TONJOK HIDUNG ATAU MATANYA?

TONJOK HIDUNG ATAU MATANYA?

Saya order taksi online, untuk tujuan Cilandak. Keluar pagar rumah tau tau sudah ada mobil warna putih buka kaca dan ngomong ga begitu jelas, Sopirnya pakai masker, mungkin gara gara corona. Saya nangkepnya pak sopir ini nanya nama, langsung saya jawab, iya, gitu aja.

Dalam hati saya memuji startup ini. Canggih, ga sampai lima menit kok sudah sampai.

Naik saya, sopirnya juga ramah dengan sopan ngucapin selamat pagi.

Pas mau keluar komplek, sopir kasih lampu sign kanan, padahal menurut saya harusnya belok kiri karena pintu tol ada di arah kiri yang lebih dekat jaraknya.

"Belok kiri aja Pak, lebih dekat, "

"Oh, kiri ya Pak?" Kata sopir sambil rubah arah.

"Emang tinggal di mana, Pak?"

"Saya Tanggerang, kurang faham jalan jalan Bekasi, mohon maaf, ya pak," jelas Pak Sopir.

"Ga masalah, ikutin Map aja pak, itu di Map kan jelas tujuanya Cilandak,"

"Iya pak" Pak sopir nampak sibuk nyupir sambil geser geser layar smartphone.

Saya juga ikutan ambil smart phone untuk lanjutin nulis yang belum saya tulis.

Sebelum pertigaan pertama, Pak sopir tanya lagi.

"Ini, kanan ya, pak?"

"Lurus aja, ikutin Map aja pak, lihat itu tujuan Cilandak, itu benar, kan?" Sebernarnya saya juga jadi ragu, ini orang ngerti gak ya?

"Iya, bener Pak"

Saya melanjutkan menulis lagi.

Lha, kok deket pintu Tol Bapak sopirnya minggirin mobil.

"Maaf sebentar, Pak, kayaknya ada yang gak beres ini,"

Saya ga komen apa apa, tapi mata saya menatap tajam muka sopir, darah di tengkuk saya terasa mulai hangat mendekati mendidih.

"Buka masker kamu itu, kamu kena corona!"
"Iya, Pak," nada suaranya terdengar grogi, tangan satu pegang Hp yang satunya sibuk pegang masker tapi gak dibuka.

Sopir ini aneh aneh gimana, gitu. Nunduk nunduk seperti orang yang wajahnya gak mau dikenali, lha saya makin penasaran, saya geser geser wajah biar dapet pandangan yang pas.

"Waduh, maaf Pak, Bapak mau ke Grand Wisata, ya?"

"Cilandak!"

Darah yang tadi mendidih di tengkuk meledak. Hilang sabar, saya rebut Hp sopir, secepat kilat. Sopir cuma bengong, mendengar teriakan keras saya dilanjutkan gerakan merebut. Langsung Freze.

Saya lihat data pemesan di Hp sopir, bukan nama saya, bukan tujuan saya.

"Kamu, salah jemput orang" saya sodorkan Hp dengan agak kasar.
Sopir nampaknya belum sadar dari kondisi freze tadi, sekarang tambah bengong lagi.

Saya lihat Hp sendiri, mak, di aplikasi sopir lain kirim pesan bahwa sudah sampai di titik jemput. Duh sialan, akhirnya saya telpon dan menjelaskan duduk perkaranya, untungnya sopirnya bisa mengerti.

Kembali saya menatap sopir gilak yang belum buka masker juga, di otak sudah ada perintah jelas, bertingkah atau ngomong aneh dikit aja langsung saya tampol mukanya.

Emosi banget, dari tadi sudah di ingatkan cumak jawab iya iya doang, lha saya kan buru buru, sialan nih orang.

"Maaf Pak, sebagai tanggung jawab saya, saya akan antar Bapak sampai tujuan, terserah Bapak mau bayar ngikutin harga di aplikasi tadi atau berapa, yang penting Bapak sampai tujuan,"

Nyesss

Kepala saya seperti disiram es, ketahuan ya, bahwa sebenarnya saya ini pemaaf. Hooh aja, yak.

"Ya udah, jalan aja, Cilandak ya, nih kartu tolnya"

"Iya, Pak,"

Mobil mulai berjalan menyusuri aspal, meninggalkan emosi panas di trotoar. Ga jadi telat deh, Alhamdulillah.

***

Mendekati pintu tol TMII, si sopir tiba tiba mengeluh pelan seperti teringat sesuatu yang gak ngenakin. Sampai beberapakali odah aduh, baru saya tanya.

"Kenapa, ada masalah lagi?"

"Aduh saya yang salah, aduh... "

Gak jelas, sopir itu jawab pertanyaan saya atau ngomong sendiri.

"Mas, kenapa lagi, ada urusanya dengan saya, gak? Kalok ngomong masker dibuka ngapa, biar saya dengar jelas"

Sewot mulai menggelitik di otak saya.

"Saya, lupa, aduh saya lupa,"

"Kalok gak ada urusan sama saya jalan aja,"

Rasanya pengen saya grauk itu masker. Biar kedengeran jelas ngomong apa.

"Sekarang tanggal ganjil, nomer mobil saya genap, aduh saya lupa,"

"Keluar pintu tol depan!"

"Pintu rambutan aja Pak, biar deketan, nanti saya tungguin,"

"Keluar!"

"Iya, Pak"

Lampu indikator sign kiri langsung nyala. Ingin saya tarik itu masker biar kelihatan tampang orang sialan hari ini.

Sadar bahaya, saya diem aja. Tapi jangan harap nanti begitu keluar tol berhenti, langsung grauk.

Di depan Pom Bensin ada tempat lowong saya suruh berhenti di situ. Tanpa pertanyaan lagi sopir langsung mengarah dan mobil berhenti sempurna.

"Bret,"

Saya sambar dengan kuat masker dimuka sopir gilak, tampak jelas wajah Bawor, tukang yang dua tahun lalu bawa kabur alat tukang seharga tujuh jutaan.

"Maap, Bang Mandor, saya salah, alat yang saya bawa kabur pasti saya ganti, waktu itu saya kepepet Bang, demi Alloh,"

Bawor ngomong sambil nunduk nunduk dan menyatukan dua telapak tangan seperti orang lagi nyembah.

Ada ide gak?

Enaknya diapain nih anak setan.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.