Jangan Panggil Aku Mbak

Ada kesalahan memaknai panggilan mbak. Sehingga ada yang merasa direndahkan oleh sebutan "mbak".

Jangan Panggil Aku Mbak
Jangan panggil aku mbak.

Kisah driver ojol yang mendapat bintang 1 dari customernya, gara-gara memanggil customernya dengan panggilan “Mbak”. Customernya protes, tidak terima dengan panggilan tersebut. Buat dia panggilan “mbak” adalah panggilan yang merendahkan. Meskipun tidak disebut secara eksplisit namun dari komentar dia tersebut: “don’t call me mbak! You’re in Jkt. Call me non or kak. Ternyata panggilan yang menurut driver ojol tersebut adalah sopan ternyata membawa masalah. Customer malah merasa direndahkan. Kasus di atas sempat viral dan ramai di media social. Terutama di twitter. Sepertinya ada pergesaran makna panggilan “Mbak”. Minimal pergeseran persepsi dari panggilan tersebut.

Mbak di Jawa.

Bila kita di Jawa Tengah, Jogjakarta,  Jawa Timur, sebutan mbak sudah sangat populer. Sudah menjadi hal biasa dan bahasa sehari-hari. Mbak adalah pengganti kata kakak dalam Bahasa Indonesia. Mbak adalah panggilan untuk wanita, yang seusia, atau lebih tua di atas kita, yang belum menikah atau sudah menikahpun biasa disebut “mbak”. Panggilan yang dianggap menghargai lawan bicara wanita. Bahkan untuk wanita yang lebih muda juga kerap disebut dengan mbak. Tujuannya untuk menghargai, memuliakan lawan bicara wanita.

Mbak adalah kependekan dari sebutan Mbakyu. Kalo dalam bahasa jawa kromo (halus) menyebut kakak wanita, baik itu kandung atau sepupu sering disebut dengan “Mbakyu”. Ini juga kependekan dari Mbak Ayu. Mungkin terjemahan bebasnya Wanita yang Ayu. Terlihat disini bahwa budaya Jawa sangat memuliakan wanita. 

Sebutan yang lebih feodal atau strata sosial yang lebih tinggi, panggilannya menjadi Den Ayu. Panggilan buruh, pembantu, bawahan kepada majikannya atau atasannya atau boss wanita. Den Ayu adalah kependekan dari Raden Ayu.  Panggilan bawahan kepada atasannya. Antara pembantu kepada majikannya. Untuk sebutan pria biasa disebut dengan Den Mas atau Raden Mas.

Kembali ke sebutan Mbak yang awalnya untuk memuliakan juga dianggap lebih egaliter. Tidak ada struktur kelas social pada panggilan mbak. Semua wanita bisa dipanggil mbak. Mbak tidak mengenal strata social. Ada kesetaraan sebagai manusia dalam panggilan “mbak”. Dari majikan, boss, atasan, bawahan, berpendidikan tinggi, yang tidak sekolah, seusia, lebih muda, lebih tua, tinggal di kota, atau di desa bisa dipanggil “Mbak”. Panggilan mbak menjadi panggilan yang universal. Tidak mengenal kelas.

Mbak di Jakarta

Di Jakarta, panggilan mbak juga sudah populer. Tentu saja para pendatang dari Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur yang berperan besar mempopulerkannya. Jakarta sebagai tempat berkumpulnya budaya, bahasa dan tradisi dari seluruh Indonesia. Dia berkumpul dan berbaur. Di Jakarta selain mbak, ada panggilan kakak, teteh, uni, sis, non, dan lain-lain. Dari semua panggilan itu mungkin yang paling sering di dengar adalah panggilan “Mbak”. Tentu saja ini akibat dominasi suku Jawa di Jakarta. Bila kita berkunjung ke warteg, kita memanggil penjualnya yang rata-rata wanita dengan sebutan mbak. Bila selesai makan kita akan memangil penjualnya. “Saya berapa mbak? Saya makan pake orek tempe, sayur, telor…Berapa mbak?” Kepada pedagang lain, misal tukang sayur, tukang jamu, tukang gado-gado, penjual di warung kelontong, kita juga terbiasa memanggil “Mbak”. Di rumah bila kita punya pembantu (wanita), kita sering memanggil “Mbak”. Mbak adalah sebutan yang sopan, menghargai dan menghormati kepada sesama. Tidak merendahkan juga tidak meninggikan.

Jumlah pembantu dari Jawa, mungkin lebih mendominasi dibanding  dari daerah lain. Hal ini ikut merubah / menggeser persepsi sebutan ‘mbak”. Buat orang yang kurang literasi, kurang pengalaman, gak pernah jalan-jalan ke daerah, sebutan “mbak” menganggap derajatnya jadi rendah. Mbak disamakan dengan pembantu, buruh, atau pekerja kasar.

Mbak di sinetron & socmed

Bahkan keberadaan sinetron yang terus membombadir penonton tv, turut menggeser makna mbak. Dalam sinetron, pemeran yang dipanggil Mbak sering kali berprofesi sebagai pembantu atau bawahan. Sinetron sebagai tontonan yang sudah mewabah (terutama di masa pandemi), menjadi budaya baru, yang turut mem-brainwash pemirsanya. Sehingga secara tidak sadar panggilan mbak memiliki asosiasi yang sama dengan pembantu. Mbak melekat pada makna pembantu yang dari kampung dan ndeso (kampungan). Panggilan ini jadi memiliki pergeseran makna.

Sementara dalam media social sebutan kakak, sis, non lebih memiliki derajat yang lebih baik. Dalam Bahasa dialog atau bahasa chat dalam media social baik itu IG, FB, Tiktok sering kali lawan bicara wanita baik itu yang lebih muda, atau lebih tua sering disebut dengan Kak, kakak, sis atau non.

Mbak dan mendoan.

Buat beberapa orang yang non jawa, sebutan mbak menjadi kelihatan merendahkan. Mereka tidak mau disebut mbak. Apalagi disejajarkan sebagai mbak-mbak jawa. Buat mereka ketika dipanggil mbak, maknanya jadi tidak elit alias kampungan. Panggilan mbak dekat dengan makna pembantu, buruh, pekerja kasar, atau bawahan (pegawai rendahan). Sebuah kekeliruan dalam mengambil kesimpulan. Kekeliruan dalam memaknai bahasa dan budaya. Kekeliruan dari literasi, dan pengalaman yang dangkal.

Salah dalam menyikapi dan memaknai sebuah budaya, atau bahasa, mirip dengan kekeliruan orang-orang Jakarta, ketika memesan mendoan.  Pesan mendoan, tapi minta digoreng kering. Lha mendoan kan harusnya setengah mateng. Kalo kering bukan mendoan namanya, tapi tempe goreng. Mendoan itu kodratnya ya medium rare alias setengah mateng, Masih lembek. Tapi budaya dari daerah lain memang harus beradaptasi di daerah yang baru.

Mudah-mudahan tulisan ini sedikit memberi pencerahan buat orang yang belum mengenal arti sesungguhnya panggilan mbak. Tidak ada niat sedikit pun orang-orang jawa untuk merendahkan orang lain dengan panggilan mbak. Bahkan menteri Kemenko PMK, sering dipanggil mbak Puan. Dulu ibunya juga sering dipanggil mbak Mega. Mereka toh tidak merasa direndahkan, dan tidak protes.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.