setelah tau ditipu oleh Pak Dul, orangtua saya langsung bergegas mencarikan sekolah yang baru, namun kabar buruknya tidak ada sekolah yang mau menerima, karena nama untuk ikut ujian pra un pertama telah terdaftar di dinas pendidikan.

Ucapan ibu yang tidak mau menyekolahkan lagi anaknya jika tinggal kelas dijawab oleh tuhan dengan cara yang luar biasa amazing, saya benar-benar tidak sekolah selama satu tahun waktu itu hahahha.

Lucu ya, ucapan yang tidak serius saja bisa dikabulkan oleh tuhan, memang ucapan adalah doa itu benar adanya, maka oleh karna itu sekarang saya sering sekali mengucap kalau SAYA PENGEN JADI COPYWRITER!

Sesuai judul buku yang baru saya beli dari aplikasi bukalapak, karangan dari seorang sosok yang baru saja saya kenali dari blog Kompasiana tapi dengan hebatnya sosok itu sudah berhasil menembus chart ke 5 dari tangga daftar idola saya hehehehe.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.