Jenga Time!

Jenga Time!
Image by <a

“Sweetie, AWAS… pakai satu tangan lho?” ujar nyonya mengingatkan nona.

“Eh, iya…,” jawab nona lirih dengan pandangan tetap terpaku pada balok-balok kayu. Nona berusaha mengambil satu bilah balok dengan satu tangan. Tindakannya itu harus dilakukannya secara hati-hati supaya tumpukan yang tinggi menjulang – bagai skyscraper di Gotham City, tempat nangkring si ganteng Spiderman… eh, salah ya… si sok cool Batman – tidak runtuh. Hahaha.

“AAAAAA!!!”

Nona berteriak kaget. Mata nona terbelalak ketika tiba-tiba balok-balok itu runtuh! Saking kagetnya, tubuhnya seakan membeku. Freeze! Rasa bersalah langsung tergambar di wajahnya. Kombinasi antara grogi dan tidak yakin saat menarik bilah, membuat nona gagal menjaga keseimbangan tumpukan kayu, sehingga kehilangan keseimbangan.

Kemarin adalah malam minggu. Jauh hari sebelumnya nyonya dan nona sudah janjian mo kencan. Tak ada yang muluk-muluk di masa pandemi ini. Mereka hanya janjian bersenang-senang berdua saja. Ini acara yang tidak seperti biasanya. Bukan masing-masing asyik dengan gawainya, bukan. Bukan berdua melototin gawai sama-sama, bukan.

“Ide Mama, kita melakukan sesuatu yang asyik berdua, yang banyak saling interaksi,” jelas nyonya ketika menjelaskan ajakan kencannya pada nona. “Ide acaranya gantian, ya?”

Sabtu malam usai makan, nona minta izin meneruskan tugas sekolahnya terlebih dahulu. Tugas sekolah ngantri bertumpuk-tumpuk – yang menurut nona: Tugas tidak menarik plus bikin jenuh. Beban tugas sekolah pakai sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sepertinya justru lebih berat dan menjemukan dibandingkan sekolah sebelum pandemi.

Itu menurutku lho ya. Aku adalah rumah yang hobi mengamati ulah penghuniku. Ketika nyonya dan tuan sudah pergi bekerja, kan aku sendirian sama nona. Aku mengamatinya tiap saat. Mengamati saat dia dengan berat hati bangun dan siap-siap sekolah, absen dengan mengirim foto diri, mendengarkan pelajaran lewat gawai, dst dst. Kadang dia duduk manis di depan meja belajar. Lama-lama, ketika jenuh, ia akan pindah dan tiduran di tempat tidur. Atau meskipun duduk di depan meja belajar, namun kepalanya diletakkan di meja berbantalkan tangannya. Aku sering kasihan melihatnya. Untung kapan hari kudengar nyonya ajak nona melakukan hal yang asyik.

Usai merampungkan tugas sekolah, nona mengajak nyonya bermain Jenga. Berdua mereka duduk beralaskan bantal tipis. Jenga mereka susun di atas meja kecil. Terakhir mereka bermain jenga sudah lama sekali, sepertinya beberapa tahun lalu. Tetapi aturan permainan masih ingat, dong. Kata jenga, artinya ‘membangun’ dalam bahasa Swahili. Balok-balok kayu kecil disusun bertumpuk, dan satu persatu diambil dari bagian tumpukan untuk ditata di bagian paling atas. Merubuhkan bangunan artinya kalah.

Yang kuamati, nona sangat terlihat sebagai pemula, dan nyonya terlihat sebaliknya… seperti pemain jenga profesional. Eh, masak ada pemain jenga profesional? Hahaha.... Nyonya sangat santai ketika mendapat giliran mencabut bilah kayu. Perlahan ia mengetuk bilah untuk memilih bilah yang longgar, yang artinya mudah dicabut. Itu trik pertama dia. Masih ada beberapa trik yang ia lakukan. Sebaliknya, nona gugup ketika memilih balok yang harus diambilnya. Beberapa kali ia meruntuhkan bangunan karena kurang hati-hati mengambil bilah kayu.

“HAHAHAHA!!!”

Nona akhirnya ngakak terbahak-bahak ketika nyonya akhirnya menjatuhkan bangunan jenga. Wajah nona mencerminkan rasa senang. Mungkin karena melihat mamanya adalah orang biasa yang bisa kalah. Nyonya hanya tertawa saat itu, dan dengan sigap menangkap bangunan yang runtuh demi menghindari berantakan. Setelah melihat mamanya kalah, nona menjadi lebih santai. Membuat kesalahan dan kalah itu hal biasa, bukan sesuatu yang menakutkan atau pamali. Nona belajar itu dari mamanya. Kalah dan menang mereka alami bergantian.

Selanjutnya, permainan semakin asyik. Nona makin jeli memilih bilah yang hendak diambilnya. Bahkan ia langsung terbahak-bahak mencium keusilan mamanya, yang sengaja membuat bangunan miring supaya mudah runtuh. Lagu-lagu new release yang disetel dari gawai mengiringi kencan mereka berdua itu. Dengan tingkahnya yang lucu, nona bahkan menari-nari mengikuti irama musik.

Thank you, Sweetie,” ujar nyonya.

Thank you, Mum,” jawab nona.

Akhirnya mereka menyudahi permainan. Tak terasa mereka bermain jenga selama dua jam. Sabtu depan giliran nyonya memilih acaranya.

Malam makin larut. Aku mendengar nona ke kamar mandi untuk gosok gigi. Aku sudah terlalu ngantuk. Aku rumah, tak perlu ritual malam. Langsung kupejamkan mata, setelah kubisikkan ucapan selamat tidur.

Sleep tight, everybody.” (rase)

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.