Rempah Nusantara Pada Jalurnya

Rempah Nusantara Pada Jalurnya
Image by PublicDomainPictures from Pixabay
Lebaran tiba lagi. Seperti biasa, kedatangannya disambut orang dengan gegap gempita. Baju baru dibeli, bingkisan lebaran dikirim. Rumah dipercantik, siap menyambut tamu. Di dapur kegiatan meningkat tajam, meruapkan aroma sedap tak terkira. Menggelitik hidung dan menggoda perut di hari terakhir puasa. Memberi janji kenikmatan selera saat hari raya.
 
Masakan Indonesia memang bukan main! Aromanya saja sudah sedemikian kuat, apalagi cita rasanya. Inilah berkat berkah bermacam rempah yang tumbuh melimpah di tanahnya.
 
Sejak dahulu Nusantara memang sudah dikenal sebagai ibu rempah. Tempat dilahirkannya beragam jenis rempah, yang menjadi komoditas incaran dunia. Menghantarnya ke dalam jalur perdagangan rempah internasional. Rempah-rempah utama Nusantara yang jaman dahulu sangat dicari terutama adalah cengkeh, pala, lada, dan kayu manis.
 
Pohon pala (Myristica fragrans) adalah tanaman endemik atau asli di kepulauan Banda, Maluku. Selama sekian ratus tahun lamanya, tanaman yang tingginya bisa mencapai sampai 20 meter ini, hanya dapat ditemukan di sana. Meski pala tak tumbuh di setiap pulaunya, melainkan hanya di pulau-pulau tertentu yang udara, tanah, dan unsur alam lingkungan setempat lainnya sesuai dengan kebutuhan sang pohon.
 
Biji buah pala dan fuli-nya (selaput berwarna merah yang berbentuk seperti jala dan membungkus biji) mempunyai aroma yang khas dan rasa yang sedap. Mengasupnya bisa menghangatkan tubuh. Diyakini pula bahwa ia dapat menjadi obat bagi berbagai penyakit, antara lain sampar yang pernah mewabah secara pandemi. Daya tarik pala yang sedemikian rupa telah mengundang bangsa-bangsa Eropa yang tinggal di negara dingin untuk memperolehnya. Maka, di sekitar abad ke-15, Portugis, Inggris, Spanyol, dan Belanda mulai mendatangi Banda. Berebut untuk menguasai perdagangan pala dunia, demi memperoleh keuntungan besar.
 
Terceritakan, pada abad ke-6 pala sudah mencapai Byzantium yang berjarak dua belas ribu kilometer dari Banda. Dibawa oleh pedagang-pedagang Asia dan Arab, yang telah menguasai perdagangan pala beberapa abad lamanya. Sampai akhirnya orang-orang Eropa berhasil menemukan jalan laut menuju ke Kepulauan Banda, yang rutenya selama ini dirahasaiakan oleh para pedagang Asia dan Arab tadi.
 
Segala taktik dipakai oleh orang-orang Eropa untuk mendapatkan hak perdagangan pala. Belanda tanpa ragu membantai penduduk setempat Banda, sementara yang masih hidup dijadikan budak untuk memproduksi pala. Tanaman-tanaman pala pada pulau-pulau tertentu dimusnahkan, agar tak dikuasai oleh bangsa lain. Kemudian, berdasarkan perjanjian Traktat Breda pada 31 Juli 1667, Belanda menukargulingkan wilayahnya di tanah Amerika, yang bernama Nieuw Netherland, dengan Pulau Run di Banda. Wilayah Nieuw Netherland ini sekarang dikenal sebagai Pulau Manhattan di New York.
 
Monopoli Belanda akan pala mulai hancur setelah pada 1769 seorang ahli holtikultura berkebangsaan Prancis, Pierre Poivre, berhasil mencapai kepulauan Banda. Diam-diam Poivre menyelundupkan buah pala dan bibit pohonnya, yang lalu ditanam di koloni Prancis di Mauritius. Belanda semakin hancur di Banda, ketika Inggris berhasil menguasai Banda dari 1796 hingga 1802. Inggris kemudian juga mengembangkan perkebunan pala di berbagai tanah jajahannya di luar Nusantara. Antara lain di Penang, Singapura, dan di Pulau Grenada di Karibia.
 
Tomé Pires adalah seorang penulis dan duta Portugal untuk Tiongkok yang pernah mampir di Nusantara. Dari 1512 sampai 1515 ia menulis sebuah ikhtisar yang berjudul Suma Oriental que trata do Mar Roxo até aos Chins (Ikhtisar Wilayah Timur, dari Laut Merah hingga Negeri Cina). Terbitan yang berjumlah 6 jilid itu antara lain menyebutkan bahwa, menurut para pedagang Melayu, Tuhan menciptakan Timor untuk kayu cendana, Banda untuk pala, dan Maluku untuk cengkih. Karena, tiga jenis rempah itu merupakan jenis-jenis rempah yang tak dapat ditemukan di tempat lain, selain di tiga tempat masing-masing tersebut.
 
Pohon cengkih (Syzygium aromaticum) itu tanaman endemik beberapa pulau di Maluku; Ternate, Tidore, Bacan, Moti, dan Makian. Penulis non-fiksi dari Australia, Jack Turner, menulis dalam bukunya, Spice, The History of a Temptation (2005) bahwa tak ada rempah-rempah yang menempuh perjalanan lebih jauh daripada cengkih, pala, dan bunga pala (fuli) asal Maluku. Konon, cengkih mulai diperdagangkan ke Tiongkok sejak sekitar 500 SM, sedangkan ke India di sekitar 200 SM.
 
Cengkih, bersama pala dan merica, pada zaman Romawi merupakan komoditas yang sangat mahal. Pada abad pertengahan, bangsa Arab memakai cengkih sebagai bahan tukar menukar. Sekitar akhir abad ke-15 atau pada abad ke-16, 1 kg cengkih harganya setara dengan 7 gram emas. Seiring dengan ekspansi mereka ke Goa dan Malaka, Portugis kemudian berhasil mengambil jalan tukar menukar di Samudera Hindia. Perdagangan cengkih pun berhasil mereka kuasai melalui Perjanjian Tordesillas dengan Spanyol. Selain untuk memperkuat aroma masakan dan menghangatkan badan, cengkih yang mengandung kalsium tinggi ini dapat menghilangkan bau amis daging. Karena itu ia sangat dicari.
 
Pada abad ke-17 Belanda akhirnya mendominasi perdagangan cengkih. Untuk membatasi produksi, Belanda melalui kongsi dagangnya, VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), membabat semua pohon cengkih di pulau-pulau di Maluku kecuali di Pulau Seram dan Ambon—saat itu cengkih sudah juga dibudidayakan di luar pulau-pulau aslinya. Ini dilakukan untuk mengkontrol harga rempah yang sejak 1652 menurun tajam di Eropa.
 
VOC mengawasi proses pembabatan pohon cengkeh melalui pelayaran hongi. Namun, sebagaimana yang terjadi dengan pala, monopoli Belanda pada cengkih akhirnya hancur juga. Lagi-lagi karena Prancis berhasil menyelundupan bibit cengkih dan lalu menanamnya di Mauritius, Penang, dan Zanzibar.
 
Cengkih juga pernah menjadi komoditas ekspor besar ke luar Nusantara yang menguntungkan Kesultanan Banten. Kerajaan Islam yang berada di ujung barat Pulau Jawa ini, menurut sejarawan Heriyanti Ongkodharma Untoro, merupakan sebuah emporium (kota pelabuhan dagang mancanegara). Kebanyakan cengkih yang menjadi komoditas Banten berasal dari Maluku yang, merujuk ke dokumentasi VOC, pada 1636 jumlahnya dapat mencapai 300.000 pon.
 
Selain cengkih, merica (dalam bentuk butiran) atau lada (berbentuk bubuk) juga termasuk sebagai komoditas ekspor utama emporium Kesultanan Banten. Tak hanya mengekspor, Banten sendiri membudidayakan tanaman merica (Piper nigrum) yang bukan merupakan tanaman endemik suatu daerah tertentu ini. Di Nusantara saat itu, Banten merupakan pengekspor merica terbesar kedua setelah Aceh yang juga merupakan sebuah emporium. Namun, kualitas lada Banten dikenal sebagai yang terbaik.
 
Kejayaan monopoli Kesultanan Banten dalam perdagangan lada runtuh pada 1682, sebab direbut oleh VOC. Badan niaga Belanda ini juga mengusir orang-orang Eropa lain yang merupakan saingannya dari tanah Banten.
 
Seperti merica, tanaman kayu manis (Cinnamomum spp.) juga bukan tanaman asli Nusantara. Ia diperkenalkan di Jawa untuk dibudidayakan pada 1825, setelah sebelumnya dibudidayakan di berbagai daerah tropis di dunia. Antara lain di Brazil, India, Seychelles, Madagaskar, dan sejumlah daerah Asia Tenggara lainnya. Sampai saat ini dunia mengenal 250 macam tanaman kayu manis, dan 12 genus di antaranya terdapat di Indonesia.
 
Pohon kayu manis yang batangnya berbentuk lurus dapat mencapai ketinggian sekitar 30 meter. Merupakan tanaman pertama yang dimanfaatkan oleh manusia, dan menjadi salah satu rempah tertua di dunia. Diperkirakan, kayu manis sudah dipergunakan oleh manusia untuk berbagai keperluan sejak sekitar 4000 tahun lalu. Pada zaman Mesir kuno rempah ini tak hanya dijadikan bumbu masak, tapi juga dipakai untuk mengawetkan jenazah karena aromanya yang harum. Harganya lebih mahal daripada harga emas.
 
Ternyata, dalam perjalanan sejarahnya yang panjang, rempah-rempah Nusantara atau Indonesia tak hanya memegang peranan penting dalam kegiatan masak memasak. Tapi, juga telah meletakkan negara kita pada posisi teratas di jalur perdagangan rempah dunia. Meski kisahnya tak terdengar selalu manis, bahkan diwarnai oleh penaklukan antarbangsa serta pertumpahan darah yang tak sedikit. Kisah yang perlu juga untuk kita ketahui, asal jangan sampai menghilangkan selera makan.   =^.^=
 
 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.