Janji Kopi

Janji Kopi
image by loverscofee

Gemerisik suara-suara cangkir seng beradu sudah mulai disiapkan, pertanda Cing Lian akan bersiap memulai dagangannya untuk mengumpulkan langganannya beradu cakap lalu tertawa bersama dan membicarakan segala masalah yang tengah dihadapi juga ikut serta menyumbang ide agar sama-sama membangun bangsa dengan cara mereka sendiri.

Langganan Cing Lian tak perlu diupah untuk memikirkan negara, bagi mereka mengerjakan hal kecil untuk negara yang mereka cintai jelas bukan masalah besar. Toh yang dilakukan adalah membantu orang-orang disekitar mereka agar sama-sama mencicipi bahagianya hidup walau tidak bergelimang uang, tidak bergelimang hasil korupsi juga tidak bergelimang hasrat menyombongkan diri namun mereka punya hasrat yang besar untuk menciptakan kesejahteraan disekitar mereka walaupun pelanggan Cing Lian berisi Indonesia Raya.

Cing Lian sendiri adalah pemuda Indonesia yang memiliki darah Tionghoa dari Ibunya yang beragama Budha dan darah Betawi Asli dari Ayahnya yang merupakan Muslim Taat. Dengan berisikan 5 bersaudara dan Cing Lian merupakan anak tengah, beliau tumbuh menjadi pribadi yang ber bhineka dan mampu menterjemahkan setiap permasalahan nasionalisme di sekitar beliau.

Saat ini Cing Lian belum berkeluarga walaupun dia adalah penghuni terakhir dari keluarganya yang belum berketurunan, bagi dia tugas menyatukan orang-orang disekitarnya belum sempurna dia lakukan, masih berjibaku untuk menjelaskan setiap perbedaan ke seluruh langganannya dan menjelaskan pula bahwa perbedaan itu adalah sebuah keindahan.

Iya, ternyata menjelaskan bahwa perbedaan itu indah memang sulit dilakukan.

Inilah yang melatarbelakangi Cing Lian buka kedai kopi. Besar keinginan Cing Lian menyatukan segala perdebatan yang sering membuat Cing Lian tutup kuping rapat-rapat dan sering menguras air mata ketika satu sama lain saling menyombongkan Tuhannya.

Padahal Bapak sama Ibu bisa baik-baik saja sampai sekarang, walaupun semua keturunannya menjadi pengikut Bapaknya namun tidak ada satupun yang berani menghujat Tuhan dari Ibunya. Bapak Cing Lian berhasil memberikan keindahan dengan versinya sendiri. Sehingga ibu pun tidak keberatan dengan keputusan Bapak menyeragamkan generasinya, bahkan tanpa paksaan pula Ibu berkenan bersujud di 5 waktu setiap harinya.

Menyadari setiap perbedaan maka Cing Lian pun mencoba memberikan sentuhan lain di Kedainya.
Kalau selama ini setiap kedai punya menu sendiri bahkan dengan jelas terpampang bahwa ada menu-menu andalan yang biasa disajikan. Berbeda dengan Kedai Kopi Cing Lian.

Cing Lian tidak punya menu, Cing Lian hanya punya deretan Kopi Khas Indonesia. Di Kedainya tidak ada barista handal, yang ada hanya Barista Pendengar Handal. 

Karena pelanggan Kedai Cing Lian merupakan Indonesia Raya yang masing-masing punya cita rasa sendiri dalam menyaji Kopi, maka tugas Barista hanya mendengarkan pelanggannya lalu Barista akan dituntun cara menyajinya sampai menjadi segelas kopi nikmat di meja masing-masing pelanggannya.

Ini Barista terbaik Cing Lian, walaupun sudah malang melintang di beberapa kedai besar, namun telinganya mampu menterjemahkan keinginan pelanggan Cing Lian dengan baik dan benar. Maka tidak heran dari Jam 6 Pagi Kedai sudah mulai buka dan tutup di Jam 12 Malam. 

Jangan ditanya ada berapa karyawan Cing Lian, tidak banyak ko. Di Kedai ini, pelanggan cukup meminta Barista suguhkan segelas kopi lalu setelah itu Kedai akan bertambah penuh tapi tidak banyak yang keluar kedai. Mereka betah berlama-lama di sini karena semua issue bisa diperdebatkan dengan cantik tanpa sengit. Bagi Cing Lian, keuntungan Kedai bukan dari jumlah pelanggan yang masuk ke Kedai namun dapat bersama-sama menjaga Indonesia memberikan nilai lebih berharga bagi Cing Lian.

Perlu kau tahu, di sini tidak ada menu juga tidak ada harga maka Cing Lian hanya menyimpan kotak kayu yang akan diisi oleh pelanggannya. Kadang Cing Lian terheran-heran dengan isi dari kotak kayu tersebut. Bila mau berhitung, yang diperoleh kedai setiap harinya sebanding dengan 15 hari berdasarkan perhitungan akuntansinya.

Yang bergembira jelas bukan hanya Cing Lian, ada perdebatan yang kali ini yang melebihi kegembiraan Cing lian namun sayang, perdebatan kali ini tidak cantik tapi sengit.

Perdebatan dari segelas Kopi yang dilarutkan Gula di dalamnya.

Salah satu issue terbesar selain tentang Indonesia Raya juga tentang kesehatan para pelanggan Kedai. Mereka berhasil di cuci otaknya bahwa gula itu tidak baik. Maka akhir-akhir ini pelanggan Cing Lian sering meminta Kopi Tubruk tanpa Gula, dan angka peminta semakin meningkat.

Kejadian ini berlangsung tiba-tiba dan sangat cepat, entah bagaimana mulainya namun jelas sangat membuat gula bersedih.

Di satu pagi, sebelum kopi dan gula berlarut bersama. Sang kopi memberi berita buruk, "maafkan aku, aku telah melakukan kesalahan"

Rupanya kopi tanpa sengaja membuka swara, saat seorang pelanggan menenggak gelas kopinya.

Tiba-tiba pelanggan tersebut marah, dia bukan pelanggan biasa, tapi dia adalah pelanggan rutin yang selalu ada setiap hari di kedai tersebut. 

"Hey, Lian kalau kau mau Kedaimu selalu berdiri tegak, kau buatlah semua pelanggan meninggalkan gula. Itu tak baik untuk kesehatan. Kau mau semua pelangganmu kena diabet hah?"

Cing Lian kaget, Kopi pun demikian.

Maka ketika berita itu sampai di telinga gula, bersedih lah semenjak saat itu.

Dengan nanar, sang gula menatap kopi. "kenapa kau lakukan itu?. Bila kau mau tinggalkan aku, bila kau sudah tak mau sama-sama larut denganku kenapa kau harus membinasakan aku?"

"Tidak, ini kesalahanku. Aku berjanji aku akan menemanimu selalu. Aku akan tetap di sini karena aku sayang kamu, tak ada maksudku membinasakan kamu"

Gula lega, ungkapan terakhir yang kelak semakin menghujam hati dan melukainya. Yang semakin membuat dia menahan isak, menahan rindu dan menjadikannya Gula yang Gila.
Konon katanya, belajar jujurlah dari Kopi, karena dengan pahitnya tetap menyajikan kenikmatan.

Itu konon... sebelum waktu itu datang, sebelum pelanggan tetap Kedai Cing Lian berkoar , sebelum Kopi menjadi takut kehilangan keaslian rasa saat disentuh dan bersentuhan dengan gula.

Kau bohong kopi, kau tidak lagi menyaji keindahan. Kau egois, kau masih menari-nari dengan lenggokan paling fenomenal lalu berteriak pada dunia, " woooooiiii seluruh pelanggan Kedai Cing Lian, pelanggan tetap ini benar. Seduhlah aku, tak usah kau tambahkan gula kalau kau mau tetap sehat.

Gula yang gila teronggok tak berfaedah diujung kedai. Matahari semakin membuatnya tak karuan, kristal tak lagi terlihat juga tak lagi bening. Mengerucut, mengkerut lalu menggumpal. Sungguh tak enak dipandang .

Hei, Kopi pujaanku tak sudikah kau kembali padaku, melarut bersama. Bukankah Indonesia perlu disentuh dengan rasa manis bukan kau sumpali pahitnya dirimu terus-menerus.

Aku selalu menunggumu, menunggu untuk larut bersama. Aku memiliki janji yang akan aku tepati.
Karena aku mencintaimu hari ini, esok dan seterusnya.

Kau Kopi sejati, tepati janjimu dan jangan kau ingkari.

Aku rapuh tanpamu.

 

#9 Desember 2019
#Bandung

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.